Kenapa Tangerang Banyak Lapas? Begini Cerita dan Sejarahnya

Sabtu, 11 September 2021 - 05:05 WIB
loading...
Kenapa Tangerang Banyak Lapas? Begini Cerita dan Sejarahnya
Penjara anak-anak (Jeugdgevangenis) di Tanah Tinggi, Tangerang (1935). Foto: poestahadepok.blogspot.com
A A A
JAKARTA - Kebakaran Lapas Tangerang membuat banyak orang bertanya, itu lapas mana yang terbakar. Ternyata di Tangerang banyak lembaga pemasyarakatan ( lapas ), salah satunya Lapas Kelas 1 Tangerang yang kebakaran.

Lapas-lapas lainnya yakni Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang, Lapas Anak Perempuan Kelas IIB Tangerang, dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Tangerang. Semua penjara itu berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Baca juga: Saksikan 44 Rekannya Tewas Terbakar, Warga Binaan Lapas Tangerang Jalani Pemulihan Trauma

Mau tahu sejarah banyaknya lapas di Tangerang? Dikutip dari poestahadepok.blogspot.com, Sabtu (11/9/2021), penjara di Tangerang sudah ada pada tahun 1824. Ini sehubungan dengan pembangunan kantor polisi Tangerang di Tanah Tinggi. Saat itu Afdeeling (Kabupaten) Tangerang masih dipimpin oleh seorang Schout. Fungsi Schout saat itu lebih banyak bertugas dalam urusan keamanan daripada menjalankan fungsi pemerintahan. Penjara adalah salah satu sarana bagi Schout Tangerang. Schout sendiri diadopsi oleh orang Belanda dari Prancis, di Amerika disebut Sherif.

Dalam perkembangannya, di Tangerang tidak hanya penjara bagi umum (gevangenis), tapi juga kemudian diadakan penjara bagi pria (mannengevangenis) dan juga penjara khusus bagi wanita (vrouwengevangenis) serta penjara anak-anak (jeugdgevangenis).

Schout Tangerang Membangun Penjara

Pada 1799, VOC dibubarkan dan kemudian diakuisisi oleh Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), pemerintah membentuk pemerintahan di Afdeeling Tangerang dengan mengangkat Schout.

Schout pertama diangkat tahun 1810. Schout ini berkantor di Tanah Tinggi. Tidak lama kemudian, Pemerintah Hindia Belanda digantikan oleh Inggris (1811-1816).

Meski Tangerang sudah menjadi kota, karena ada pasar dan sejak era VOC sudah ada benteng, tetapi tidak serta merta pemerintah dapat mendirikan bangunan di Tangerang. Kota Tangerang masih dimiliki oleh swasta yang dalam hal ini dimiliki oleh tuan tanah (landheer) land Tangerang. Penempatan kantor pemerintah (Schout) di Tanah Tinggi boleh jadi karena berada di tengah. Karenanya, ibu kota Afdeeling Tangerang kali pertama berada di Tanah Tinggi.

Saat itu, batas Residentie Batavia baru sebatas sungai Tjisadane (Kota Tangerang). Residen Batavia dibantu oleh seorang Asisten Residen yang disebut Asisten Residen Ommelanden Batavia (yang terdiri dari Afdeeling Meester Cornelis, Afdeeling Tangerang dan Afdeeling Bekasi). Di Afdeeling Tangerang ditempatkan seorang Schout bernama JF Carels.
Baca juga: Kebakaran Lapas Tangerang Naik ke Penyidikan, Polisi Cari Tersangka

Setelah Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali, pemerintahan di Afdeeling Tangerang dilanjutkan. Pemerintah membeli land Tangerang dan menjadikannya sebagai ibu kota pemerintah. Kota Tangerang menjadi milik pemerintah. Namun baru pada tahun 1820 pemerintahan di Afdeeling Tangerang dipindahkan ke Kota Tangerang. Wilayah Afdeeling Tangerang juga telah diperluas hingga ke batas sungai Tjikande (sungai Tjidoerian).

