Setuju Pelanggar Prokes Dipidana, Kenneth: Tapi yang Humanis dan Bermanfaat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, mengatakan, rancangan peraturan daerah (raperda) merupakan tahapan kegiatan dalam rangka melaksanakan tugas, dan tanggungjawab selaku lembaga penyelenggara negara di daerah, untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan pemerintahan daerah dalam membentuk suatu perda.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 dengan menyelipkan dua pasal baru, yaitu Pasal 28A berkaitan dengan kewenangan Satpol PP untuk menggelar penyidikan, sekaligus menjadi penyidik perkara pelanggaran perda, dan Pasal 32A tentang hukuman pidana 3 bulan penjara bagi siapa saja yang nekat berulang kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di DKI Jakarta disusun karena Jakarta mengalami keadaan luar biasa, dan berstatus darurat wabah Covid-19 dan agar aturan mengenai penanggulangan Covid-19 di Jakarta memiliki aturan yang lebih kuat.
Oleh karena itu, kata pria yang akrab disapa Kent, perda tersebut sangat perlu dikritisi dan mendapatkan perhatian agar lahirnya perda bisa mendatangkan manfaat dan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Bukan sebaliknya, menyusahkan masyarakat.
"Alasan revisi Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 cenderung hanya sepihak menyalahkan warga, sebagai penyebab meningkatnya angka penularan Covid-19 di DKI Jakarta tanpa mengevaluasi pola komunikasi, dan tanggung jawab hukum yang diemban pemerintah dalam penanganan Covid-19," kata Kent dalam keterangannya, Kamis (29/7/2021).
Kent menilai penegakan hukum protokol kesehatan di DKI Jakarta melalui Perda Covid-19 masih belum konsisten dan adil diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena hal tersebutlah yang menjadikan salah satu pemicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah yang akan menghambat penanganan Covid-19.
"Konsistensi penegakan hukum, edukasi masyarakat dan transparansi data adalah hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong tertib hukum dalam masyarakat. Sanksi pidana berpotensi menyasar, dan akan menambah kesengsaraan masyarakat miskin kota yang bergantung hidupnya pada perkerjaan informal harian di luar rumah," tegas Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.
Kata Kent, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2021 penduduk miskin di DKI Jakarta mencapai 501,92 ribu jiwa, meningkat 21.080 jiwa sejak Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 dengan menyelipkan dua pasal baru, yaitu Pasal 28A berkaitan dengan kewenangan Satpol PP untuk menggelar penyidikan, sekaligus menjadi penyidik perkara pelanggaran perda, dan Pasal 32A tentang hukuman pidana 3 bulan penjara bagi siapa saja yang nekat berulang kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di DKI Jakarta disusun karena Jakarta mengalami keadaan luar biasa, dan berstatus darurat wabah Covid-19 dan agar aturan mengenai penanggulangan Covid-19 di Jakarta memiliki aturan yang lebih kuat.
Oleh karena itu, kata pria yang akrab disapa Kent, perda tersebut sangat perlu dikritisi dan mendapatkan perhatian agar lahirnya perda bisa mendatangkan manfaat dan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Bukan sebaliknya, menyusahkan masyarakat.
"Alasan revisi Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 cenderung hanya sepihak menyalahkan warga, sebagai penyebab meningkatnya angka penularan Covid-19 di DKI Jakarta tanpa mengevaluasi pola komunikasi, dan tanggung jawab hukum yang diemban pemerintah dalam penanganan Covid-19," kata Kent dalam keterangannya, Kamis (29/7/2021).
Kent menilai penegakan hukum protokol kesehatan di DKI Jakarta melalui Perda Covid-19 masih belum konsisten dan adil diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena hal tersebutlah yang menjadikan salah satu pemicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah yang akan menghambat penanganan Covid-19.
"Konsistensi penegakan hukum, edukasi masyarakat dan transparansi data adalah hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong tertib hukum dalam masyarakat. Sanksi pidana berpotensi menyasar, dan akan menambah kesengsaraan masyarakat miskin kota yang bergantung hidupnya pada perkerjaan informal harian di luar rumah," tegas Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.
Kata Kent, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2021 penduduk miskin di DKI Jakarta mencapai 501,92 ribu jiwa, meningkat 21.080 jiwa sejak Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19.