Taman Makam Yayasan Sinar Bumi Jonggol Sambut Peziarah Ceng Beng
loading...
A
A
A
Ketika mereka mengunjungi makam leluhur, mereka yang berziarah tidak hanya memperingati mereka yang telah tiada, tetapi juga menyatukan diri dengan sejarah keluarga dan menghormati warisan yang telah ditinggalkan untuk penerusnya.
Perayaan Ceng Beng ini mengingatkan keseimbangan antara kesedihan dan kebahagiaan, antara kematian dan kelahiran baru. Menghabiskan waktu di alam terbuka yang “cerah bening” menjadi kesempatan berefleksi dalam kedamaian dan membuka diri akan kesempatan dan peluang baru ke depannya.
Festival Ceng Beng (Qing Ming) telah dijalani selama lebih dari 2.500 tahun. Konon, festival ini diawali upacara ziarah kubur para kaisar dan jenderal Tiongkok kuno yang belakangan menjadi salah satu festival penting dalam budaya Tiongkok.
Festival ini dinamai dari kata "Qing” (bersih) dan “Ming" (jernih), yang melambangkan harapan baik saat melakukan ziarah kubur. Tradisi ini merupakan perwujudan sikap masyarakat Tionghoa yang sangat menghormati leluhurnya.
Saat Festival Ceng Beng, masyarakat Tionghoa berziarah ke makam leluhur, membersihkan makam, membakar kertas, membawa bunga untuk ditabur, serta meletakkan persembahan sebagai ungkapan terima kasih dan hormat kepada anggota keluarga yang telah meninggal.
Menurut tradisi, ziarah kubur sebaiknya dilakukan sejak pagi dan sebelum tengah hari. Festival Ceng Beng merupakan hari libur di Tiongkok. Masyarakat Tionghoa di seluruh dunia memiliki kebiasaan berbeda dalam melakukan ziarah kubur.
Aprianus Charles mengaku senantiasa menjaga dan melestarikan makam-makam yang ada di taman makam ini, sebagaimana selama puluhan tahun bersinergi dengan pemerintah dan warga masyarakat sekitar agar prosesi Ceng Beng dapat berjalan dengan lancar setiap tahunnya.
“Khusus tahun 2024 ini yang bertepatan dengan ibadah puasa, kami mengimbau seluruh peziarah dapat menjaga kebersihan, ketenangan dan ketertiban selama berziarah dan agar dapat mempersiapkan diri dan alat-alat sembahyang dengan baik agar prosesi ibadah dapat berjalan lancar. Jika membutuhkan bantuan agar tidak sungkan menghubungi pengurus maupun pekerja di lokasi,” kata Aprianus.
Perayaan Ceng Beng ini mengingatkan keseimbangan antara kesedihan dan kebahagiaan, antara kematian dan kelahiran baru. Menghabiskan waktu di alam terbuka yang “cerah bening” menjadi kesempatan berefleksi dalam kedamaian dan membuka diri akan kesempatan dan peluang baru ke depannya.
Festival Ceng Beng (Qing Ming) telah dijalani selama lebih dari 2.500 tahun. Konon, festival ini diawali upacara ziarah kubur para kaisar dan jenderal Tiongkok kuno yang belakangan menjadi salah satu festival penting dalam budaya Tiongkok.
Festival ini dinamai dari kata "Qing” (bersih) dan “Ming" (jernih), yang melambangkan harapan baik saat melakukan ziarah kubur. Tradisi ini merupakan perwujudan sikap masyarakat Tionghoa yang sangat menghormati leluhurnya.
Saat Festival Ceng Beng, masyarakat Tionghoa berziarah ke makam leluhur, membersihkan makam, membakar kertas, membawa bunga untuk ditabur, serta meletakkan persembahan sebagai ungkapan terima kasih dan hormat kepada anggota keluarga yang telah meninggal.
Baca Juga
Menurut tradisi, ziarah kubur sebaiknya dilakukan sejak pagi dan sebelum tengah hari. Festival Ceng Beng merupakan hari libur di Tiongkok. Masyarakat Tionghoa di seluruh dunia memiliki kebiasaan berbeda dalam melakukan ziarah kubur.
Aprianus Charles mengaku senantiasa menjaga dan melestarikan makam-makam yang ada di taman makam ini, sebagaimana selama puluhan tahun bersinergi dengan pemerintah dan warga masyarakat sekitar agar prosesi Ceng Beng dapat berjalan dengan lancar setiap tahunnya.
“Khusus tahun 2024 ini yang bertepatan dengan ibadah puasa, kami mengimbau seluruh peziarah dapat menjaga kebersihan, ketenangan dan ketertiban selama berziarah dan agar dapat mempersiapkan diri dan alat-alat sembahyang dengan baik agar prosesi ibadah dapat berjalan lancar. Jika membutuhkan bantuan agar tidak sungkan menghubungi pengurus maupun pekerja di lokasi,” kata Aprianus.
(jon)