Polusi Akibatkan Kematian 4,5 Kali Lebih Tinggi

Sabtu, 11 Juli 2020 - 08:01 WIB
loading...
A A A
Pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia Profesor Budi Haryanto menegaskan, polusi udara menyebabkan gangguan penyakit kronis. Itulah yang kemudian terjadi komorbiditas, terlebih lagi pada saat serangan pandemi saat ini tentunya akan menimbulkan keparahan penderita Covid-19.

"Penelitian di Harvard menunjukkan bahwa pasien covid-19 di wilayah tinggi polusi memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan di wilayah rendah polusi," tegasnya.

Beberapa penelitian terbaru menemukan bahwa mereka yang tinggal di wilayah polusi udara tinggi mempunyai risiko 4,5 kali lipat lebih tinggi akan meninggal akibat Covid-19, dibandingkan yang tinggal di wilayah polusi udara rendah. (Baca juga: Rencana Pembelian 8 Unit Osprey untuk Jawab Kebutuhan Alutsista)

Penelitian serupa juga dilakukan di Eropa, termasuk Italia, Prancis, Spanyol, dan Jerman. "European Public Health Alliance menyatakan, polusi udara mengurangi peluang seseorang bertahan hidup dari wabah korona," katanya.

Itulah sebabnya, lanjut Budi, World Health Organization (WHO) mengimbau agar setiap negara memperhatikan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian Covid-19.

"WHO menyebutkan, negara dengan tingkat polusi udara tinggi seperti Indonesia harus mempertimbangkan faktor risiko polusi udara tersebut dalam persiapan pengendalian Covid-19," ungkapnya.

Berdasarkan penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), polusi udara sangat berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Hasil penelitian FKM UI menyebutkan, partikel udara PM2,5 menyebabkan fungsi paru-paru tidak normal kepada 21% warga Tangerang dan 24% warga Makassar.

"Dan harus diingat, ketika fungsi paru sudah terganggu, maka tidak pernah bisa menjadi normal kembali. Tidak pernah bisa sembuh 100%," tegasnya. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)

Untuk mengurangi polusi tersebut, menurut dia, pemerintah bisa meningkatkan kualitas udara di antaranya, dengan memperbaiki kualitas bahan bakar minyak (BBM), kualitas mesin, kepadatan lalu lintas, dan lainnya.

"Jika kita estimasi, dengan penggantian BBM standar Euro-4 pada 2017dan diterapkan pada 2018 sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), maka perbaikan kualitas udara, termasuk penurunan PM 2,5 akan signifikan hingga 2050," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1428 seconds (0.1#10.140)