Polres Jakut Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP

Kamis, 09 Mei 2024 - 09:42 WIB
loading...
Polres Jakut Tetapkan...
Polres Metro Jakarta Utara menggelar konferensi pers penetapan tiga tersangka baru kasus kekerasan berujung tewasnya Putu Satria Ananta (19), taruna tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Rabu (8/5/2024) malam. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Polres Metro Jakarta Utara menetapkan tiga tersangka baru kasus kekerasan berujung tewasnya Putu Satria Ananta (19), taruna tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran ( STIP ). Ketiganya memiliki peran dalam peristiwa maut tersebut.

"Hasil penyelidikan dan gelar perkara ada tiga pelaku lainnya yang terlibat dalam kasus kekerasan eksesif tersebut," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Mapolres, Rabu (8/5/2024) malam.

Ia mengatakan ketiga pelaku ini merupakan taruna tingkat dua STIP berinisial AK, WJP, dan FA yang berkaitan dengan tersangka pelaku utama TRS. Tersangka FA alias A merupakan taruna yang berperan memanggil korban Putu dan rekan-rekannya turun dari lantai tiga ke lantai dua.



"Woi, tingkat satu yang memakai PDU (pakaian dinas olahraga), sini," ujar Gidion menirukan ucapan tersangka.

Selain itu, tersangka FA berperan sebagai pengawas ketika pelaku TRS melakukan kekerasan eksesif kepada korban di pintu toilet. Hal tersebut terbukti dari kamera pengawas dan keterangan sejumlah saksi.

"Sehingga terhadap FA dilakukan persangkaan pasal selain Pasal pokok kemarin Pasal 351 ayat 3 yaitu Pasal 55 junto 56 ya turut serta," kata Gidion.

Kemudian tersangka WJP berperan saat proses kekerasan eksesif terjadi pada korban mengucapkan, "Jangan malu-maluin JPDM kasi paham," ucap Gidion menirukan ucapan tersangka WJP.

"Ini bahasa mereka, maka itu kami melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena ada bahasa pakem mereka yang memiliki makna sendiri. Kemudian setelah korban dilakukan pemukulan oleh tersangka TRS, WJP mengatakan bagus gak rederes (bagus artinya masih kuat si korban). Kemudian terhadap WJP juga dikenakan konstruksi Pasal 55 dan 56," kata Gidion.



Tersangka ketiga berinisial KAK berperan menunjuk kepada korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka utama TRS.

"KAK mengatakan adikku saja ini mayoret terpercaya. Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, memiliki makna tersendiri di antara mereka. Terhadap tersangka KAK juga ikut disangkakan Pasal 55 dan 56, sehingga tiga tersangka itu mempunyai peran turut serta, turut melakukan dalam konteks ini, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. Barang siapa dengan sengaja memberikan kesempatan daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Jadi memperlancar proses kekerasan eksesif. 55 dan 56 ini adalah penegasan dari keturutsertaan dalam suatu proses pidana, ada kerja sama yang nyata dalam perbuatan atau tindak pidana kekerasan eksesif," kata Gidion.

Ia menyebutkan hasil visum jenazah korban memiliki luka lecet pada bibir, perut akibat kekerasan benda tumpul, screening alkohol, dan napsa nihil, serta tanda-tanda perbendungan hebat ada pendarahan. Penyidikan kepolisian disebut Gidion akan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tiga tersangka tambahan dan dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.

"Ancaman hukumannya sama dengan konstruksi kemarin, nanti mungkin ada pemberatan karena 55, jadi masih 15 tahun penjara. Final penyidikan ketika jaksa penuntut umum menyatakan berkas diterima (P21). Kalau sebelum itu masih menjadi tanggung jawab kami untuk melakukan penyidikan melengkapi berkas perkara dan kemudian menyerahkan ke JPU," kata Gidion.

Terkait bukti tambahan screenshot percakapan di grup aplikasi chat, ada kronologis yang dibuat seolah-olah korban jatuh yang diungkap oleh pengacara korban, Gidion menyebutkan pihaknya masih fokus terhadap konstruksi tindak pidana kekerasan eksesif.

"Nanti itu menjadi bagian dari penyelidikan lebih lanjut nanti kami sampaikan, tapi sekarang masih dalam pendalaman untuk hal tersebut," ungkap Gidion.

Dari hasil penyidikan, Gidion menyebutkan tindakan kekerasan yang dilakukan para pelaku hingga menyebabkan korban tewas baru pertama kali. Pihaknya tidak membuat analogi dalam penyidikan dan berdasarkan fakta yang ada.

Perihal dari manajemen STIP diduga turut bersalah karena orang tua korban sudah memberikan kepercayaan terhadap pihak sekolah untuk mendidik dan melindungi anaknya saat menempuh proses pendidikan, Gidion buka suara.

"Dalam konteks konstruksi hukum pidana kami mengenal ada pertanggungjawaban hukum, siapa yang bertanggungjawab secara hukum yang layak mendapatkan konsekuensi hukumnya. Ini soal nanti persoalan internal di dalam lembaga, kami serahkan sepenuhnya kepada investigasi internal yang dilakukan oleh STIP," kata Gidion.

Untuk diketahui, seorang taruna tingkat satu STIP Marunda Jakarta Utara asal Bali, Putu Satria Ananta tewas setelah menerima aksi kekerasan dari seniornya yang berlokasi di kamar mandi kampus tersebut, Jumat (3/5/2024). Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan dari keluarga korban Ni Putu Wayan yang melapor ke Polres Metro Jakarta Utara. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto subsider Pasal 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2648 seconds (0.1#10.140)