DKI Berlakukan PSBBT, Anggota DPRD Minta Sanksi Harus Tegas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi (PSBBT) di Jakarta hingga akhir Juni 2020. Hal itu dilakukan demi menekan angka penyebaran Covid-19. Masa perpanjangan PSBB selama bulan Juni itu disebut sebagai masa transisi untuk ke new normal .
Anies pun mengklaim bahwa secara umum wilayah DKI Jakarta sudah menjadi zona hijau kuning sehingga bisa mulai melakukan transisi. Namun ada wilayah-wilayah yang masih dikategorikan zona merah sehingga tetap butuh PSBBT. (Baca juga: Ojek Online Mulai Operasional Senin Besok, Syarat Ini Harus Dipenuhi)
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth meminta gubernur harus benar-benar serius dalam melakukan evaluasi besar-besaran terkait dengan PSBBT. Pasalnya secara kenyataan hingga saat ini masih banyak warga DKI Jakarta yang masih terpapar virus Corona atau COVID-19. "Kenapa masih saja banyak korban positif di Jakarta? Pak Anies harus benar-benar serius melakukan evaluasi besar-besaran terkait dengan penyebaran COVID-19 di Jakarta," katanya, Sabtu (6/6/2020). (Baca juga: DKI Tegaskan Pekan Ini Ganjil Genap Motor pada PSBB Transisi Belum Berlaku)
Kenneth pun merasa heran dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang suka sekali menggunakan kebijakan dengan istilah-istilah aneh saat pandemi COVID-19 ini, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi (PSBBT) dan emergency brake (rem darurat) Hal tersebut akan membuat masyarakat semakin bingung dengan istilah PSBBT atau emergency brake tersebut.
"Itu ada saja istilah-istilah aneh, janganlah membuat masyarakat semakin bingung, langsung to the point aja bilang ke masyarakat bahwa kita akan berlakukan new normal gitu, karena pada faktanya protokol yang dilakukan di lapangan adalah protokol new normal dan jangan ada istilah PSBBT atau apalah itu. Masyarakat tidak akan melihat dari judulnya, tapi yang di lihat adalah pelaksanaan dari PSBB tersebut dan hasilnya bagaimana. Itu yang akan menjadi catatan dan yang akan menjadi prestasi bagi kita semua. Jadi jangan lagi pakai istilah aneh-aneh yang akan membuat masyarakat semakin bingung dengan penerapannya," tegasnya.
Dia pun meminta orang nomor satu di DKI Jakarta itu jangan mengklaim jika sejumlah wilayah tidak ada lagi penularan virus Corona. Bisa jadi, malah akan menjadi klaster baru di sejumlah wilayah yang dikategorikan zona hijau dan kuning. Karena saat ini sejumlah warga sudah mulai beraktivitas normal kembali, mulai dari pasar tradisional hingga perkantoran.
"Yang dikhawatirkan jika menerapkan PSBBT tidak secara tegas itu akan berpotensi menjadi klaster penyebaran baru, di mana saat ini semua warga sudah mulai beraktivitas walaupun hanya dibatasi dalam 50 persen, seperti transportasi massal, pasar, maupun perkantoran," tuturnya.
Hingga saat ini, pria yang kerap disapa Kent itu pun membeberkan hasil temuannya bahwa masih banyak warga yang tidak mengindahkan protokol kesehatan COVID-19, seperti rajin mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer saat bersentuhan dengan fasilitas umum, menggunakan masker pada saat keluar rumah, dan social distancing atau jaga jarak saat beraktivitas.
"Banyak warga yang saat ini masih tidak mengindahkan protokol kesehatan, dan padatnya penduduk dengan aktivitas yang sudah kembali normal, akan membuat penyebaran virus corona begitu cepat merebak," sambungnya.
Oleh karena itu, Kent pun meminta Pemprov DKI Jakarta jangan bosan-bosannya untuk mensosialisasikan protokol kesehatan PSBBT kepada masyarakat. Selain itu, juga harus mengetatkan sanksi kepada warga dan petugas yang melanggar protokol kesehatan.
"Harus sosialiasi yang lebih intens, dan harus dijalankan secara disiplin termasuk petugas di lapangan dengan pengawasan yang baik, dan tidak diskriminatif. Harus ditindak tegas bagi masyarakat umum atau petugas protokol kesehatan yang melanggar peraturan PSBBT. Percuma banyak aturan dibuat, jikalau tidak ada ketegasan sanksi bagi yang melanggar. Pengawasannya musti benar-benar ketat jika ingin jumlah yang terpapar turun secara signifikan. jangan hanya beretorika, kalau hanya buat statement di media saja tidak akan ada gunanya," tegasnya.
