Anggota DPRD DKI Geram Terhadap Mafia Kremasi Jenazah Covid-19

Rabu, 21 Juli 2021 - 17:28 WIB
loading...
Anggota DPRD DKI Geram Terhadap Mafia Kremasi Jenazah Covid-19
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth geram dengan aksi mafia kremasi Jenazah Covid-19 yang tega memeras warga di tengah pandemi seperti ini.

Menurutnya, perbuatan tersebut sangat tidak manusiawi. "Jika benar terjadi pemerasan biaya kremasi di tengah pandemi, maka perbuatan tersebut adalah hal yang sangat biadab. Info yang saya dapat bahwa mereka tega memeras keluarga korban hingga puluhan juta rupiah," ujar Kenneth dalam keterangannya, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Biaya Kremasi Pasien Covid-19 Capai Rp80 Juta, Wagub DKI: Jangan Ambil Keuntungan di Masa Sulit Ini

Namun, kata pria yang akrab disapa Kent itu, seharusnya pihak keluarga korban tak perlu menanggapi ketika ditawarkan harga sebesar Rp80 juta untuk biaya kremasi. Dan bisa langsung melaporkan ke pihak kepolisian.

"Jangan ditanggapi karena jatuhnya kasus tersebut sama saja seperti pungli. Satu sisi saya paham, mungkin keluarga dalam kondisi kalut, panik dan sangat membutuhkan pelayanan, tetapi seharusnya pihak keluarga juga bisa mengecek ke tempat pelayanan kremasi yang lain sebagai acuan harga. Kalau merasa harga yang ditawarkan tidak wajar langsung saja laporkan ke pihak kepolisian," katanya.

Dia menyayangkan sikap Rumah Duka Abadi di Jalan Daan Mogot, Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan yang membubuhkan harga sebesar Rp45 juta untuk jasa kremasi di kwitansinya.

"Kalau Anda (rumah duka Abadi) mengelak, kenapa ada harga Rp45 juta untuk jasa kremasi di atas bon Anda, kalau memang menurut keterangan Anda yang melakukan adalah pihak ketiga seharusnya jangan pakai bon Anda. Dalam hal ini terlihat sudah ada niat untuk mengambil keuntungan, mau dikremasi di Cirebon, mau di Karawang atau di tempat lain kalau realitanya seperti ini Anda terlihat seperti mengambil keuntungan dalam pelayanan tersebut. Harga standar kremasi paling mahal itu Rp20 jutaan," ujar Kent.

Dia meminta kepada pihak kepolisian agar bisa bergerak cepat untuk mengungkap mafia kremasi jenazah Covid-19 yang sudah meresahkan warga terutama warga Jakarta Barat.

"Saya minta polisi harus bergerak cepat dan transparan untuk mengungkap kasus ini. Jangan sampai masyarakat Jakarta Barat menjadi resah dan tidak nyaman akibat dari kasus tersebut, harus diselidiki dengan cepat dan mengekspose kasus ini secara transparan. Jangan biarkan permasalahan ini menjadi semakin simpang siur tidak jelas arahnya hingga mengakibatkan rasa kebingungan di tengah masyarakat," ungkapnya.

Jika dalam penyidikan kasus terbukti bersalah polisi harus berani segera menetapkan tersangka dan untuk pihak Kejaksaan agar bisa mengawasi perkara ini. Jika berkas perkara sudah P21 harus berani menuntut hukuman yang maksimal.

"Harus dituntut yang tinggi karena sudah melanggar asas perikemanusiaan dan membuat susah warga di tengah pandemi," tegas Kent.

Anggota Dewan yang terpilih dari Dapil 10 Jakarta Barat yang meliputi Kecamatan Grogol Petamburan, Taman Sari, Kebon Jeruk, Palmerah dan Kembangan itu meminta kepolisian agar cepat menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas.
Baca juga: Hotman Paris Bongkar Biaya Kremasi Pasien Covid-19 Capai Rp80 Juta: Apakah Kau Bisa Tersenyum?

"Saya juga minta agar kasus ini bisa diselesaikan secara cepat. Saya tidak bisa membiarkan situasi Jakarta Barat tidak kondusif. Saya anggota dewan yang dipilih dari dapil Jakarta Barat harus benar-benar hadir di tengah masyarakat Jakarta Barat dalam kondisi seperti apapun. Saya ingin warga Jakarta Barat merasa nyaman, aman, dan tidak resah dengan kasus mafia kremasi," katanya.

Dia meminta Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) untuk bertindak cepat menelusuri dugaan kartel kremasi jenazah Covid-19 yang mengenakan biaya Rp45 juta hingga Rp80 juta. Jika memang juga ada pegawainya yang terlibat bermain mata dengan pengusaha kremasi jenazah harus dicopot dari jabatannya dan diproses sesuai hukum berlaku.

Pemprov DKI harus menetapkan standar satu harga untuk jasa kremasi bagi jenazah yang meninggal akibat Covid-19 secara adil supaya tidak muncul lagi kejadian seperti ini di kemudian hari.