Pada 1824, bekas rumah dan kantor Schout di Tanah Tinggi dijadikan sebagai kantor polisi. Kantor polisi kemudian memiliki penjara. Inilah awal adanya penjara di Tangerang. Schout Tangerang juga ditingkatkan statusnya menjadi Hoofdschout yang membawahi beberapa onderschout di antaranya berada di Katapang.
Kenapa Tangerang Banyak Lapas? Begini Cerita dan Sejarahnya

Lapas Anak Pria Tangerang. Foto: kemdikbud.go.id

Selama ini jika Schout menangkap dan menahan seseorang yang melanggar hukum, sang terdakwa ditempatkan di penjara di Batavia. Hal yang sama juga dilakukan oleh Schout Meester Cornelis dan Schout Bekasi. Pada saat itu para tahanan (yang sehat dan kuat) banyak yang dipekerjakan sebagai rodi yang dikirim ke berbagai daerah untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat seperti membangun jalan, jembatan dan benteng. Para tahanan disebut orang rantai (karena kakinya dirantai). Karenanya, penjara-penjara di Batavia tidak pernah over capacity.

Pada 1826 di Afdeeling Tangerang dibentuk pengadilan yang disebut landraad. Hoofdschout Tangerang juga menjadi anggota landraad. Untuk ketua pengadilan diangkat pemerintah tersendiri. Ketua pengadilan ini melakukan tugas di dua landraad di Meester Cornelis dan Tangerang. Landraad Meester Cornelis termasuk Afdeeling Bekasi. Afdeeling Bekasi sendiri hanya dipimpin oleh setingkat Schout (sementara di Afdeeling Tangerang statusnya Hoofdschout).

Dalam perkembangannya, Afdeeling (district) Tangerang yang dipimpin oleh Hoofdschout memiliki penjara yang lebih besar yang dibangun di kota Tangerang. Lokasi penjara ini tidak jauh dari kantor Hoofdschout. Meester Cornelis (yang juga mencakup Bekasi) memiliki penjara yang lebih besar. Penjara Meester Cornelis ini menempati eks benteng Meester Cornelis (lokasinya di dekat jembatan Tjiliwong di Meester Coornelis).

Pada 1859, status (Afdeeling) District Tangerang ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Fungsi Hoofdschout ditiadakan, tetapi Asisten Residen membawahi beberapa orang schout/onderschout (yang fungsinya hanya di bidang keamanan, semacam polisi). Selain Schout di Katapang juga ditempatkan seorang schout di Maoek dan kemudian seorang onderschout di Tjoeroeg.

Residentei Batavia, Residen membawahi tiga Asisten Residen (Meester Cornelis, Buitenzorg dan Tangerang).
Baca juga: Ditjen PAS Segera Renovasi Blok C2 Lapas Tangerang

Di Afdeeling Bekasi masih dipimpin oleh Schout (di bawah Asisten Residen di Meester Cornelis). Pada tahun 1869 terjadi kerusuhan di Bekasi, Asisten Residen Meester Cornelis dan Schout Bekasi terbunuh. Oleh karena kekosongan pimpinan daerah di Meester Cornelis (termasuk Bekasi) dirangkap oleh Asisten Residen Tangerang (hingga Asisten Residen Meester Cornelis yang baru diangkat).

Dalam perkembangannya fungsi schout (kecuali di Bekasi) menjadi fokus soal keamanan (semacam kepala polisi). Fungsi schout ini selain ditemukan Batavia (di Weltevreden dan Tanah Abang) juga terdapat di Semarang dan Soerabaja serta Cheribon. Schout telah bertransformasi menjadi polisi. Inilah sejarah awal polisi di Hindia Belanda. Sementara itu fungsi schout/onderschout di district Tangerang masih merangkap dalam tugas pemerintahan untuk membantu Asisten Residen.

Pada 1873, fungsi Schout yang merangkap tugas pemerintahan ini di Residentie Batavia digantikan oleh fungsi yang baru yakni Demang. Dalam hal ini Demang adalah pejabat pemerintah yang diangkat yang berasal dari orang pribumi. Demang membawahi polisi-polisi yang dipekerjakan untuk membantu tugas Demang.

Sementara di kota-kota seperti Batavia, schout adalah kepala polisi (semacam kapolsek) seperti yang terdapat di Weltevreden, Tanah Abang, Pasar Baroe dan Senen. Schout ini adalah orang Eropa/Belanda. Salah satu schout terkenal di Batavia adalah Schout Hinne yang berhasil menembak si Pitoeng pada tahun 1893. Si Pitoeng sebelumnya pernah di penjara Meester Cornelis dan melarikan diri.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1836 seconds (0.1#10.140)