Kent menambahkan, terkait dengan 62 RW yang berzona merah harus benar benar mendapat penanganan khusus dan perlu pengawasan yang ketat. Jika diperlukan lakukan lockdown lokal bagi yang berada di wilayah zona merah. "Harus benar-benar diperhatikan protokol kesehatannya. Pemprov harus berperan aktif memberikan edukasi terkait pentingnya protokol kesehatan. Dan jika perlu lakukan lockdown lokal di 62 RW tersebut agar benar-benar putus penularannya," tuturnya.
Diketahui kasus positif COVID-19 baru pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi (PSBBT) di DKI Jakarta tercatat bertambah 104 kasus, Sabtu 6 Juni 2020. Sehingga secara kumulatif kasus positif sampai dengan 6 Juni di wilayah DKI Jakarta sebanyak 7.870 kasus, dan sebanyak 2,840 orang dinyatakan sembuh. Sementara, yang meninggal totalnya 535 orang. Sedangkan Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 37,133 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 11,873 pasien.
DKI Jakarta berdasar kajian Gugus Tugas Penanganan COVID-19, sebagian kasus COVID-19 diperoleh dari hasil tracing yang dilaksanakan secara agresif terhadap kontak positif. Ditambah lagi dengan pekerja migran Indonesia yang masuk melalui Bandara Soekarno Hatta.
"Yang perlu diawasi adalah pasien yang OTG, ODP, dan PDP, harus benar-benar diawasi untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Lakukan lockdown lokal di 62 RW di Jakarta, tutup jalur keluar masuk Jakarta, itu saya kira bisa menurunkan curva penyebaran COVID-19," katanya.
Mengenai rencana Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang akan memulai kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021, yakni pada 13 Juli 2020, menurut Kent hal itu tidak perlu dilakukan dahulu karena belum diketahui hingga kapan virus tersebut akan berakhir. Pelaksanaannya boleh dilakukan jika kesiapan perangkat dan prosedur skrining telah dipenuhi.
"Jika belum ada kepastian akan dilakukan skrining secara ketat maka sangat tidak dianjurkan untuk memulai dilakukannya kebijakan belajar mengajar ini, karena sangat berbahaya sekali bagi siswa siswi pada tahun ajaran baru. Kegiatan belajar mengajar mulai dari TK hingga SMA jangan terlalu dipaksakan karena masih rawan penularan, sekolah baru boleh di buka jika proses skrining sudah selesai dilakukan," tegasnya.
Kent juga menyikapi soal pengemudi mobil dan motor yang melintas di kawasan Jakarta akan terkena sistem ganjil-genap pada masa PSBBT. Kendaraan yang dapat melewati jalanan Ibu Kota harus sesuai antara pelat nomor dan tanggalnya.
Dia mendapatkan laporan dari masyarakat yang keberatan dengan adanya peraturan ganjil genap yang ditujukan kepada kendaraan roda dua pada saat kebijakan PSBBT di laksanakan. Menurutnya, hal tersebut sangatlah berlebihan, menyuruh warga untuk beraktivitas mulai bekerja tapi transportasi dibatasi dengan kebijakan ganjil genap kendaraan roda dua dengan alasan membatasi pergerakan
"Semakin aneh saja, jangan lebaylah, kenapa motor juga dikenakan ganjil genap? Sedangkan kendaraan umum yang sudah pasti rawan dalam penularan virus corona juga dibatasi hanya 50 persen, yang ada jumlah penumpang pemakai kendaraan umum akan semakin menumpuk dan rentan untuk terpapar penyebaran virus COVID-19 ini. Tolong Pak Anies supaya tidak membuat aturan yang makin aneh dan membahayakan. Saat mau dimulainya pergerakan ekonomi, tapi mobilitas dipersulit dan dibuat makin rawan penularan virus corona," tegas Kent.
Menurut Kent, jika dilakukannya kebijakan ini dengan bertujuan untuk mengambil keuntungan dari transportasi massal maka hal tersebut sangatlah tidak bijaksana, yang ada akan mengorbankan masyarakat secara sengaja untuk terpapar virus Corona karena pasti akan ada penumpukan penumpang di stasiun transportasi umum yang hanya dibatasi 50%. Sedangkan pekerja sudah mulai beraktivitas normal.
Diketahui, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi dan mengizinkan sejumlah kegiatan beroperasi kembali. Misalnya, kegiatan di tempat ibadah diperbolehkan mulai berlangsung 5 Juni dengan catatan kapasitas hanya 50%.
