Polres Jakut Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP
loading...
A
A
A
Tersangka ketiga berinisial KAK berperan menunjuk kepada korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka utama TRS.
"KAK mengatakan adikku saja ini mayoret terpercaya. Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, memiliki makna tersendiri di antara mereka. Terhadap tersangka KAK juga ikut disangkakan Pasal 55 dan 56, sehingga tiga tersangka itu mempunyai peran turut serta, turut melakukan dalam konteks ini, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. Barang siapa dengan sengaja memberikan kesempatan daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Jadi memperlancar proses kekerasan eksesif. 55 dan 56 ini adalah penegasan dari keturutsertaan dalam suatu proses pidana, ada kerja sama yang nyata dalam perbuatan atau tindak pidana kekerasan eksesif," kata Gidion.
Ia menyebutkan hasil visum jenazah korban memiliki luka lecet pada bibir, perut akibat kekerasan benda tumpul, screening alkohol, dan napsa nihil, serta tanda-tanda perbendungan hebat ada pendarahan. Penyidikan kepolisian disebut Gidion akan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tiga tersangka tambahan dan dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.
"Ancaman hukumannya sama dengan konstruksi kemarin, nanti mungkin ada pemberatan karena 55, jadi masih 15 tahun penjara. Final penyidikan ketika jaksa penuntut umum menyatakan berkas diterima (P21). Kalau sebelum itu masih menjadi tanggung jawab kami untuk melakukan penyidikan melengkapi berkas perkara dan kemudian menyerahkan ke JPU," kata Gidion.
Terkait bukti tambahan screenshot percakapan di grup aplikasi chat, ada kronologis yang dibuat seolah-olah korban jatuh yang diungkap oleh pengacara korban, Gidion menyebutkan pihaknya masih fokus terhadap konstruksi tindak pidana kekerasan eksesif.
"Nanti itu menjadi bagian dari penyelidikan lebih lanjut nanti kami sampaikan, tapi sekarang masih dalam pendalaman untuk hal tersebut," ungkap Gidion.
Dari hasil penyidikan, Gidion menyebutkan tindakan kekerasan yang dilakukan para pelaku hingga menyebabkan korban tewas baru pertama kali. Pihaknya tidak membuat analogi dalam penyidikan dan berdasarkan fakta yang ada.
Perihal dari manajemen STIP diduga turut bersalah karena orang tua korban sudah memberikan kepercayaan terhadap pihak sekolah untuk mendidik dan melindungi anaknya saat menempuh proses pendidikan, Gidion buka suara.
"Dalam konteks konstruksi hukum pidana kami mengenal ada pertanggungjawaban hukum, siapa yang bertanggungjawab secara hukum yang layak mendapatkan konsekuensi hukumnya. Ini soal nanti persoalan internal di dalam lembaga, kami serahkan sepenuhnya kepada investigasi internal yang dilakukan oleh STIP," kata Gidion.
Untuk diketahui, seorang taruna tingkat satu STIP Marunda Jakarta Utara asal Bali, Putu Satria Ananta tewas setelah menerima aksi kekerasan dari seniornya yang berlokasi di kamar mandi kampus tersebut, Jumat (3/5/2024). Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan dari keluarga korban Ni Putu Wayan yang melapor ke Polres Metro Jakarta Utara. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto subsider Pasal 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"KAK mengatakan adikku saja ini mayoret terpercaya. Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, memiliki makna tersendiri di antara mereka. Terhadap tersangka KAK juga ikut disangkakan Pasal 55 dan 56, sehingga tiga tersangka itu mempunyai peran turut serta, turut melakukan dalam konteks ini, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. Barang siapa dengan sengaja memberikan kesempatan daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Jadi memperlancar proses kekerasan eksesif. 55 dan 56 ini adalah penegasan dari keturutsertaan dalam suatu proses pidana, ada kerja sama yang nyata dalam perbuatan atau tindak pidana kekerasan eksesif," kata Gidion.
Ia menyebutkan hasil visum jenazah korban memiliki luka lecet pada bibir, perut akibat kekerasan benda tumpul, screening alkohol, dan napsa nihil, serta tanda-tanda perbendungan hebat ada pendarahan. Penyidikan kepolisian disebut Gidion akan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tiga tersangka tambahan dan dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.
"Ancaman hukumannya sama dengan konstruksi kemarin, nanti mungkin ada pemberatan karena 55, jadi masih 15 tahun penjara. Final penyidikan ketika jaksa penuntut umum menyatakan berkas diterima (P21). Kalau sebelum itu masih menjadi tanggung jawab kami untuk melakukan penyidikan melengkapi berkas perkara dan kemudian menyerahkan ke JPU," kata Gidion.
Terkait bukti tambahan screenshot percakapan di grup aplikasi chat, ada kronologis yang dibuat seolah-olah korban jatuh yang diungkap oleh pengacara korban, Gidion menyebutkan pihaknya masih fokus terhadap konstruksi tindak pidana kekerasan eksesif.
"Nanti itu menjadi bagian dari penyelidikan lebih lanjut nanti kami sampaikan, tapi sekarang masih dalam pendalaman untuk hal tersebut," ungkap Gidion.
Dari hasil penyidikan, Gidion menyebutkan tindakan kekerasan yang dilakukan para pelaku hingga menyebabkan korban tewas baru pertama kali. Pihaknya tidak membuat analogi dalam penyidikan dan berdasarkan fakta yang ada.
Perihal dari manajemen STIP diduga turut bersalah karena orang tua korban sudah memberikan kepercayaan terhadap pihak sekolah untuk mendidik dan melindungi anaknya saat menempuh proses pendidikan, Gidion buka suara.
"Dalam konteks konstruksi hukum pidana kami mengenal ada pertanggungjawaban hukum, siapa yang bertanggungjawab secara hukum yang layak mendapatkan konsekuensi hukumnya. Ini soal nanti persoalan internal di dalam lembaga, kami serahkan sepenuhnya kepada investigasi internal yang dilakukan oleh STIP," kata Gidion.
Untuk diketahui, seorang taruna tingkat satu STIP Marunda Jakarta Utara asal Bali, Putu Satria Ananta tewas setelah menerima aksi kekerasan dari seniornya yang berlokasi di kamar mandi kampus tersebut, Jumat (3/5/2024). Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan dari keluarga korban Ni Putu Wayan yang melapor ke Polres Metro Jakarta Utara. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto subsider Pasal 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.