Riwayat 5 Pahlawan Asal Jakarta yang Diabadikan Jadi Nama Jalan

Minggu, 30 Januari 2022 - 05:00 WIB
loading...
Riwayat 5 Pahlawan Asal Jakarta yang Diabadikan Jadi Nama Jalan
Mohammad Husni Thamrin atau MH Thamrin dikenal sebagai pahlawan nasional yang namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan protokol di DKI. Foto/Dok SINDOnews
A A A
Jakarta yang dahulu bernama Batavia, adalah salah satu wilayah yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan rakyat Indonesia. Tak sedikit tokoh asal Jakarta yang turut memperjuangkan kemerdekaan.

Beberapa di antaranya dianugerahi predikat pahlawan nasional. Berikut 5 pahlawan nasional asal Jakarta yang menjadi kebanggaan bangsa.

1. Mohammad Husni Thamrin
Mohammad Husni Thamrin atau MH Thamrin dikenal sebagai pahlawan nasional yang namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan protokol di DKI. Nama MH Thamrin juga bisa ditemukan dalam bentuk museum yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat.

MH Thamrin adalah putra asli Betawi. Ia dilahirkan di Kampung Sawah Besar pada 16 Februari 1894 dari pasangan Thamrin Muhammad Tabri dan Nurhamah. Darah Eropa mengalir pada diri MH Thamrin lantaran sang kakek, Ort, adalah orang Inggris yang menikah dengan Noeraini, perempuan Betawi.

Meski termasuk keluarga terpandang, sejak kecil MH Thamrin terbiasa bermain dengan anak-anak dari kalangan jelata. Ia menyaksikan dan merasakan bagaimana kepahitan hidup yang dijalani orang kelas bawah. Sejak duduk sebagai anggota dewan, MH Thamrin tampil sebagai sosok pembela rakyat kecil.

Pada 1919, di usia 25 tahun, MH Thamrin memulai debut politiknya di Gemeenteraad atau DPRD. Tuntutannya agar pemerintah memperhatikan warga di kampung-kampung di Jakarta ditindaklanjuti dengan dibuatnya saluran air besar sehingga kampung terhindar dari banjir.

Tahun 1927, ia diangkat jadi anggota Volksraad (DPR). Kala itu ia mendesak agar perlakuan buruk terhadap buruh di Sumatera Timur dihentikan. Kemudian, pada 1939, MH Thamrin menjadi Wakil Ketua Partai Indonesia Raya. Ia memperjuangkan penggantian istilah inlander menjadi Indonesia atau Indonesisch.

MH Thamrin menjadi tahanan rumah pada 6 Januari 1941 karena dianggap berkhianat terhadap pemerintah Belanda. Meski kala itu ia tengah sakit, pikiran dan perhatiannya selalu tertuju pada rakyat. Hingga akhirnya, ia meninggal dunia pada 11 Januari 1941. MH Thamrin diantar oleh ribuan orang ke peristirahatan terakhirnya di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1960.

2. Ismail Marzuki
Ismail Marzuki adalah komponis masyhur kebanggaan Indonesia. Karya-karyanya hingga kini masih terus terdengar, salah satunya adalah lagu Rayuan Pulau Kelapa.

Lahir dan besar di Kwitang, Jakarta pada 11 Mei 1914, Ismail Marzuki tumbuh menjadi sosok yang mencintai musik. Ketika bersekolah di MULO, Ismail membuat grup musik bersama kawan-kawannya. "O Sarinah", yang menggambarkan kehidupan masyarakat di masa penjajahan Belanda, adalah lagu pertama yang ia ciptakan ketika usianya 17 tahun. Pada 1936, Ismail tergabung dalam Liev Java sebagai gitaris dan pemain saksofon.

Di masa pendudukan Jepang, Ismail Marzuki aktif dalam orkes radio di radio militer milik Jepang. Setelah itu, siaran musiknya ia lanjutkan di RRI yang akhirnya berakhir ketika Belanda menduduki stasiun radio tersebut.