"Saya berharap tidak ada terjadi kongkalikong antara operator di lapangan yang mempunyai niat mengambil untung besar dengan memanfaatkan kondisi keluarga korban yang sedang kalut dan bingung, karena terdesak jenazah keluarganya meninggal akibat terpapar Covid-19 dan harus segera dikremasi. Jika memang terbukti ada oknum Distamhut DKI yang bermain, Pemprov DKI harus menindak secara tegas. Untuk mengantisipasi kejadian ini agar tak terulang, Pemprov DKI harus berani melakukan terobosan menetapkan standar satu harga bagi keluarga yang ingin mengkremasi jenazah keluarganya yang meninggal akibat Covid-19," beber Kent.

Diketahui sebelumnya, sebuah pesan berantai berjudul 'Diperas Kartel Kremasi' viral di media sosial. Korban bernama Martin mengungkapkan lonjakan tarif kremasi yang harus dikeluarkan di masa pandemi Covid-19 bisa mencapai Rp80 juta.

Dalam pesan tersebut, Martin yang merupakan warga Jakarta Barat mengatakan bahwa ibunya meninggal dunia pada 12 Juli 2021. Dinas Pemakaman DKI membantu mencarikan krematorium untuk ibunya.

"Kemudian kami dihampiri orang yang mengaku Dinas Pemakaman menyampaikan bahwa paket kremasi Rp48,8 juta, jenazah bisa segera dikremasi di Karawang dan harus cepat karena RS lain juga ada yang mau ambil slot ini," tulis Martin dalam pesan tersebut.
Baca juga: Polisi Sediki Laporan Praktik Kartel Kremasi Jenazah Covid-19

Dia terkejut dengan biaya yang disebutkan petugas. Pasalnya, enam minggu sebelumnya, kakak Martin meninggal dunia dan dikremasi dengan biaya tak sampai Rp10 juta. Dua minggu setelahnya, besan dari kakak Martin dan anak perempuannya juga meninggal dunia akibat Covid-19. Saat itu biaya yang dikeluarkan sebesar Rp24 juta per orang. "Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" ujar Martin.

Dia mencoba menghubungi beberapa krematorium di wilayah Jabodetabek. Namun, sebagian besar tidak mengangkat telepon darinya. Sementara sebagian yang mengangkat telepon mengatakan krematorium sudah penuh.

Martin mencoba menghubungi pihak yang dulu mengurus kremasi kakaknya. Namun, pihak tersebut mengatakan biaya telah melonjak seperti yang dikatakan petugas yang mengaku dari Dinas Pemakaman.

"Kemudian dia juga tawarkan Rp45 juta, jenazah juga bisa segera dikremasi tapi besok di Cirebon. Dari teman kami juga mendapat beberapa kontak yang biasa mengurus kremasi. Ternyata slot bisa dicarikan tapi ada harganya, bervariasi mulai Rp45 juta sampai Rp55 juta," tutur Martin.

Sementara, pihak rumah sakit mendesak Martin dan keluarga untuk segera memindahkan jenazah. Lantaran terdesak, keluarga memilih mengkremasi di Karawang, yakni krematorium yang ditawarkan oleh petugas yang mengaku dari Dinas Pemakaman. Sayangnya, petugas mengatakan bahwa slot kremasi di Karawang sudah diambil orang lain. Namun, petugas mengatakan bahwa kawannya akan mencarikan tempat lain.

Tak lama, petugas tersebut mengabarkan bahwa dia mendapat slot kremasi untuk lima hari ke depan di krematorium pinggir kota dengan biaya Rp65 juta. "Segera kami mengerti bahwa kartel telah menguasai jasa mengkremasi sanak family korban C-19 dengan tarif Rp45 juta-Rp65 juta," ujar Martin.

Martin sekeluarga memutuskan untuk mengkremasi jenazah ibunya di Cirebon, Jawa Barat. Keesokan harinya, Martin sekeluarga tiba di Cirebon sekitar pukul 09.30 WIB. Sementara, mobil jenazah ibu Martin sudah sampai pada pukul 07.00 WIB. Martin sekeluarga kemudian mengecek isi peti jenazah yang dibawa mobil tersebut.

"Ternyata di dalam mobil jenazah tersebut ada peti jenazah lain, rupanya satu mobil sekaligus angkut dua jenazah," kata Martin.

Sambil menunggu giliran kremasi, Martin berbincang dengan pengurus kremasi. Pihak pengurus kremasi mengatakan bahwa hanya ada satu harga kremasi, yakni Rp2,5 juta. Namun, biaya tambahan memang dikenakan ketika harus melakukan prosedur Covid-19. Pasalnya, harus ada pengadaan alat pelindung diri (APD), penyemprotan dan lain-lain. Tetapi, biaya tambahan hanya beberapa ratus ribu rupiah saja.

"Betapa nyamannya kartel ini 'merampok' keluarga yang berduka, karena biaya peti dan biaya mobil jenazah (satu mobil dua jenazah) harusnya tidak sampai Rp10 juta," ujar Martin.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1200 seconds (0.1#10.140)