Sedangkan kegiatan perkantoran diperbolehkan dimulai kembali pada tanggal 8 Juni. Adapun kegiatan mal serta pasar pada 15 Juni. Seluruhnya harus mengikuti protokol COVID-19 dengan kapasitas masyarakat yang terlibat hanya 50% dari kapasitas normal.
Anies pun mengklaim bahwa secara umum wilayah DKI Jakarta sudah menjadi zona hijau kuning sehingga bisa mulai melakukan transisi. Namun ada wilayah-wilayah yang masih dikategorikan zona merah sehingga tetap butuh PSBBT. (Baca juga: Ojek Online Mulai Operasional Senin Besok, Syarat Ini Harus Dipenuhi)
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth meminta gubernur harus benar-benar serius dalam melakukan evaluasi besar-besaran terkait dengan PSBBT. Pasalnya secara kenyataan hingga saat ini masih banyak warga DKI Jakarta yang masih terpapar virus Corona atau COVID-19. "Kenapa masih saja banyak korban positif di Jakarta? Pak Anies harus benar-benar serius melakukan evaluasi besar-besaran terkait dengan penyebaran COVID-19 di Jakarta," katanya, Sabtu (6/6/2020). (Baca juga: DKI Tegaskan Pekan Ini Ganjil Genap Motor pada PSBB Transisi Belum Berlaku)
Kenneth pun merasa heran dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang suka sekali menggunakan kebijakan dengan istilah-istilah aneh saat pandemi COVID-19 ini, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi (PSBBT) dan emergency brake (rem darurat) Hal tersebut akan membuat masyarakat semakin bingung dengan istilah PSBBT atau emergency brake tersebut.
"Itu ada saja istilah-istilah aneh, janganlah membuat masyarakat semakin bingung, langsung to the point aja bilang ke masyarakat bahwa kita akan berlakukan new normal gitu, karena pada faktanya protokol yang dilakukan di lapangan adalah protokol new normal dan jangan ada istilah PSBBT atau apalah itu. Masyarakat tidak akan melihat dari judulnya, tapi yang di lihat adalah pelaksanaan dari PSBB tersebut dan hasilnya bagaimana. Itu yang akan menjadi catatan dan yang akan menjadi prestasi bagi kita semua. Jadi jangan lagi pakai istilah aneh-aneh yang akan membuat masyarakat semakin bingung dengan penerapannya," tegasnya.
Dia pun meminta orang nomor satu di DKI Jakarta itu jangan mengklaim jika sejumlah wilayah tidak ada lagi penularan virus Corona. Bisa jadi, malah akan menjadi klaster baru di sejumlah wilayah yang dikategorikan zona hijau dan kuning. Karena saat ini sejumlah warga sudah mulai beraktivitas normal kembali, mulai dari pasar tradisional hingga perkantoran.
"Yang dikhawatirkan jika menerapkan PSBBT tidak secara tegas itu akan berpotensi menjadi klaster penyebaran baru, di mana saat ini semua warga sudah mulai beraktivitas walaupun hanya dibatasi dalam 50 persen, seperti transportasi massal, pasar, maupun perkantoran," tuturnya.
Hingga saat ini, pria yang kerap disapa Kent itu pun membeberkan hasil temuannya bahwa masih banyak warga yang tidak mengindahkan protokol kesehatan COVID-19, seperti rajin mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer saat bersentuhan dengan fasilitas umum, menggunakan masker pada saat keluar rumah, dan social distancing atau jaga jarak saat beraktivitas.
"Banyak warga yang saat ini masih tidak mengindahkan protokol kesehatan, dan padatnya penduduk dengan aktivitas yang sudah kembali normal, akan membuat penyebaran virus corona begitu cepat merebak," sambungnya.
Oleh karena itu, Kent pun meminta Pemprov DKI Jakarta jangan bosan-bosannya untuk mensosialisasikan protokol kesehatan PSBBT kepada masyarakat. Selain itu, juga harus mengetatkan sanksi kepada warga dan petugas yang melanggar protokol kesehatan.
"Harus sosialiasi yang lebih intens, dan harus dijalankan secara disiplin termasuk petugas di lapangan dengan pengawasan yang baik, dan tidak diskriminatif. Harus ditindak tegas bagi masyarakat umum atau petugas protokol kesehatan yang melanggar peraturan PSBBT. Percuma banyak aturan dibuat, jikalau tidak ada ketegasan sanksi bagi yang melanggar. Pengawasannya musti benar-benar ketat jika ingin jumlah yang terpapar turun secara signifikan. jangan hanya beretorika, kalau hanya buat statement di media saja tidak akan ada gunanya," tegasnya.