Pada 25 Mei 1958, saat usianya 44 tahun, Ismail Marzuki meninggal dunia karena sakit. Untuk menghormati jasa Ismail, pemerintah membangun pusat seni dan kebudayaan Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat. Ismail Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2004.

3. Pierre Tendean
Lelaki bernama lengkap Pierre Andries Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Putra pasangan AL Tenderan dan ME Cornet ini menempuh pendidikan di Akademi Zeni Angkatan Darat pada 1958. Setelah itu, karier militernya pun dimulai di bidang intelijen.

Saat Operasi Dwikora, ia sukses melakukan penyusupan ke Malaysia dengan menyamar sebagai turis. Wajah Pierre yang menyerupai turis asing dengan penguasaan beberapa bahasa, membuat penyamarannya berhasil.

Pierre ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution pada 15 April 1965. Namun, Pierre tak berusia panjang. Ia menjadi tameng Nasution, yang kala itu menjadi sasaran tangkap Pasukan Cakrabirawa.

Nasution berhasil menyelamatkan diri, sementara Pierre ditangkap lalu dibawa ke Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 pagi. Bersama enam jenderal, Pierre gugur akibat siksaan anggota PKI. Pierre dimakamkan di TMPN Utama Kalibata dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 5 Oktober 1965.

4. Abdulrachman Saleh
Lahir di Jakarta pada 1 Juli 1909, Abdulrachman Saleh merupakan salah satu pahlawan yang merintis TNI Angkatan Udara, selain juga memiliki keahlian sebagai dokter.

Saleh mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), dan STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsc Art). Ia kemudian mendalami dan mengembangkan ilmu faal (fisiologi) di Tanah Air. Oleh karena itu ia ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh Universitas Indonesia pada 1958.

Pada 1946, Saleh diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun. Tokoh dari Radio Republik Indonesia (RRI) ini juga merupakan pendiri Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara yang berlokasi di Malang.Selain itu, agar dapat menyiarkan informasi tentang Indonesia di dalam maupun luar negeri, Saleh turut mendirikan sebuah pemancar.

Saleh tewas karena pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh Belanda. Kala itu, Saleh dan Adisutjipto pdiperintahkan ke India. Keduanya singgah di Singapura untuk mengambil bantuan obat dari Palang Merah Malaysia, sebelum kembali ke Tanah Air.

Dalam perjalanan ke Yogyakarta, pada 29 Juli 1947, pesawat mereka ditembaki oleh dua pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda. Akibat kehilangan kendali, pesawat menabrak pohon dan Saleh tewas dalam peristiwa itu.

Abdulrachman Saleh dimakamkan di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada 9 November 1974.

5. Wage Rudolf Supratman
Wage Rudolf Supratman atau WR Supratman dikenal sebagai pencipta lagu Indonesia Raya. Lagu yang dikukuhkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia ini dibuat WR Supratman dalam kondisi terancam, karena saat itu ia dikejar oleh polisi Hindia Belanda.

Pihak Belanda khawatir lagu tersebut mendorong semangat rakyat dalam meraih kemerdekaan, sehingga lagu tersebut dilarang untuk dinyanyikan. Meski kemudian diizinkan, Belanda mensyaratkan lagu Indonesia Raya dinyanyikan tanpa lirik "merdeka, merdeka".

Selain menciptakan lagu perjuangan, pria kelahiran Jatinegara, Jakarta pada 9 Maret 1903 ini berkiprah sebagai jurnalis. Karena kondisi kesehatannya menurun, Supratman mundur dari pekerjaannya di surat kabar Sin Po pada 1933.

WR Supratman meninggal dunia dalam usia 35 tahun, tepatnya pada 17 Agustus 1938 di Surabaya. Ia diberi kehormatan sebagai pahlawan nasional pada 1970. Kemudian, tahun 2013, pemerintah menetapkan tanggal kelahiran WR Supratman, yaitu 9 Maret, sebagai Hari Musik Nasional.

Rahmi Rizal/Litbang MPI
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1858 seconds (0.1#10.140)