Profil Guru Ma’Mun, Tokoh Betawi Dikenal Singa Podium yang Diabadikan Jadi Nama Jalan di Jakarta Barat

Minggu, 17 Juli 2022 - 06:01 WIB
loading...
Profil Guru Ma’Mun,...
KH Ma’mun Nawawi (Mama Cibogo)/Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Salah satu jalan di Jakarta Barat, namanya berubah dari yang bernama Jalan Rawa Buaya, kini menjadi Jalan Guru Ma’mun. Guru Ma’mun sendiri merupakan seorang ulama Betawi sekaligus tokoh intelektual di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.

Berkat perannya dalam menyebarkan ajaran Islam di sana, namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Rawa Buaya. Bagaiamana perjalanan hidup tokoh yang dikenal dengan nama Singa Podium ini, begini ulasannya:

Guru Ma’mun dikenal sebagai seorang tokoh agama, ulama, guru, intelektual asli Bekasi. Ulama yang bernama asli Abdurrazak Ma'mun ini merupakan ulama kebanggaan warga Betawi. Ia dikenal gigih berjuang memajukan pendidikan Islam di sana.

Hal ini dibuktikannya dengan mendirikan Madrasah Raudhatul Muta'allimin pada tahun 1945. Guru Ma’mun juga mempunyai julukan Singa Podium karena kemampuan retorikanya yang hebat. Selain itu, ulama ini pernah menjabat sebagai Katib Syuriah PBNU 1967-1971.

Ia merupakan ulama yang lahir bulan Rabi’ul Awwal 1335 H atau pada tahun 1916. Melalui garis keturunan ibunda, ia adalah cucu dari Guru Muhammad Mughni, salah satu ulama besar Kuningan, Jakarta Selatan.



Guru Ma’mun wafat pada 25 Muharram 1404 H/1 November 1983 di usianya yang menginjak 67 tahun. Jenazah Guru Ma’mun dikebumikan di Kompleks Masjid Darussalam, Kuningan, Jakarta Selatan, di samping makam ayahnya, Guru H. Muhammad Ma'mun bin Jauhari bin Mi'un.Sebelum menjadi ulama, Guru Ma’mun terlebih dahulu menimba ilmu di Jakarta bersama orang tuanya.

Selain itu, ia berguru dengan ulama terkenal Betawi lainnya, Guru Majid. Sejarah mencatat bahwa Guru Ma’mun kerap mengaji di rumah Guru Majid. Guru Ma’mun juga belajar ilmu agama dan ilmu lainnya di Arab Saudi, di Kota Mekkah, selama enam tahun. Demi memperjuangkan pendidikan, Guru Ma’mun mendirikan Madrasah Raudhatul Muta’allimin di tahun 1945.

Berdirinya madrasah ini diawali oleh Guru Ma’mun dengan dua kiai Betawi lainnya, KH. Ali Syibromalisi dan KH. Abd Syakur Khairy, yang mengikuti Muktamar Nahdhatul Ulama. Pertemuan besar wakil organisasi diadakan PBNU di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Berbekal niat tulus dan cita-cita memajukan agama, bangsa dan negara, ketiganya pun mulai mengembangkan visi dan misinya untuk membangun sebuah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut akan memakai ajaran Islam yang berpaham pada Ahlussunnah Wal Jamaah.

Sepetak tanah berhasil dibeli, ketiga ulama tersebut mulai merencanakan pembangunan. Guru Ma’mun juga melakukan pendekatan kepada sejumlah pengusaha untuk perluasan pembelian lahan tanah dan pembangunan sebuah pendidikan madrasah di sekitar lokasi tersebut.

Usaha Guru Ma’mun berhasil, di mana sejumlah pengusaha mendukung ketiganya. Banyak juga sumbangan moril maupun material masyarakat sekitar yang begitu antusias untuk mendirikan lembaga pendidikan. Akhirnya pada bulan Agustus 1945, terbentuklah sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Madrasah Yayasan Raudhatul Muta’allimin.

Semasa hidupnya, Guru Ma’mun juga sangat menyayangi murid-muridnya. Salah satu usahanya adalah mengusahakan dana pendidikan kepada muridnya agar bisa bersekolah di Timur Tengah. Sejumlah muridnya yang juga menjadi ulama terkenal adalah KH. Abdul Azdhim Suhami, KH. Salim Jaelani dan adiknya, KH. Soleh Jaelani, KH. Sidiq Fauzi, KH. Muchtar Ramli, KH. Abdul Razak Chaidir, KH. Abdur Rasyid dan KH. Abdul Hayyi.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1364 seconds (0.1#10.140)