Polemik Pemekaran RW 07 PIK saat Pandemi, Camat Penjaringan Irit Bicara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemekaran dan pengesahan RW baru di perumahan elite Pantai Indah Kapuk (PIK) di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, menjadi polemik di masyarakat.
Sebelumnya tokoh masyarakat RW 07 Wisnu W Petololo mengklaim bahwa pemecahan kepengurusan RW 07 dinilai cacat hukum. ”Camat dan Lurah berani menyetujui Pemekaran RW, namun menunda pemilihan Ketua RT dan Ketua RW hasil pemekaran karena alasan Surat Edaran Sekda No. 51/SE/2020 adalah suatu keajaiban dibawah matahari, ” jelasnya, Selasa (17/11/2020).
Warga RW 07 lainya pun menambahkan, pada masa pandemi tidak diperkenakan untuk melakukan mobilisasi massa dan ini menjadi perhatian khusus pemerintahan baik provinsi maupun pusat. ”Kita belajarlah dari pemanggilan Gubernur Anies oleh Polda dan pencopotan Kapolda Jakarta dan Jawa Barat karena diduga tidak tegas terhadap penerapan PSBB, ” ungkapnya. (Baca juga; Dianggap Langgar Hukum, Pembentukan RW Baru di PIK Ditolak Warga )
Sementara itu, Camat Penjaringan Devika Romadi ketika diminta klarifikasinya mengenai masalah tersebut mengatakan, semua sudah dijawab tertulis oleh Lurah Kapuk Muara. ”Semua sudah dijawab tertulis oleh Lurah Kapuk Muara,” singkatnya. (Baca juga; Tokoh Masyarakat Tolak Pembentukan RW Baru di Kapuk Muara Jakut )
Kisruh pemecahan RW diawali dengan adanya misinterpretasi terhadap Pergub No. 171.2016. Sebagian warga RW 07 menginginkan bahwa pemecahan harus mengacu pada Pergub No. 171 tahun 2016 terutama pasal 9 yang berbunyi pemecahan dan penggabungan RW dilaksanakan dengan cara musyawarah dan mufakat dan diusulkan ke Lurah.
Kepala Kelurahan atau camat harus melaksanakan Pasal 9 ayat 3 terlebih dahulu ketika sudah deadlock dalam musyawarah baru melihat pasal selanjutnya. Warga menilai Lurah terlalu prematur menggambil Pasal 14 untuk melegalkan pemecahan RW tersebut.
Direktur Pusat Hukum dan Hak Azasi Manusia (Paham), Sabarudin mengatakan, Pergub harus di interprestasikan pasal demi pasal jangan diparsialkan dan lurah harus membuka sistem keterbukaan administrasi. ” Lurah itu pamong bekerja berdasarkan aturan bukan berdasarkan interprestasi sendiri, Pergub jangan diparsialkan sekarang pwrtanyaanya apakah sudah ada rapat atau belum, ” jelasnya.
Maraknya banner ucapan selamat atas terbentuknya RW 011 yang menghiasi jalan di depan gerbang utama Pantai Indah Kapuk (PIK) menarik perhatian. Selain redaksi, ukuran dan bentuk yang sama disinyalir banner tersebut tanpa persetujuan tokoh masyarakat dan RW bersangkutan. “Banner saya tidak tahu dan saya tidak merasa membuatnya” jelas salah seorang tokoh masyarakat.
Sebelumnya tokoh masyarakat RW 07 Wisnu W Petololo mengklaim bahwa pemecahan kepengurusan RW 07 dinilai cacat hukum. ”Camat dan Lurah berani menyetujui Pemekaran RW, namun menunda pemilihan Ketua RT dan Ketua RW hasil pemekaran karena alasan Surat Edaran Sekda No. 51/SE/2020 adalah suatu keajaiban dibawah matahari, ” jelasnya, Selasa (17/11/2020).
Warga RW 07 lainya pun menambahkan, pada masa pandemi tidak diperkenakan untuk melakukan mobilisasi massa dan ini menjadi perhatian khusus pemerintahan baik provinsi maupun pusat. ”Kita belajarlah dari pemanggilan Gubernur Anies oleh Polda dan pencopotan Kapolda Jakarta dan Jawa Barat karena diduga tidak tegas terhadap penerapan PSBB, ” ungkapnya. (Baca juga; Dianggap Langgar Hukum, Pembentukan RW Baru di PIK Ditolak Warga )
Sementara itu, Camat Penjaringan Devika Romadi ketika diminta klarifikasinya mengenai masalah tersebut mengatakan, semua sudah dijawab tertulis oleh Lurah Kapuk Muara. ”Semua sudah dijawab tertulis oleh Lurah Kapuk Muara,” singkatnya. (Baca juga; Tokoh Masyarakat Tolak Pembentukan RW Baru di Kapuk Muara Jakut )
Kisruh pemecahan RW diawali dengan adanya misinterpretasi terhadap Pergub No. 171.2016. Sebagian warga RW 07 menginginkan bahwa pemecahan harus mengacu pada Pergub No. 171 tahun 2016 terutama pasal 9 yang berbunyi pemecahan dan penggabungan RW dilaksanakan dengan cara musyawarah dan mufakat dan diusulkan ke Lurah.
Kepala Kelurahan atau camat harus melaksanakan Pasal 9 ayat 3 terlebih dahulu ketika sudah deadlock dalam musyawarah baru melihat pasal selanjutnya. Warga menilai Lurah terlalu prematur menggambil Pasal 14 untuk melegalkan pemecahan RW tersebut.
Direktur Pusat Hukum dan Hak Azasi Manusia (Paham), Sabarudin mengatakan, Pergub harus di interprestasikan pasal demi pasal jangan diparsialkan dan lurah harus membuka sistem keterbukaan administrasi. ” Lurah itu pamong bekerja berdasarkan aturan bukan berdasarkan interprestasi sendiri, Pergub jangan diparsialkan sekarang pwrtanyaanya apakah sudah ada rapat atau belum, ” jelasnya.
Maraknya banner ucapan selamat atas terbentuknya RW 011 yang menghiasi jalan di depan gerbang utama Pantai Indah Kapuk (PIK) menarik perhatian. Selain redaksi, ukuran dan bentuk yang sama disinyalir banner tersebut tanpa persetujuan tokoh masyarakat dan RW bersangkutan. “Banner saya tidak tahu dan saya tidak merasa membuatnya” jelas salah seorang tokoh masyarakat.
(wib)