Kejagung Pastikan Mario Dandy dan Shane Tertutup Dapatkan Restorative Justice
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tersangka kasus penganiayaan terhada D (17), Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas, tertutup mendapatkan restorative justice (JC). Perbuatan keduanya dinilai sangat keji.
"Ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Sabtu (18/3/2023).
Ketut menjelaskan, perbuatan Mario Dandy dan Shane sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun di tengah masyarakat. Oleh karenanya keduanya tak layak mendapatkan restorative justice.
"Perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku," tegasnya.
Namun, untuk pacar Mario Dandy, AG (15), Kejagung mendorong penyelesaiaan kasus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum itu, melalui upaya-upaya damai. Hal itu sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan Aparat penegak hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum, yakni diversi bukan restorative justice," kata Ketut.
Namun demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari pihak korban dan keluarganya.
"Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan," tutupnya.
Restorative justice merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan. Pengertian restorative justice atau keadilan restoratif ini tercantum dalam Pasal 1 huruf 3 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebelumnya menawarkan penyelesaian restorative justice terhadap perkara AG. Namun untuk Mario dan Shane, Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani menegaskan tidak ada ruang damai atau restorative justice terhadap keduanya.
"Ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Sabtu (18/3/2023).
Ketut menjelaskan, perbuatan Mario Dandy dan Shane sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun di tengah masyarakat. Oleh karenanya keduanya tak layak mendapatkan restorative justice.
"Perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku," tegasnya.
Namun, untuk pacar Mario Dandy, AG (15), Kejagung mendorong penyelesaiaan kasus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum itu, melalui upaya-upaya damai. Hal itu sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan Aparat penegak hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum, yakni diversi bukan restorative justice," kata Ketut.
Namun demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari pihak korban dan keluarganya.
"Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan," tutupnya.
Restorative justice merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan. Pengertian restorative justice atau keadilan restoratif ini tercantum dalam Pasal 1 huruf 3 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebelumnya menawarkan penyelesaian restorative justice terhadap perkara AG. Namun untuk Mario dan Shane, Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani menegaskan tidak ada ruang damai atau restorative justice terhadap keduanya.
(thm)