Ganjil Genap 24 Jam Tak Logis
Rabu, 12 Agustus 2020 - 06:04 WIB
JAKARTA - Sistem rekayasa lalu lintas akan diberlakukan di seluruh ruas jalan di Ibu Kota selama 24 tanpa henti. Rencana ini dimunculkan sebagai respons atas meningkatnya kasus positif Covid-19 dan munculnya kluster perkantoran di Jakarta dan tidak ada lagi aturan baru untuk mengatur pergerakan warga di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.
Rencana tersebut tentu memicu kontroversi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah benar kebijakan tersebut akan bisa mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, atau sebaliknya menjadi pemicu meluasnya pandemi karena masyarakat terpaksa bergeser menggunakan angkutan umum. Karena itu, kalangan wakil rakyat dan pengamat meminta Pemprov DKI mempertimbangkan secara matang rencana tersebut dan memikirkan opsi lain yang lebih strategis dan tepat sasaran. Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak bahkan meyakini sistem ganjil-genap tidak bisa dijadikan instrumen mencegah penularan Covid-19.
Gilbert menandaskan, pembatasan kendaraan pribadi dengan sistem ganjil-genap hanya untuk mengurai lalu lintas. Apalagi sejauh ini tujuan tersebut tidak maksimal karena penindakannya manual. Artinya, jika tujuannya untuk mencegah penularan dengan membatasi pergerakan orang menggunakan kendaraan pribadi, sistem ganjil-genap tidak bisa diandalkan. (Baca: Teror Penembakan Misterius di Tangerang Raya Terungkap, Pelaku 3 Remaja)
"Logikanya di mana kalau diterapkan seluruh ruas jalan dan setiap hari? Baru 25 ruas jalan yang berlaku ganjil-genap saja sudah berdampak terhadap ekonomi dan masih banyak penularan. Kami yakin seluruh fraksi DPRD akan menolak," katanya.
Politisi PDIP ini menyarankan Pemprov DKI Jakarta untuk lebih baik fokus pada pengawasan dan sanksi penegakan hukum yang konsisten sehingga penyebaran Covid-19 bisa dikendalikan. "Hal yang perlu dibatasi adalah pergerakan di permukiman padat, pasar tradisional, perkantoran, dan lain-lain," ucapnya.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai perluasan ganjil-genap hanya akan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Di sisi lain, kondisi itu menimbulkan penumpukan sehingga sangat rentan terjadi penularan. “Saya pikir hanya akan menimbulkan kluster baru karena pengguna kendaraan pribadi berkurang,” ucap Nirwono.
Karena itu, dia menyarankan Dinas Perhubungan melakukan kajian mendalam sehingga tidak asal mewacanakan kebijakan, apalagi menerapkan. “Ini menunjukkan kepanikan Pemda DKI yang tidak mampu mengendalikan persebaran Covid-19 di Ibu Kota,” nilainya.
Nirwono lantas menunjukkan bahwa penerapan ganjil-genap tidak terbukti efektif. Kemacetan kendaraan di sejumlah titik tak berkurang. Di sisi lain, kluster baru bermunculan, khususnya di kawasan perkantoran. "Dalam kondisi masih pandemi tinggi, sebaiknya Pemda DKI tetap harus mendorong masyarakat bekerja dan belajar di rumah saja," katanya. (Baca juga: Angin Kencang dan Hujan Lebat Datang Bersama Awan Mirip Tsunami)
Rencana penerapan sistem ganjil-genap selama 24 jam penuh sebelumnya dilontarkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo. Bahkan, kebijakan yang diatur dalam Pergub Nomor 51/2020 bukan tidak mungkin diterapkan untuk semua jenis kendaraan bermotor.
Rencana tersebut tentu memicu kontroversi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah benar kebijakan tersebut akan bisa mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, atau sebaliknya menjadi pemicu meluasnya pandemi karena masyarakat terpaksa bergeser menggunakan angkutan umum. Karena itu, kalangan wakil rakyat dan pengamat meminta Pemprov DKI mempertimbangkan secara matang rencana tersebut dan memikirkan opsi lain yang lebih strategis dan tepat sasaran. Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak bahkan meyakini sistem ganjil-genap tidak bisa dijadikan instrumen mencegah penularan Covid-19.
Gilbert menandaskan, pembatasan kendaraan pribadi dengan sistem ganjil-genap hanya untuk mengurai lalu lintas. Apalagi sejauh ini tujuan tersebut tidak maksimal karena penindakannya manual. Artinya, jika tujuannya untuk mencegah penularan dengan membatasi pergerakan orang menggunakan kendaraan pribadi, sistem ganjil-genap tidak bisa diandalkan. (Baca: Teror Penembakan Misterius di Tangerang Raya Terungkap, Pelaku 3 Remaja)
"Logikanya di mana kalau diterapkan seluruh ruas jalan dan setiap hari? Baru 25 ruas jalan yang berlaku ganjil-genap saja sudah berdampak terhadap ekonomi dan masih banyak penularan. Kami yakin seluruh fraksi DPRD akan menolak," katanya.
Politisi PDIP ini menyarankan Pemprov DKI Jakarta untuk lebih baik fokus pada pengawasan dan sanksi penegakan hukum yang konsisten sehingga penyebaran Covid-19 bisa dikendalikan. "Hal yang perlu dibatasi adalah pergerakan di permukiman padat, pasar tradisional, perkantoran, dan lain-lain," ucapnya.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai perluasan ganjil-genap hanya akan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Di sisi lain, kondisi itu menimbulkan penumpukan sehingga sangat rentan terjadi penularan. “Saya pikir hanya akan menimbulkan kluster baru karena pengguna kendaraan pribadi berkurang,” ucap Nirwono.
Karena itu, dia menyarankan Dinas Perhubungan melakukan kajian mendalam sehingga tidak asal mewacanakan kebijakan, apalagi menerapkan. “Ini menunjukkan kepanikan Pemda DKI yang tidak mampu mengendalikan persebaran Covid-19 di Ibu Kota,” nilainya.
Nirwono lantas menunjukkan bahwa penerapan ganjil-genap tidak terbukti efektif. Kemacetan kendaraan di sejumlah titik tak berkurang. Di sisi lain, kluster baru bermunculan, khususnya di kawasan perkantoran. "Dalam kondisi masih pandemi tinggi, sebaiknya Pemda DKI tetap harus mendorong masyarakat bekerja dan belajar di rumah saja," katanya. (Baca juga: Angin Kencang dan Hujan Lebat Datang Bersama Awan Mirip Tsunami)
Rencana penerapan sistem ganjil-genap selama 24 jam penuh sebelumnya dilontarkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo. Bahkan, kebijakan yang diatur dalam Pergub Nomor 51/2020 bukan tidak mungkin diterapkan untuk semua jenis kendaraan bermotor.
tulis komentar anda