Kent menambahkan, terkait dengan 62 RW yang berzona merah harus benar benar mendapat penanganan khusus dan perlu pengawasan yang ketat. Jika diperlukan lakukan lockdown lokal bagi yang berada di wilayah zona merah. "Harus benar-benar diperhatikan protokol kesehatannya. Pemprov harus berperan aktif memberikan edukasi terkait pentingnya protokol kesehatan. Dan jika perlu lakukan lockdown lokal di 62 RW tersebut agar benar-benar putus penularannya," tuturnya.
Diketahui kasus positif COVID-19 baru pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi (PSBBT) di DKI Jakarta tercatat bertambah 104 kasus, Sabtu 6 Juni 2020. Sehingga secara kumulatif kasus positif sampai dengan 6 Juni di wilayah DKI Jakarta sebanyak 7.870 kasus, dan sebanyak 2,840 orang dinyatakan sembuh. Sementara, yang meninggal totalnya 535 orang. Sedangkan Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 37,133 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 11,873 pasien.
DKI Jakarta berdasar kajian Gugus Tugas Penanganan COVID-19, sebagian kasus COVID-19 diperoleh dari hasil tracing yang dilaksanakan secara agresif terhadap kontak positif. Ditambah lagi dengan pekerja migran Indonesia yang masuk melalui Bandara Soekarno Hatta.
"Yang perlu diawasi adalah pasien yang OTG, ODP, dan PDP, harus benar-benar diawasi untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Lakukan lockdown lokal di 62 RW di Jakarta, tutup jalur keluar masuk Jakarta, itu saya kira bisa menurunkan curva penyebaran COVID-19," katanya.
Mengenai rencana Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang akan memulai kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021, yakni pada 13 Juli 2020, menurut Kent hal itu tidak perlu dilakukan dahulu karena belum diketahui hingga kapan virus tersebut akan berakhir. Pelaksanaannya boleh dilakukan jika kesiapan perangkat dan prosedur skrining telah dipenuhi.
"Jika belum ada kepastian akan dilakukan skrining secara ketat maka sangat tidak dianjurkan untuk memulai dilakukannya kebijakan belajar mengajar ini, karena sangat berbahaya sekali bagi siswa siswi pada tahun ajaran baru. Kegiatan belajar mengajar mulai dari TK hingga SMA jangan terlalu dipaksakan karena masih rawan penularan, sekolah baru boleh di buka jika proses skrining sudah selesai dilakukan," tegasnya.
Kent juga menyikapi soal pengemudi mobil dan motor yang melintas di kawasan Jakarta akan terkena sistem ganjil-genap pada masa PSBBT. Kendaraan yang dapat melewati jalanan Ibu Kota harus sesuai antara pelat nomor dan tanggalnya.
Dia mendapatkan laporan dari masyarakat yang keberatan dengan adanya peraturan ganjil genap yang ditujukan kepada kendaraan roda dua pada saat kebijakan PSBBT di laksanakan. Menurutnya, hal tersebut sangatlah berlebihan, menyuruh warga untuk beraktivitas mulai bekerja tapi transportasi dibatasi dengan kebijakan ganjil genap kendaraan roda dua dengan alasan membatasi pergerakan
"Semakin aneh saja, jangan lebaylah, kenapa motor juga dikenakan ganjil genap? Sedangkan kendaraan umum yang sudah pasti rawan dalam penularan virus corona juga dibatasi hanya 50 persen, yang ada jumlah penumpang pemakai kendaraan umum akan semakin menumpuk dan rentan untuk terpapar penyebaran virus COVID-19 ini. Tolong Pak Anies supaya tidak membuat aturan yang makin aneh dan membahayakan. Saat mau dimulainya pergerakan ekonomi, tapi mobilitas dipersulit dan dibuat makin rawan penularan virus corona," tegas Kent.
Menurut Kent, jika dilakukannya kebijakan ini dengan bertujuan untuk mengambil keuntungan dari transportasi massal maka hal tersebut sangatlah tidak bijaksana, yang ada akan mengorbankan masyarakat secara sengaja untuk terpapar virus Corona karena pasti akan ada penumpukan penumpang di stasiun transportasi umum yang hanya dibatasi 50%. Sedangkan pekerja sudah mulai beraktivitas normal.
Diketahui, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi dan mengizinkan sejumlah kegiatan beroperasi kembali. Misalnya, kegiatan di tempat ibadah diperbolehkan mulai berlangsung 5 Juni dengan catatan kapasitas hanya 50%.
Sedangkan kegiatan perkantoran diperbolehkan dimulai kembali pada tanggal 8 Juni. Adapun kegiatan mal serta pasar pada 15 Juni. Seluruhnya harus mengikuti protokol COVID-19 dengan kapasitas masyarakat yang terlibat hanya 50% dari kapasitas normal.
(shf)