Sejarah Terbentuknya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Sabtu, 11 Desember 2021 - 07:07 WIB
loading...
Sejarah Terbentuknya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Fasilitas permainan sepeda air di Perkampungan Budaya Betawi PBB Setu Babakan. Foto: SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan baru saja menyabet Juara 1 Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 Kategori Cleanliness, Health, Safety dan Environment Sustainability (CHSE). Ajang yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini diikuti oleh 1.831 Desa Wisata di seluruh Indonesia. Terdapat 7 kategori penilaian Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021, yaitu Daya Tarik Wisata, Homestay, Toilet, Suvenir, Desa Digital, dan dan Konten Kreatif.



Perkampungan Budaya Betawi merupakan embrio pusat kebudayaan Betawi, suatu tempat dimana ditumbuhkembangkan keasrian alam, tradisi Betawi yang meliputi keagamaan, kebudayaan dan kesenian Betawi.

Ide dan keinginan untuk membangun pusat kebudayaan Betawi sesungguhnya sudah tercetus sejak tahun 1990-an. Kemudian oleh Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) periode 1996-2001, keinginan ini dituangkan dalam sebuah rancangan program kerja yakni Membangun Pusat Perkampungan Budaya Betawi.

Desakan masyarakat Betawi yang amat kuat, dukungan tokoh-tokoh Betawi terdidik serta organisasi masyarakat ke-Betawian, bersama Bamus Betawi sebagai lembaga yang mengkoordinir dan mengayomi seluruh aktivitas organisasi-organisasi dan yayasan-yayasan masyarakat Betawi, akhirnya melahirkan kesepakatan.

Tanpa melampaui tugas dan kewenangan Pemda DKI Jakarta pada tahun 1998, Bamus Betawi mengajukan proposal tentang Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi, dengan alternatif lokasi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Usaha ini semata-mata karena semua pihak memiliki tanggung jawab moral untuk memotivasi, membina dan membangun serta sekaligus melestarikan budaya Betawi ini.

Untuk lebih memantapkan usulan Bamus Betawi dan kebijakan Pemda DKI Jakarta, sebelumnya pada tanggal 13 September 1997 diselenggarakan Festival Setu Babakan/sehari di Setu Babakan oleh Sudin Pariwisata Jakarta Selatan dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Karena dalam acara tersebut dapat dilihat jelas aktivitas masyarakat dengan kekentalan budayanya mulai dari pakaian, hasil industri rumahan, buah-buahan dan lainnya.

Bersamaan dengan ini Bamus Betawi menyerahkan kepada masyarakat dan salah satu organisasi pendukung (Satgas PBB) untuk menjaga dan memantau embrio PBB sampai sekarang. Pada tahun 2000 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 92 tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Berdasarkan SK tersebut akhirnya mulailah dibangun embrio PBB pada tanggal 15 September 2000.

Kemudian pada tanggal 20 Januari 2001, Bamus Betawi mengadakan Halal Bihalal dengan organisasi pendukung dan masyarakat Betawi pada umumnya. Pada saat itu Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menandatangani prasasti pencanangan awal Perkampungan Budaya Betawi. Sementara itu Ketua Umum Bamus Betawi Abdul Syukur memberi mandat kepada Satgas PBB untuk berperan aktif mengawasi Perkampungan Budaya Betawi, terutama Setu Babakan.

Perkampungan Budaya Betawi dibuat bukan untuk mengaboriginkan kaum Betawi dan juga bukan semata-mata untuk tujuan wisata, tetapi lebih kepada pelestarian, pengembangan, dan penataan Budaya Betawi.

Mengingat Perkampungan Budaya Betawi semakin banyak mendapat perhatian publik, sementara payung hukum yang ada (SK Gubernur Nomor 92 Tahun 2000 belum dapat menaungi secara utuh, maka melalui usulan, saran dari berbagai pihak agar dibuat satu Perda tentang Perkampungan Budaya Betawi.

Maka pada tanggal 10 Maret 2005 lahirlah Perda Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Melalui Perda ini diharapkan pengembangan Perkampungan Budaya Betawi dapat lebih terkoordinasi dan tertata.

Kawasan Setu Babakan terbagi menjadi 3 zona wilayah, yaitu:

1. Zona A, dikembangkan menjadi pusat pelestarian pengembangan budaya dengan luas 3,2 hektare (ha). Pada zona ini dikembangkan berbagai rumah adat khas Betawi, seperti rumah adat gudang, kebaya, joglo, bapang, pesisir dan pulau seribu yang juga dilengkapi dengan museum sejarah dan purbakala, gedung teater dan gedung modern bernuansa Betawi.

2. Zona B, dikembangkan sebagai pusat kuliner nusantara dengan tema Betawi untuk Indonesia. Zona ini berdiri diatas lahan seluas 3.700 meter persegi. Di dalam zona ini terdapat kurang lebih 250 pedagang kuliner yang menjajakan makanan khas Betawi dan budaya Indonesia lainnya.

3. Zona C, dikembangkan menjadi zona komersial dan studi alam. Zona ini berdiri diatas lahan seluas 2,8 ha. Di zona ini dibangun replika perkampungan Betawi yang dilengkapi rumah adat, sawah dan empang (danau kecil).
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2149 seconds (0.1#10.140)