Riwayat 5 Pahlawan Asal Jakarta yang Diabadikan Jadi Nama Jalan
loading...
A
A
A
Di masa pendudukan Jepang, Ismail Marzuki aktif dalam orkes radio di radio militer milik Jepang. Setelah itu, siaran musiknya ia lanjutkan di RRI yang akhirnya berakhir ketika Belanda menduduki stasiun radio tersebut.
Pada 25 Mei 1958, saat usianya 44 tahun, Ismail Marzuki meninggal dunia karena sakit. Untuk menghormati jasa Ismail, pemerintah membangun pusat seni dan kebudayaan Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat. Ismail Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2004.
3. Pierre Tendean
Lelaki bernama lengkap Pierre Andries Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Putra pasangan AL Tenderan dan ME Cornet ini menempuh pendidikan di Akademi Zeni Angkatan Darat pada 1958. Setelah itu, karier militernya pun dimulai di bidang intelijen.
Saat Operasi Dwikora, ia sukses melakukan penyusupan ke Malaysia dengan menyamar sebagai turis. Wajah Pierre yang menyerupai turis asing dengan penguasaan beberapa bahasa, membuat penyamarannya berhasil.
Pierre ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution pada 15 April 1965. Namun, Pierre tak berusia panjang. Ia menjadi tameng Nasution, yang kala itu menjadi sasaran tangkap Pasukan Cakrabirawa.
Nasution berhasil menyelamatkan diri, sementara Pierre ditangkap lalu dibawa ke Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 pagi. Bersama enam jenderal, Pierre gugur akibat siksaan anggota PKI. Pierre dimakamkan di TMPN Utama Kalibata dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 5 Oktober 1965.
4. Abdulrachman Saleh
Lahir di Jakarta pada 1 Juli 1909, Abdulrachman Saleh merupakan salah satu pahlawan yang merintis TNI Angkatan Udara, selain juga memiliki keahlian sebagai dokter.
Saleh mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), dan STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsc Art). Ia kemudian mendalami dan mengembangkan ilmu faal (fisiologi) di Tanah Air. Oleh karena itu ia ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh Universitas Indonesia pada 1958.
Pada 1946, Saleh diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun. Tokoh dari Radio Republik Indonesia (RRI) ini juga merupakan pendiri Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara yang berlokasi di Malang.Selain itu, agar dapat menyiarkan informasi tentang Indonesia di dalam maupun luar negeri, Saleh turut mendirikan sebuah pemancar.
Saleh tewas karena pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh Belanda. Kala itu, Saleh dan Adisutjipto pdiperintahkan ke India. Keduanya singgah di Singapura untuk mengambil bantuan obat dari Palang Merah Malaysia, sebelum kembali ke Tanah Air.
Pada 25 Mei 1958, saat usianya 44 tahun, Ismail Marzuki meninggal dunia karena sakit. Untuk menghormati jasa Ismail, pemerintah membangun pusat seni dan kebudayaan Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat. Ismail Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2004.
3. Pierre Tendean
Lelaki bernama lengkap Pierre Andries Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Putra pasangan AL Tenderan dan ME Cornet ini menempuh pendidikan di Akademi Zeni Angkatan Darat pada 1958. Setelah itu, karier militernya pun dimulai di bidang intelijen.
Saat Operasi Dwikora, ia sukses melakukan penyusupan ke Malaysia dengan menyamar sebagai turis. Wajah Pierre yang menyerupai turis asing dengan penguasaan beberapa bahasa, membuat penyamarannya berhasil.
Pierre ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution pada 15 April 1965. Namun, Pierre tak berusia panjang. Ia menjadi tameng Nasution, yang kala itu menjadi sasaran tangkap Pasukan Cakrabirawa.
Nasution berhasil menyelamatkan diri, sementara Pierre ditangkap lalu dibawa ke Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 pagi. Bersama enam jenderal, Pierre gugur akibat siksaan anggota PKI. Pierre dimakamkan di TMPN Utama Kalibata dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 5 Oktober 1965.
4. Abdulrachman Saleh
Lahir di Jakarta pada 1 Juli 1909, Abdulrachman Saleh merupakan salah satu pahlawan yang merintis TNI Angkatan Udara, selain juga memiliki keahlian sebagai dokter.
Saleh mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), dan STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsc Art). Ia kemudian mendalami dan mengembangkan ilmu faal (fisiologi) di Tanah Air. Oleh karena itu ia ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh Universitas Indonesia pada 1958.
Pada 1946, Saleh diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun. Tokoh dari Radio Republik Indonesia (RRI) ini juga merupakan pendiri Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara yang berlokasi di Malang.Selain itu, agar dapat menyiarkan informasi tentang Indonesia di dalam maupun luar negeri, Saleh turut mendirikan sebuah pemancar.
Saleh tewas karena pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh Belanda. Kala itu, Saleh dan Adisutjipto pdiperintahkan ke India. Keduanya singgah di Singapura untuk mengambil bantuan obat dari Palang Merah Malaysia, sebelum kembali ke Tanah Air.