Kekerasan Anak di Tangsel, Pakar Psikologi: Fenomena Anti-Observer Effect

Sabtu, 22 Mei 2021 - 04:03 WIB
loading...
Kekerasan Anak di Tangsel, Pakar Psikologi: Fenomena Anti-Observer Effect
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai, kekerasan anak di Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai fenomena anti-observer effect. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
TANGERANG SELATAN - Pakar Psikologi Forensik , Reza Indragiri Amriel menilai, kekerasan anak di Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai fenomena anti-observer effect.

Itu kebalikan dari teori observer effect yang akan mengekang perilaku asosial dan amoral, jika terekam CCTV dan body cam pada polisi. Teori anti observer effect justru senang kekejamannya ini direkam. (Baca juga; Rekam Video Aniaya Putri Kandung, Pria 35 Tahun Diciduk Polres Tangsel )

"Kejadian di Tangsel itu merupakan antitesis terhadap teori efek pengamat. Kesadaran bahwa dia diamati justru membuatnya semakin brutal," kata Reza, kepada SINDOnews, Jumat (21/5/2021).

Menurut dia, perilaku tersebut memang kerap terjadi. Seperti pengguna jalan yang murka lalu memaki petugas saat dia harus balik arah. (Baca juga; Anak Korban Kekerasan Sang Ayah di Tangsel Bercita-cita Ingin Jadi Polwan )

"Tapi pada kasus Tangsel asumsi agresi emosional itu patut dikesampingkan, karena faktanya si pelaku sengaja merekam perilakunya. Berarti kendali perilaku pelaku ini normal," sambungnya.

Menurut dia, aksi merekam kekerasan tersebut justru mengindikasikan perilaku jahat dengan motif instrumental. Dia punya target yang ingin dicapai, termasuk kalkulasi apa yang akan diraih.

"Lewat memvideokan aksi kejinya itu, pelaku ingin mengirimkan pesan bahwa ancamannya bukan main-main. Dia 'konsekuen' bahwa perbuatannya sama dengan perkataannya," ungkapnya.

Yang mengejutkan, sasaran kekerasan itu, bahkan bukanlah si anak. Tetapi mantan istrinya yang kini berada di Malaysia. Dengan demikian, si anak itu dijadikan korban perantara ke utama.

"Korban utama adalah istrinya. Korban antara si anak. Target pelaku adalah memaksa korban utama dengan memanfaatkan korban antara," jelasnya.

Nahasnya, korban perantara ini kerap jadi sasaran kekejaman. Yang paling buruk, dia bisa menjadi korban pembunuhan. Tetapi beruntung, polisi cepat menciduk pelaku, sehingga kemungkinan itu sirna.

"Untuk itu, yang polisi perlu cek adakah melintas di kepala si pelaku, bahwa dia akan menghabisi anak tersebut. Jika ya, aksinya dapat dikategori sebagai percobaan pembunuhan," pungkasnya.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1314 seconds (0.1#10.140)