KBN Sebut KCN Alihkan Aset Negara Secara Tidak Sah

Rabu, 21 Oktober 2020 - 14:38 WIB
loading...
KBN Sebut KCN Alihkan Aset Negara Secara Tidak Sah
Perseteruan hukum antara PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) belum juga berakhir. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perseteruan hukum antara PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) belum juga berakhir. KBN menuduh KCN telah melanggar perjanjian kerja sama yang pernah mereka buat pada 2005.

Kuasa hukum PT KBN Hamdan Zoelva menyayangkan keterangan Dirut PT KCN Widodo Setiadi dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta yang tidak sesuai fakta. Pada 13 Oktober lalu, Widodo hadir pada rapat Pansus sebagai Dirut PT KCN dan keesokan harinya dia juga hadir di rapat yang sama sebagai Direktur sekaligus pemilik saham PT Karya Teknik Utama (KTU).

Menurut Hamdan, KCN telah melakukan pelanggaran hukum terkait pembangunan dermaga Pier I dan Pier II di sisi utara lahan C-01 Kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara karena lahan itu merupakan wilayah usaha PT KBN. (Baca juga: Pansus DPRD DKI Bergulir, KBN Tegaskan Selamatkan Aset Negara)

“KCN melakukan penyimpangan terhadap Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tahun 2005 selaku perusahaan patungan karena mengadakan perjanjian konsesi selama 70 tahun dengan KSOP V Marunda tanpa izin dan persetujuan PT KBN (Persero) di atas lahan yang telah diperjanjikan sebelumnya dalam PKS. Di samping itu, perjanjian konsesi dilakukan tanpa ada di antara salah satu pihak yang memiliki HPL,” ujar Hamdan, Selasa (20/10/2020).

Dia menjelaskan, pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta berbunyi wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara Jakarta berada pada Gubernur DKI Jakarta. Dalam melakukan reklamasi, KCN tidak memiliki Izin Reklamasi maupun Izin Lokasi Reklamasi.

Selain itu, juga ada Permenhub Nomor PM 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), yang mana pada pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam hal penugasan/penunjukan BUP, maka harus memenuhi ketentuan yakni lahan dimiliki BUP.

Pasal 29 ayat 3 juga menjelaskan bahwa lahan nyata-nyata dimiliki dan dikuasai BUP. Bahkan, pasal 29 ayat 4 menjelaskan lahan diserahkan haknya kepada penyelenggara Pelabuhan sebagai HPL sebelum perjanjian konsesi ditandatangani.

Namun, faktanya sisi utara lahan C-01 Kawasan Marunda yang sekarang terbangun Pier I dan Pier II bukan milik KCN, tapi wilayah usaha KBN. HPL yang dimintakan KSOP V Marunda kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN sudah ditolak, namun tetap dikonsesikan.

Saat ini, pengoperasian Pier I sudah memperoleh hasil ratusan miliar rupiah dan dinikmati hasilnya oleh KCN dan KTU. Bahkan, kini aset KBN terancam berpindah tangan.

”Pelanggaran hukum yang dilakukan KCN adalah menikmati uang ratusan miliar di atas wilayah usaha KBN, berbisnis di atas area pelabuhan yang dibangun tanpa izin reklamasi, dan mengkonsesikan aset negara tanpa ada di antara salah satu pihak yang memiliki HPL,” kata Hamdan.

Sekretaris Perusahaan PT KBN (Persero) GA Gunadi mengatakan, KBN berkewajiban menggugat perbuatan melawan hukum. Pokok permasalahan adalah Perjanjian Konsesi yang dilakukan Dirut PT KCN dan KSOP V Marunda pada 2016.

Dia menilai perjanjian konsesi itu merupakan perbuatan melawan hukum karena memperjanjikan suatu objek yang bukan milik PT KCN. “Objek yang diperjanjikan yang dimaksud yaitu area perairan di depan lahan C01 yang merupakan milik PT KBN (Persero) sesuai Keppres Nomor 11 Tahun 1992 yang masih berlaku hingga sekarang,” ujar Gunadi.

KBN memandang tindakan Dirut PT KCN dan KSOP Kelas V Marunda merupakan upaya mengalihkan aset negara secara tidak sah. “Sebagai BUMN yang salah satu tugasnya melindungi aset negara, KBN berkewajiban melakukan gugatan terhadap perjanjian konsesi tersebut,” tandasnya.

KBN tidak mau dianggap melakukan pembiaran yang dapat dituntut secara pidana. Terlebih sudah ada temuan BPK yang menyebut perjanjian kerja sama dengan komposisi saham 15% KBN dan 85% KTU itu merugikan negara. Potensi kerugian sebesar Rp50 triliun.

Kedua, kata Gunadi, Pelabuhan Marunda C01 bukan proyek strategis nasional. Karena itu, KBN menyesalkan pihak KCN yang terus-menerus menyatakan Pelabuhan Marunda C01 adalah proyek strategis nasional. Bahkan, hingga memasang tulisan “Proyek Strategis Nasional” pada pintu gerbang masuk area pelabuhan.

Dia menilai Pelabuhan Maruda C01 itu tidak terdaftar dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016, Nomor 58 Tahun 2017, dan Nomor 56 Tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional. ”Hal itu merupakan bentuk kebohongan publik dengan mencatut nama Presiden RI dan dapat dipandang sebagai upaya menutupi perbuatan melawan hukum di perjanjian konsesi yang tidak sah di atas,” ucapnya.
(Baca juga: DPRD DKI Dukung Kelanjutan Proyek Pelabuhan Marunda)

Ketiga, Dirut KTU/KCN telah mendiskreditkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). KBN juga menyesalkan dan membantah keterangan Widodo yang menyebutkan bahwa izin pembangunan dermaga C.04 yang sedang dibangun KBN tidak akan diterbitkan oleh Kemenhub lantaran KBN menggugat Kemenhub.

“Pernyataan tersebut jelas mendiskreditkan Kementerian Perhubungan yang sudah bekerja melayani perizinan pelabuhan secara profesional tanpa mencampuradukkan dengan kasus yang tidak berkaitan,” ujar Gunadi.

Menurut dia, yang terjadi sesungguhnya adalah izin pembangunan dan operasi C.04 masih menunggu penandatanganan konsesi antara BUP Marunda Bandar Indonesia milik KBN dengan KSOP Marunda, di mana tahapannya masih dalam proses pengambilan keputusan persetujuan dari pemegang saham yaitu Menteri BUMN dan Gubernur DKI.

“Pernyataan ini kami sampaikan untuk memberi informasi dan fakta yang benar kepada Tim Pansus PT KBN, DPRD DKI, dan masyarakat secara umum, serta sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pengamanan dan penyelamatan aset negara,” kata Gunadi.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1310 seconds (0.1#10.140)