2 Saksi Bongkar Dokumen Palsu pada Sidang Mafia Tanah di PN Tangerang

Rabu, 28 Juli 2021 - 19:27 WIB
loading...
2 Saksi Bongkar Dokumen...
Belasan warga menghadiri sidang lanjutan perkara dugaan mafia tanah di PN Tangerang, Rabu (28/7/2021). Foto: SINDOnews/Hasan Kurniawan
A A A
TANGERANG - Dua saksi kembali dihadirkan dalam sidang perkara dugaan mafia tanah seluas 45 hektare di Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Sidang digelar secara tatap muka dan virtual di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang , Rabu (28/7/2021).

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Nelson Panjaitan ini dihadiri belasan warga yang menjadi korban pencaplokan tanah. Kemudian, kuasa hukum terdakwa. Sementara, terdakwa Darmawan (48) dan Mustafa Camal Pasha (61) menghadiri secara virtual.
Baca juga: Saksi Warga dan PT TMRE Bongkar Praktik Mafia Tanah di PN Tangerang

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menghadirkan 2 saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yakni Edy Dwi Daryono, Kepala Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN Kota Tangerang dan Kepala Seksi Pengumpulan dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Tangerang periode 1994-1997 Liking Sudrajat. Liking Sudrajat ini merupakan orang yang tanda tangannya dipalsukan dalam sertifikat Hak Guna Bangunan 1-9.

Dalam persidangan kedua saksi dicecar banyak pertanyaan mengenai kasus tersebut di antaranya terkait hubungan para saksi dengan terdakwa hingga pengetahuan saksi soal status lahan.

"Saksi Liking Sudrajat dan Edy Dwi Daryono apakah bapak berdua kenal dengan terdakwa yang ada di layar ini (Darmawan dan Mustafa Camal)?" tanya Nelson Panjaitan kepada para saksi.

"Tidak kenal," jawab dua saksi kompak.

Kemudian, Nelson bertanya tentang hubungan terdakwa kepada para saksi. "Apakah bapak-bapak punya hubungan dengan mereka? Keluarga atau teman atau rekan kerja," tanya Nelson.

"Tidak ada," jawab saksi.

Nelson lalu bertanya kepada saksi Liking soal status di BPN beserta tugasnya. Kemudian, Liking mengatakan dirinya bertugas di BPN Kota Tangerang pada periode 1994-1997 sebagai Kepala Seksi Pengumpulan dan Pendaftaran Tanah.

"Pengukuran, permohonan hak, pembuatan sertifikat hingga keluar sertifikat. Membantu kepala kantor untuk administratif," kata Liking.

Dia mengungkapkan banyak terjadi kejanggalan yang terdapat pada sertifikat HGB 1-9. Mulai dari tanda tangan kepala BPN hingga gambar situasi atau peta wilayah yang dipalsukan.

Dalam sertifikat tersebut ditandatangani Kepala BPN Kota Tangerang dengan nama Liking Sudrajat. Hal itu langsung dia bantah. Menurut Liking, itu bukan tanda tangannya. Pasalnya, selama ini dia tidak pernah menjabat Kepala BPN.

"Mulai tanda tangan saya, karena saya gak pernah jadi kepala kantor BPN. Pada saat itu (1994-1997) kepala BPN-nya pak Imroni," ucapnya.

Dalam keterangan HGB 1-9 itu keluar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK KINAG) tahun 1964 saat Banten masih menjadi bagian Provinsi Jawa Barat. Menurut Liking, KINAG tidak pernah memberikan HGB kepada siapapun kecuali kepada masyarakat dalam rangka retribusi.

"Hanya ke masyarakat dalam rangka retribusi dan tidak sampai puluhan hektare. 1 sampai 9 itu (sertifikat) 5 hektare semua. Kinag tidak pernah mengeluarkan untuk tanah pertanian seluas 5 hektare paling luas hanya 2 hektare saja. Terus di sana juga ditulisnya Kinang bukan Kinag yang asli Kinag," jelas Liking.
Baca juga: Hakim Tolak Keberatan Terdakwa Kasus Mafia Tanah 45 Hektare di Tangerang

Dia juga meyakinkan kalau gambar situasi yang terdapat di HGB tersebut palsu. Karena bila dikeluarkan pada 1964 peta dibuat secara manual. Sedangkan peta yang ada itu dibuat menggunakan komputer.

"Itu gak bener (gambar situasi) tahun segitu gak ada komputer. Dulu manual pak. Tulisannya tangan juga khusus, ini kan dibuat pake komputer secara kasat mata juga jelas," ujar Liking.

BPN juga tidak pernah mengeluarkan sertifikat fotokopi yang dilegalisir. Yang ada yakni SKPT atau surat keterangan pendaftaran tanah. "Itu juga legalisir dipalsukan. BPN tidak pernah mengeluarkan legalisir. Yang ada SKPT dan itu juga hanya 3," katanya.

Dalam sertifikat itu juga disebutkan nama Sujodi Mejo yang menjabat sebagai kepala BPN. Menurut Liking, tidak ada nama Sujodi Mejo sebagai kepala BPN.

Dia pun sudah mengecek keaslian sertifikat tersebut. Dia menyimpulkan kalau itu palsu. Selain itu tidak terdaftar di BPN. "Terkait dengan surat ini memang di sini ditulis terdaftar tapi pada kenyataannya di Kanwil tidak terdaftar. Itu jelas bodong. Banyak kejanggalannya," ujar Liking.

Kemudian, Nelson bertanya kepada Edy terkait apa saja yang ingin dia sampaikan pada sidang ini. Edy pun menjelaskan hal senada dengan Liking.

"Terkait dengan Kunciran tidak terdaftar di BPN. Kalau dilihat dari pembuktian ini bukan sertifikat. Sertifikat itu dalam lampiran. Setelah saya cek, dari bukti HGB itu tidak terdapat di BPN Kota Tangerang. Sertifikat adalah salinan dari buku tanah," jelas Edy.

Sidang yang dimulai pukul 13.00 WIB ini berakhir setelah kedua saksi menyatakan cukup memberikan keterangannya. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (2/8/2021) dengan agenda mendengarkan saksi ahli.

Salah satu warga bernama Minarto mengaku puas dengan semua keterangan yang diberikan oleh dua saksi ini. Saksi memberikan keterangan tepat menurut pengetahuan mereka.

"Artinya dalam keterangan mereka tidak berpihak kemana pun. Sudah jelas kan kalau mafia tanah ini bersalah karena bukti sudah jelas. Saya berharap mereka dihukum seberat-beratnya," katanya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2165 seconds (0.1#10.140)