Menilik Sejarah Stasiun Gambir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Stasiun Gambir belakangan ini ramai diisukan akan dihentikan demi melayani kereta api jarak jauh (antar provinsi). Namun, kabar tersebut dibantah oleh PT KAI. Stasiun yang berada di JL. Medan Merdeka, Jakarta Pusat tetap akan melayani kereta api jarak jauh
Menilik sejarahnya seperti dikutip dari heritage KAI , stasiun Gambir awalnya adalah tanah rawa yang dimiliki oleh Anthony Paviljoen. Kemudian dibeli oleh Cornelis Chastelein pada 1697 dan diberi nama Weltevreden. Selang beberapa puluh tahun atau tepatnya aada 1871 tempat itu menjadi sebuah halte bernama Koningsplein atau berarti halte lapangan raja.
Baca juga : Malam Ini Pemudik Padati Stasiun Gambir
Nederlands-Indische Spoorweg sampai tahun 1884 mengelola halte tersebut. Pada 4 Oktober 1884 tempat ini diganti menjadi stasiun, dengan nama Stasiun Weltevreden yang dibuka tempat dimana Stasiun Gambir kini berada.
Gagasan pembangunan ini dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J,J Rochussen pada tahun 1846. Jalur kereta api ini mulai dari Jakarta menuju Bogor.
Pada kurun waktu 1925-1930 di Weltevreden dilakukan elektrifikasi. Rencana ini mulai dicetuskan pada tahun 1915 dan mulai dikerjakan tahun 1921. Pada 1937, nama stasiun Weltevreden diganti menjadi Stasiun Batavia Koningsplein.
Stasiun Batavia Koningsplein mulai melayani perjalanan ke Surabaya dan sebaliknya. Pada masa itu stasiun ini menjadi stasiun tersibuk di Hindia Belanda. Masyarakat juga mulai menyebut stasiun ini dengan Stasiun Gambir.
Baca juga : PT KAI Percepat Pengembalian Uang Pembatalan Tiket
Terkait penamaan Gambir diduga sekitar 1922. Karena pada saat itu masyarakat menyebut lapangan Koningsplein dengan lapangan Gambir, karena di terdapat pohon gambir di lapangan itu.
Pada tahun 1976, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Solihin GP melakukan kerja sama dalam pembangunan kawasan Jabodetabek. Untuk menarik minat penduduk agar menetap di kawasan ini, pemerintah meningkatkan layanan transportasi.
Kerjasama itu membangun sistem kereta api modern guna menumbuhkan peran kereta api di wilayah Jabodetabek. Salah satunya adalah proyek pembangunan jalur layang kereta api Jakarta- Manggarai. Salah satunya adalah Stasiun Gambir yang berfungsi sebagai perhentian di jalur layang. Pada 17 Desember 1986 pembangunan ditandai dengan pemasangan tiang pertama di segmen B, tepatnya di bagian selatan Stasiun Gambir yang lama.
Stasiun Gambir baru dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian jalur pada Jumat 6 Jumat 1992, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan ditandai pengoperasian Kereta Api Listrik.
Stasiun baru ini memiliki tiga lantai, lantai pertama yang jadi loket penjualan tiket, lantai dua yang menjadi ruang tunggu penumpang yang dilengkapi toilet, restoran dan beberapa kantor pegawai, dan lantai atas adalah peron bagi penumpang.
Arsitektur di bagian atas terlihat sederhana dengan atap bersusun seperti joglo. Jalur layang sendiri masing masing memiliki warna yang berbeda. Stasiun Gambir dominan warna hijau, hingga lantainya juga dipasang porselen warna hijau. Stasiun ini juga menjadi bangunan yang mudah dikenali di jantung kota Jakarta.
Menilik sejarahnya seperti dikutip dari heritage KAI , stasiun Gambir awalnya adalah tanah rawa yang dimiliki oleh Anthony Paviljoen. Kemudian dibeli oleh Cornelis Chastelein pada 1697 dan diberi nama Weltevreden. Selang beberapa puluh tahun atau tepatnya aada 1871 tempat itu menjadi sebuah halte bernama Koningsplein atau berarti halte lapangan raja.
Baca juga : Malam Ini Pemudik Padati Stasiun Gambir
Nederlands-Indische Spoorweg sampai tahun 1884 mengelola halte tersebut. Pada 4 Oktober 1884 tempat ini diganti menjadi stasiun, dengan nama Stasiun Weltevreden yang dibuka tempat dimana Stasiun Gambir kini berada.
Gagasan pembangunan ini dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J,J Rochussen pada tahun 1846. Jalur kereta api ini mulai dari Jakarta menuju Bogor.
Pada kurun waktu 1925-1930 di Weltevreden dilakukan elektrifikasi. Rencana ini mulai dicetuskan pada tahun 1915 dan mulai dikerjakan tahun 1921. Pada 1937, nama stasiun Weltevreden diganti menjadi Stasiun Batavia Koningsplein.
Stasiun Batavia Koningsplein mulai melayani perjalanan ke Surabaya dan sebaliknya. Pada masa itu stasiun ini menjadi stasiun tersibuk di Hindia Belanda. Masyarakat juga mulai menyebut stasiun ini dengan Stasiun Gambir.
Baca juga : PT KAI Percepat Pengembalian Uang Pembatalan Tiket
Terkait penamaan Gambir diduga sekitar 1922. Karena pada saat itu masyarakat menyebut lapangan Koningsplein dengan lapangan Gambir, karena di terdapat pohon gambir di lapangan itu.
Pada tahun 1976, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Solihin GP melakukan kerja sama dalam pembangunan kawasan Jabodetabek. Untuk menarik minat penduduk agar menetap di kawasan ini, pemerintah meningkatkan layanan transportasi.
Kerjasama itu membangun sistem kereta api modern guna menumbuhkan peran kereta api di wilayah Jabodetabek. Salah satunya adalah proyek pembangunan jalur layang kereta api Jakarta- Manggarai. Salah satunya adalah Stasiun Gambir yang berfungsi sebagai perhentian di jalur layang. Pada 17 Desember 1986 pembangunan ditandai dengan pemasangan tiang pertama di segmen B, tepatnya di bagian selatan Stasiun Gambir yang lama.
Stasiun Gambir baru dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian jalur pada Jumat 6 Jumat 1992, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan ditandai pengoperasian Kereta Api Listrik.
Stasiun baru ini memiliki tiga lantai, lantai pertama yang jadi loket penjualan tiket, lantai dua yang menjadi ruang tunggu penumpang yang dilengkapi toilet, restoran dan beberapa kantor pegawai, dan lantai atas adalah peron bagi penumpang.
Arsitektur di bagian atas terlihat sederhana dengan atap bersusun seperti joglo. Jalur layang sendiri masing masing memiliki warna yang berbeda. Stasiun Gambir dominan warna hijau, hingga lantainya juga dipasang porselen warna hijau. Stasiun ini juga menjadi bangunan yang mudah dikenali di jantung kota Jakarta.
(bim)