Konsesi Tanah Pelabuhan Marunda, Pengamat Minta MA Selamatkan Aset Negara

Jum'at, 13 November 2020 - 22:10 WIB
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Nasional Jakarta, Drs Rusman Ghazali MSi PhD. SINDOnews/Yohannes Tobing
JAKARTA - Permasalahan Pelabuhan Marunda , Cilincing, Jakarta Utara, antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) masih belum menemukan titik temu. Penyebab sengketa terkait adanya persoalan pemberian konsensi tanah negara seluas 1.700 meter persegi dan wilayah pantai sepanjang 1.000 meter kepada pihak swasta selama 70 tahun.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Nasional Jakarta, Drs Rusman Ghazali MSi PhD menilai, dengan adanya sengketa ini Mahkamah Agung (MA) harus mengedepankan penyelamatan aset negara dalam menangani Peninjauan Kembali (PK). (Baca juga; DPRD DKI Dukung Kelanjutan Proyek Pelabuhan Marunda )

“MA harus punya komitmen dan tanggungjawab atas nama negara untuk bersama lembaga eksekutif melindungi dan mencegah pengelolaan aset negara dan nilai ekonominya ke pihak lain (swasta) untuk misi kepentingan pembangunan ekonomi negara yang lebih progresif,” ujar Rusman, Jumat (13/11/2020). (Baca juga; Pemprov DKI Berharap Masalah Konsesi Pelabuhan Segera Tuntas )

Rusman mengingatkan, sengketa mengenai Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, sebagai upaya manipulasi atau praktik kolusi dan korupsi oleh pihak tertentu. Jadi dengan mudah dan jelas terbaca adanya potensi kerugian negara yang besar, mencapai Rp 55,8 triliun, sebagaimana yang dilaporkan KHPP Immanuel, Jhonny & Rekan.

Terkait soal sikap PT Karya Tehnik Utama (KTU) yang berpegang teguh pada perjanjian tahun 2004 dengan kepemilikan saham 85% terhadap PT KCN dan 15% PT KBN dan tidak mempertimbangkan adanya addendum perjanjian III yang disahkan Kemenkumham pada 2015. (Baca juga; DPRD Jakarta Bentuk Pansus KBN Soal Polemik Proyek Pelabuhan Marunda )



Rusman mengatakan, ada kekeliruan prosedur hukum atas pengelolaan aset negara dan nilai ekonominya, tidak boleh mengalahkan kepentingan negara. Apalagi, lanjutnya persoalan ini menyangkut jatuhnya hak kuasa pengelolaan aset negara dalam kurung waktu yang lama (70 tahun) kepada pihak lain melalui kekaburan (pengaburan) perjanjian kerja sama.

“Boleh jadi, ini merupakan 'skema yang sengaja diciptakan' sebagai modus untuk memindahkan atau penguasaan aset negara dan nilai ekonominya ke pihak-pihak tertentu yang hanya mengejar kepentingan individu atau kelompok semata tanpa mempertimbangkan kepentingan ekonomi negara,” tutur Rusman.

Untuk itu menurut Rusman, konsesi PT KCN dengan KSOP V Marunda dalam melakukan pengelolaan tanah negara ini menjadi kasus yang amat serius dipandang. “Kasus tersebut dapat diletakkan sebagai kasus perlawanan hak kuasa negara atas asetnya sendiri dan segala nilai ekonomi yang melekat pada asset tersebut selama 70 tahun ke depan,” tegas Rusman.

Sementara itu, Manajer Hukum PT. KBN (Persero) Ahmad Mawardi menyampaikan bahwa sejak tahun 2015 hingga 2019 tidak ada RUPS PT KCN. Selain itu PT KCN juga tidak membuat RKAP tahun 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020, sehingga tidak ada penyelenggaraan RUPS dan pengesahan RKAP.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More