PPKM Darurat, DMI: Bentuk Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Keselamatan Warga
loading...
A
A
A
“Sebenarnya aturan PPKM darurat ini sudah benar, tetapi bisa menjadi salah,bukan karena aturan tapi penegakannya. Jadi kalau ini sudah merupakan sebuah kebijakan, tentunya harus diikuti juga instrumen-instrumen penegakan,” tegasnya.
Selain itu, menurut mantan Kepala Biro Umum Institut PTIQ ini, masyarakat sendiri sebenarnya sudah mengikuti keteladanan dari pemimpinnya, siapapun dia. Sehingga memang perlu keteladanan yang baik dari para pemimpin negara dan pemuka agama agar masyarakat juga mematuhi.
“Jadi soal keteladanan pada dasarnya menurut saya ini di Indonesia sudah bagus. Siapapun dia, apakah dia dari golongannya atau bukan, kalau dia pemimpin tapi ada keteladanan tentu sudah pasti itu ada. Jadi kita harapkan hal itu tidak dicampur antara bagaimana kepatuhan orang pada pemimpin dengan kepatuhan orang pada suatu kebijakan itu,” ujar mantan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, Pimpinan Pusat Muhammadiyahini.
Lalu ia pun mencontohkan Dewan Masjid Indonesia sendiri melalui Jususf Kalla (JK) selaku Ketua Umumyang pernah memberikan contoh dan edukasi terkait hal ini. Dimana Dewan Masjid Indonesia adalah ormas yang pertama kali membicarakan Covid-19 ini secara internal dan mengundang beberapa orang membicarakan kemungkinan kemungkinan itu setelah ada dua kasus untuk dua orang yang ada di Depok dulu.
“Jadi saat itu kita juga membuat edaran agar karpet masjid digulung, kemudian membuat jarak mulai diatur, jangan rapat-rapat. Itu saja kita sudah dikritik waktu itu. Tanggapannya saat itu ’dimana kita sholat saja disuruh merapatkan barisan, kok ini malah disuruh memberi jarak’.Seperti itu kritiknya pada kami saat itu,” ungkapmantan Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Termasuk juga menurutnya edaran mengenai salat jumat, salat Idul Fitri dan salat Idul Adha yang untuk sementara waktu dilakukan di rumah juga sudah sering disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia untuk terus dingatkan kepada masyarakat. Namun masih tetap saja mendapatkan kritikan pada saat itu.
“Itu saja kami dikritik dan memushi kami terus pada saat itu. Padahal kita ingin memberikan edukasi bahwa Covid-19 yang sangat berbahaya ini basisnya yaitu kerumunan dan kedekatan orang. Tapi itu terus kita lakukan agar ini juga diedukasi melalui suara sound system masjid agar para takmir-takmir masjid atau Marbot-Marbot masjid mengikuti perkembangan dan kemudian menyerukan masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kesehatan,” tuturnya.
Jadi intinya, ia menyampaikan bahwa antara kebijakan satu hal dengan proses edukasi masyarakat itu harus berjalan secara seimbang. Di samping ituiajugamenegaskanaparat penegakjuga harus hadir sekaligusharus juga ada unsur edukatif.
“Aparat yang turun itu juga harus memberikan edukasi juga, bukan soal penegakan-penegasan saja. Saya kira itu lebih bagus,”katamantan Dekan Fakultas Syari’an Institut PTIQini.
Selain itu, menurut mantan Kepala Biro Umum Institut PTIQ ini, masyarakat sendiri sebenarnya sudah mengikuti keteladanan dari pemimpinnya, siapapun dia. Sehingga memang perlu keteladanan yang baik dari para pemimpin negara dan pemuka agama agar masyarakat juga mematuhi.
“Jadi soal keteladanan pada dasarnya menurut saya ini di Indonesia sudah bagus. Siapapun dia, apakah dia dari golongannya atau bukan, kalau dia pemimpin tapi ada keteladanan tentu sudah pasti itu ada. Jadi kita harapkan hal itu tidak dicampur antara bagaimana kepatuhan orang pada pemimpin dengan kepatuhan orang pada suatu kebijakan itu,” ujar mantan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, Pimpinan Pusat Muhammadiyahini.
Lalu ia pun mencontohkan Dewan Masjid Indonesia sendiri melalui Jususf Kalla (JK) selaku Ketua Umumyang pernah memberikan contoh dan edukasi terkait hal ini. Dimana Dewan Masjid Indonesia adalah ormas yang pertama kali membicarakan Covid-19 ini secara internal dan mengundang beberapa orang membicarakan kemungkinan kemungkinan itu setelah ada dua kasus untuk dua orang yang ada di Depok dulu.
“Jadi saat itu kita juga membuat edaran agar karpet masjid digulung, kemudian membuat jarak mulai diatur, jangan rapat-rapat. Itu saja kita sudah dikritik waktu itu. Tanggapannya saat itu ’dimana kita sholat saja disuruh merapatkan barisan, kok ini malah disuruh memberi jarak’.Seperti itu kritiknya pada kami saat itu,” ungkapmantan Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Termasuk juga menurutnya edaran mengenai salat jumat, salat Idul Fitri dan salat Idul Adha yang untuk sementara waktu dilakukan di rumah juga sudah sering disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia untuk terus dingatkan kepada masyarakat. Namun masih tetap saja mendapatkan kritikan pada saat itu.
“Itu saja kami dikritik dan memushi kami terus pada saat itu. Padahal kita ingin memberikan edukasi bahwa Covid-19 yang sangat berbahaya ini basisnya yaitu kerumunan dan kedekatan orang. Tapi itu terus kita lakukan agar ini juga diedukasi melalui suara sound system masjid agar para takmir-takmir masjid atau Marbot-Marbot masjid mengikuti perkembangan dan kemudian menyerukan masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kesehatan,” tuturnya.
Jadi intinya, ia menyampaikan bahwa antara kebijakan satu hal dengan proses edukasi masyarakat itu harus berjalan secara seimbang. Di samping ituiajugamenegaskanaparat penegakjuga harus hadir sekaligusharus juga ada unsur edukatif.
“Aparat yang turun itu juga harus memberikan edukasi juga, bukan soal penegakan-penegasan saja. Saya kira itu lebih bagus,”katamantan Dekan Fakultas Syari’an Institut PTIQini.
(mhd)