Bersepeda di Jalan Raya, Nyaman atau Rawan?
Rabu, 02 Juni 2021 - 05:57 WIB
Selain itu, lanjut dia, dengan adanya jalur sepeda permanen di sejumlah wilayah DKI Jakarta pun akan mengurangi luasan jalan di Ibu Kota.
"Ketertarikan warga untuk berpindah (dari transportasi pribadi) kan juga belum muncul. Jadi yang harus dibangun lebih dulu oleh Pemprov adalah integrasi transportasi massal dengan metode pembayaran yang terintegrasi juga. Yang kedua, bagaimana membangun jalur sepeda ini di jalur yang menjamin keamanan bagi pengguna sepedanya juga. Jadi harus ada keseimbangan," ujarnya.
Warsono menggariskan, jalur sepeda permanen yang ada saat ini seolah-olah menjadi rebutan antara pengguna kendaraan bermotor dengan pengguna sepeda. Di sisi lain, dia melihat, ada banyak pengguna sepeda bahkan menggunakan jalur kendaraan bermotor meski sudah ada jalur sepeda permanen.
Karenanya, menurut Warsono, jalur sepeda permanen yang telah ada maupun nanti yang akan dibangun haruslah memperhatikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna sepeda maupun kendaraan bermotor.
"Jadi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna sepeda harus diperhatikan. Nah, jalur sepeda yang ada sekarang kan belum efektif. Alokasi anggaran besar untuk jalur sepeda itu kan besar, harusnya kan sebanding dengan sisi manfaat bagi warga Jakarta kan. Alat ukurnya kan itu, soal manfaat kan. Apalah artinya Pemprov membangun jalur sepeda permanen tapi warga Jakarta tidak memanfaatkan itu, sehingga asas manfaatnya jadi berkurang," ungkap Warsono.
Dia menandaskan, seharusnya ada tahapan-tahapan yang dilalui oleh Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan dan pemberlakuan jalur sepeda permanen. Tahapan pertama, Pemprov memperbaiki transportasi publik serta meningkatkan kualitas dan integrasinya. Dengan begitu akan mewujudkan moda transportasi Jakarta yang benar-benar terintegrasi, baik integrasi jurusan/tujuan maupun metode pembayaran.
"Dengan demikian ketika Pemprov memberikan atau membuat alternatif jalan berupa jalur sepeda permanen, maka tidak akan mengakibatkan kemacetan tambahan dan jalur tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal,’’ jelas dia.
Tahapan kedua, pembangunan infrastruktur pendukung bagi jalur sepeda permanen dan penegakan aturan. Tahapan ketiga, melakukan sosialisasi secara menyeluruh dan berkesinambungan agar warga Ibu Kota beralih ke transportasi publik.
"Jalur sepeda permanen yang dibuat Pemprov itu betul menambah kemacetan, karena mengurangi luasan jalan. Tetapi kalau transportasi publik kita sudah semakin baik, aman, dan nyaman, maka orang nggak akan macam-macam," bebernya.
Pakar tata kota dan transportasi Universitas Trisakti Nirwono Jogi memberikan apresiasi atas pelaksanaan pembangunan jalur sepeda permanen yang sudah dibuat Pemprov DKI Jakarta di beberapa wilayah DKI, termasuk di Jalan Sudirman-Thamrin.
"Ketertarikan warga untuk berpindah (dari transportasi pribadi) kan juga belum muncul. Jadi yang harus dibangun lebih dulu oleh Pemprov adalah integrasi transportasi massal dengan metode pembayaran yang terintegrasi juga. Yang kedua, bagaimana membangun jalur sepeda ini di jalur yang menjamin keamanan bagi pengguna sepedanya juga. Jadi harus ada keseimbangan," ujarnya.
Warsono menggariskan, jalur sepeda permanen yang ada saat ini seolah-olah menjadi rebutan antara pengguna kendaraan bermotor dengan pengguna sepeda. Di sisi lain, dia melihat, ada banyak pengguna sepeda bahkan menggunakan jalur kendaraan bermotor meski sudah ada jalur sepeda permanen.
Karenanya, menurut Warsono, jalur sepeda permanen yang telah ada maupun nanti yang akan dibangun haruslah memperhatikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna sepeda maupun kendaraan bermotor.
"Jadi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna sepeda harus diperhatikan. Nah, jalur sepeda yang ada sekarang kan belum efektif. Alokasi anggaran besar untuk jalur sepeda itu kan besar, harusnya kan sebanding dengan sisi manfaat bagi warga Jakarta kan. Alat ukurnya kan itu, soal manfaat kan. Apalah artinya Pemprov membangun jalur sepeda permanen tapi warga Jakarta tidak memanfaatkan itu, sehingga asas manfaatnya jadi berkurang," ungkap Warsono.
Dia menandaskan, seharusnya ada tahapan-tahapan yang dilalui oleh Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan dan pemberlakuan jalur sepeda permanen. Tahapan pertama, Pemprov memperbaiki transportasi publik serta meningkatkan kualitas dan integrasinya. Dengan begitu akan mewujudkan moda transportasi Jakarta yang benar-benar terintegrasi, baik integrasi jurusan/tujuan maupun metode pembayaran.
"Dengan demikian ketika Pemprov memberikan atau membuat alternatif jalan berupa jalur sepeda permanen, maka tidak akan mengakibatkan kemacetan tambahan dan jalur tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal,’’ jelas dia.
Tahapan kedua, pembangunan infrastruktur pendukung bagi jalur sepeda permanen dan penegakan aturan. Tahapan ketiga, melakukan sosialisasi secara menyeluruh dan berkesinambungan agar warga Ibu Kota beralih ke transportasi publik.
"Jalur sepeda permanen yang dibuat Pemprov itu betul menambah kemacetan, karena mengurangi luasan jalan. Tetapi kalau transportasi publik kita sudah semakin baik, aman, dan nyaman, maka orang nggak akan macam-macam," bebernya.
Pakar tata kota dan transportasi Universitas Trisakti Nirwono Jogi memberikan apresiasi atas pelaksanaan pembangunan jalur sepeda permanen yang sudah dibuat Pemprov DKI Jakarta di beberapa wilayah DKI, termasuk di Jalan Sudirman-Thamrin.
tulis komentar anda