Sidang Mafia Tanah 45 Hektare, Saksi Ahli Endus Indikasi Pembuatan Dokumen Palsu
loading...
A
A
A
"Dalam hal tidak ada surat asli sebagai pembanding bukanlah suatu masalah. Selama ada bukti bahwa surat tersebut pernah ada (melalui bukti fotokopi) dan materiil isi fotokopinya tidak sesuai fakta maka tetap masuk dalam delik pemalsuan. Sehingga tidak diperlukan surat asli dalam hal pemenuhan delik pemalsuan," jelasnya.
"Juga terkait waktu terjadinya tindak pidana, dilihat bukan pada saat surat palsu tersebut dibuat melainkan pada saat surat tersebut digunakan. Secara umum pendapat ahli sangat tajam dan membantu persidangan kali ini," tambah Chairul.
Diketahui, dalam melancarkan aksinya dalam percobaan menguasai lahan warga, Darmawan menggunakan tiga dokumen berbeda. Pertama pada 2017, Darmawan menggunakan Girik sebagai bukti kepemilikan lahan, namun upaya itu gagal.
Lalu, pada 2018 Darmawan menggunakan SK residen Banten, lagi-lagi upaya tersebut gagal. Kemudian di 2020, mereka menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1 sampai 9 masing-masing dengan luas 5 hektare. Upaya tersebut pun kembali gagal.
Chairul mengatakan hal tersebut dapat dibuktikan kepalsuan dokumen yang digunakan terdakwa dengan meminta keterangan para warga. Atau saksi lainnya yang mengetahui keaslian sertifikat tanah tersebut.
"Juga terkait delik menggunakan surat palsu. Dalam hal ini ahli memberi keterangan bahwa pelaku tidak harus menghendaki menggunakan surat palsu, cukup dengan mengetahui surat tersebut palsu dan menggunakannya maka sudah dianggap memenuhi delik menggunakan surat palsu," papar Chairul.
Sidang pun usai setelah Chairul menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim ketua, Jaksa dan Kuasa Hukum terdakwa. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin, (16/08/2021) mendatang dengan agenda mendengarkan saksi dari terdakwa.
Salah satu warga, Saipul Basri mengaku puas dengan keterangan yang dibeberkan saksi ahli dalam persidangan ini. Menurut dia, apa yang disampaikan itu sesuai. "Kami apresiasi atas keterangan yang diberikan saksi ahli. Artinya benar ini perbuatan Melawan Hukum," katanya.
Sejauh ini kata Saipul pihaknya memang belum pernah melihat wujud atau keaslian dari SHGB 1-9. "Kami berharap pelaku agar bisa dijatuhi sanksi sesuai. Hak tanah jelas, sertifikat yang dimiliki pihak tergugat palsu," pungkasnya.
"Juga terkait waktu terjadinya tindak pidana, dilihat bukan pada saat surat palsu tersebut dibuat melainkan pada saat surat tersebut digunakan. Secara umum pendapat ahli sangat tajam dan membantu persidangan kali ini," tambah Chairul.
Diketahui, dalam melancarkan aksinya dalam percobaan menguasai lahan warga, Darmawan menggunakan tiga dokumen berbeda. Pertama pada 2017, Darmawan menggunakan Girik sebagai bukti kepemilikan lahan, namun upaya itu gagal.
Lalu, pada 2018 Darmawan menggunakan SK residen Banten, lagi-lagi upaya tersebut gagal. Kemudian di 2020, mereka menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1 sampai 9 masing-masing dengan luas 5 hektare. Upaya tersebut pun kembali gagal.
Chairul mengatakan hal tersebut dapat dibuktikan kepalsuan dokumen yang digunakan terdakwa dengan meminta keterangan para warga. Atau saksi lainnya yang mengetahui keaslian sertifikat tanah tersebut.
"Juga terkait delik menggunakan surat palsu. Dalam hal ini ahli memberi keterangan bahwa pelaku tidak harus menghendaki menggunakan surat palsu, cukup dengan mengetahui surat tersebut palsu dan menggunakannya maka sudah dianggap memenuhi delik menggunakan surat palsu," papar Chairul.
Sidang pun usai setelah Chairul menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim ketua, Jaksa dan Kuasa Hukum terdakwa. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin, (16/08/2021) mendatang dengan agenda mendengarkan saksi dari terdakwa.
Salah satu warga, Saipul Basri mengaku puas dengan keterangan yang dibeberkan saksi ahli dalam persidangan ini. Menurut dia, apa yang disampaikan itu sesuai. "Kami apresiasi atas keterangan yang diberikan saksi ahli. Artinya benar ini perbuatan Melawan Hukum," katanya.
Sejauh ini kata Saipul pihaknya memang belum pernah melihat wujud atau keaslian dari SHGB 1-9. "Kami berharap pelaku agar bisa dijatuhi sanksi sesuai. Hak tanah jelas, sertifikat yang dimiliki pihak tergugat palsu," pungkasnya.
(wib)