Mengapa Jakarta Disebut Batavia? Simak Sejarah dan Latar Belakangnya

Sabtu, 02 September 2023 - 16:00 WIB
loading...
Mengapa Jakarta Disebut Batavia? Simak Sejarah dan Latar Belakangnya
Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Indonesia saat ini menyimpan banyak rekaman sejarah panjang. Dari nama, Jakarta pada masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan Batavia. Foto: Foto: Dok indonesia-dutchcolonialheritage
A A A
JAKARTA - Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Indonesia saat ini menyimpan banyak rekaman sejarah panjang. Dari nama, Jakarta pada masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan Batavia . Mengapa Jakarta disebut Batavia? Simak sejarah dan latar belakangnya.

Jakarta di zaman penjajahan merupakan sebuah kota yang sibuk dengan aktivitas perdagangan. Batavia kala itu, menjadi tempat penting bagi perusahaan dagang milik Belanda, yaitu VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

Dikutip dari laman resmi perpusnas, Sabtu (2/9/2023), Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC pada tanggal 20 Maret 1602. Pembentukan VOC bertujuan untuk menghilangkan persaingan yang merugikan pedagang Belanda.

Tujuan berikutnya untuk menyatukan tenaga menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Tujuan lain, mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.



Kepemimpinan VOC dipegang oleh dewan beranggotakan 17 orang yang berkedudukan di Amsterdam. Oleh pemerintah Belanda, VOC diberi oktroi (hak-hak istimewa) sebagai berikut.

Pertama, dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia. Kedua, memonopoli perdagangan. Ketiga, mencetak dan mengedarkan uang sendiri. Keempat, mengadakan perjanjian dan melakukan perang dengan negara lain.

Kelima, menjalankan kekuasaan kehakiman dan melakukan pemungutan pajak. Keenam, memiliki angkatan perang sendiri. Ketujuh, mengadakan pemerintahan sendiri. Hal inilah yang membuat VOC begitu kuat.

Perang antara Belanda dengan Spanyol selama 80 tahun (1568-1648) mendorong mereka mencari daerah jajahan. Pilihannya pun jatuh ke nusantara. Untuk memantapkan kekuasaannya di Indonesia, diangkatlah Gubernur Jendera VOC pertama, Pieter Both, yang memerintah tahun 1610-1619 di Ambon. Kemudian, Gubernur Jenderal VOC yang kedua, Jan Pieterzoon Coen, memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta.

Nama Batavia atau Batauia merupakan pemberian orang Belanda pada koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta. Batavia didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten.

Sebelum dikuasai Banten, pelabuhan ini dikenal dengan nama Kalapa atau Sunda Kalapa saat ini, dan menjadi titik perdagangan Kerajaan Sunda. Dari Sunda Kepala inilah VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer serta politiknya di wilayah Nusantara.

Nama Batavia dipakai sekitar tahun 1621 sampai dengan 1942, atau sebelum Hindia-Belanda jatuh ke tangan Jepang. Nama Batavia diambil dari nama suku Germanik yang bermukim di tepi sungai Rhein pada zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku tersebut.

Batavia juga ternyata nama sebuah kapal layar tiang tinggi besar buatan VOC. Kapal ini dibuat pada 29 Oktober 1628 yang dinahkodai Kapten Adriaan Jakobsz. Memang belum ada bukti autentik siapa yang duluan menggunakan nama Batavia, apakah kapal tersebut atau bahkan sebaliknya, VOC yang menyematkan Batavia untuk menamai kapalnya.

Singkat cerita, terbentuklah pemerintah Stad Batavia atau Kota Batavia pada 4 Maret 1621. Jayakarta selanjutnya dibongkar dan dibangun benteng pertahanan oleh VOC. Kota Batavia sebenarnya terletak di Selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit. Tetapi setelah 8 tahun Kota Batavia meluas 3 kali lipat.


Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 1935, namanya berganti lagi menjadi Stad Gemeente Batavia. Setelah Jepang datang pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta.

Dilansir dari sumber lain menyebutkan, pada awal pendiriannya abad ke-17, Kota Batavia dibangun di atas reruntuhan Jayakarta dengan ciri khas tata kota Belanda. Awalnya, Sunda Kelapa sebagai bagian dari Kesultanan Banten, Jayakarta memiliki tata kota yang khas.

Namun setelah direbut oleh kolonial semua kekhasannya dimusnahkan. Masyarakatnya kemudian menyingkir ke daerah lain. Sejak itulah babak baru sejarah Jayakarta berubah menjadi Batavia.

Jakarta atau Batavia dalam sejarahnya sudah mengalami perubahan nama berulang kali. Ketika VOC berkuasa, Benteng Batavia dikenal sebagai Kota Tua Jakarta saat ini. Benteng Batavia dikenal memiliki kualitas tinggi sebagai kota tua dengan struktur paling lengkap di Asia Tenggara kala itu.

Sebab fungsi-fungsi kota diatur sedemikian rupa, mulai dari pelabuhan, galangan kapal, pusat pemerintahan, area pemukiman, pasar, gudang, hingga taman kota sebagai area publik. Keindahan penataan kota dan bangunannya membuat Batavia ketika itu dijuluki Queen of the East (Ratu dari Timur).

Pada akhir abad ke-18, Benteng Batavia berubah total. Kawasan ini tidak lagi nyaman bagi penghuninya akibat sampah. Benteng Batavia akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan. Hal ini mendorong Belanda melakukan perluasan wilayah dan memindahkan pusat kota ke bagian Selatan.

Pembangunan wilayah bagian Selatan Batavia mulai berlangsung secara serius ketika Herman Willem Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal Batavia (1808-1811). Daendels memerintah secara otoriter dan sentralistik sehingga seluruh unsur birokrasi berada di bawah kendalinya.

VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada 31 Desember 1799. Hampir bersamaan Belanda jatuh ke tangan Perancis. Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19 kemudian membawa berbagai pembaharuan, khususnya di Batavia. Salah satunya melalui kebijakan pemindahan pusat kota dari Benteng Batavia ke Weltevreden, yakni permukiman orang-orang Eropa yang lokasinya sekitar 10 km dari Batavia lama mengarah Selatan.


Hal ini juga sebagai upaya mewujudkan perintah dari Raja Louis. Pada abad ke-19, pandangan orang-orang Eropa pun tertuju ke Weltevreden sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman yang baru. Weltevreden kembali mengangkat nama Batavia sebagai sebuah kota kolonial yang diperhatikan pembangunannya, terutama dalam hal penataan kota serta keindahannya.

Weltevreden dibangun berbasis multikultur. Dasar utama pembangunan Weltevreden adalah memberikan ruang yang sama kepada semua kelompok untuk hidup bersama. tanpa menganggap rendah atau menghilangkan perbedaaan agama atau etnis tertentu.

Walaupun berbasis multikultur, dalam pembangunan Weltevreden bangsa penguasa tetap berada dalam kelompok paling tinggi. Hal itu ditandai dari kawasan tempat tinggal. Seperti kawasan Rijswijk (sekarang Jalan Veteran) dan Noordwijk (sekarang Jalan Ir H Juanda).

Keduanya merupakan kawasan Eropa yang penuh dengan kemewahan. Sedangkan pendatang China, Arab, dan India yang berprofesi sebagai pedagang kelas menengah ke atas, banyak mendiami daerah Glodok. Sedangkan masyarakat pribumi tinggal di perkampungan-perkampungan dengan rumah tidak permanen, dan kumuh.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2053 seconds (0.1#10.140)