Setuju Pelanggar Prokes Dipidana, Kenneth: Tapi yang Humanis dan Bermanfaat

Kamis, 29 Juli 2021 - 14:22 WIB
loading...
Setuju Pelanggar Prokes Dipidana, Kenneth: Tapi yang Humanis dan Bermanfaat
Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth menilai penegakan hukum protokol kesehatan melalui Perda Covid-19 belum konsisten dan adil diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Foto: SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, mengatakan, rancangan peraturan daerah (raperda) merupakan tahapan kegiatan dalam rangka melaksanakan tugas, dan tanggungjawab selaku lembaga penyelenggara negara di daerah, untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan pemerintahan daerah dalam membentuk suatu perda.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 dengan menyelipkan dua pasal baru, yaitu Pasal 28A berkaitan dengan kewenangan Satpol PP untuk menggelar penyidikan, sekaligus menjadi penyidik perkara pelanggaran perda, dan Pasal 32A tentang hukuman pidana 3 bulan penjara bagi siapa saja yang nekat berulang kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan.

Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di DKI Jakarta disusun karena Jakarta mengalami keadaan luar biasa, dan berstatus darurat wabah Covid-19 dan agar aturan mengenai penanggulangan Covid-19 di Jakarta memiliki aturan yang lebih kuat.



Oleh karena itu, kata pria yang akrab disapa Kent, perda tersebut sangat perlu dikritisi dan mendapatkan perhatian agar lahirnya perda bisa mendatangkan manfaat dan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Bukan sebaliknya, menyusahkan masyarakat.

"Alasan revisi Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 cenderung hanya sepihak menyalahkan warga, sebagai penyebab meningkatnya angka penularan Covid-19 di DKI Jakarta tanpa mengevaluasi pola komunikasi, dan tanggung jawab hukum yang diemban pemerintah dalam penanganan Covid-19," kata Kent dalam keterangannya, Kamis (29/7/2021).

Kent menilai penegakan hukum protokol kesehatan di DKI Jakarta melalui Perda Covid-19 masih belum konsisten dan adil diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena hal tersebutlah yang menjadikan salah satu pemicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah yang akan menghambat penanganan Covid-19.



"Konsistensi penegakan hukum, edukasi masyarakat dan transparansi data adalah hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong tertib hukum dalam masyarakat. Sanksi pidana berpotensi menyasar, dan akan menambah kesengsaraan masyarakat miskin kota yang bergantung hidupnya pada perkerjaan informal harian di luar rumah," tegas Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.

Kata Kent, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2021 penduduk miskin di DKI Jakarta mencapai 501,92 ribu jiwa, meningkat 21.080 jiwa sejak Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19.

"Data BPS perlu dikaji secara mendalam, mengingat kehidupan masyarakat hari ini secara realitanya adalah tidak mudah. Kehidupan ekonomi saat ini sedang mengalami krisis dengan banyak implikasi turunannya, masyarakat dihadapkan pada berbagai kesulitan, termasuk adanya pelarangan dan pembatasan kegiatan," tutur Kent.

Lalu, sambung Kent, masalah penggunaan masker adalah bentuk perbuatan mala in prohibita, bukan mala in se. Seseorang tidak menggunakan masker bukan kejahatan, akan tetapi hanya merupakan pelanggaran administratif, akibat adanya kondisi tertentu, dalam hal ini mencegah penularan virus.

"Sehingga katagori dalam perspektif pidana adalah pelanggaran ringan tanpa adanya itikad jahat (means rea), hanya merupakan perbuatan melawan hukum administratif. Ketika pendekatan Pemda DKI Jakarta lebih represif, akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang akan memberikan dampak buruk pada ketaatan hukum, ketimbang penggunaan masker. Misalnya, mereka akan bertindak melawan petugas, merusak, dan lain-lain," tegas Kent.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki kesimpangsiuran data penerima bantuan sosial (bansos) serta tidak meratanya penyaluran bansos di DKI Jakarta yang terjadi hingga awal tahun 2021.

"Adanya sistem informasi yang transparan, mekanisme komplain yang terukur hingga efisiensi dan realokasi anggaran perlu jadi prioritas," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) PDI Perjuangan DKI Jakarta itu.

Oleh karena itu, Kent meminta Pemprov DKI Jakarta agar mengevaluasi dan mencabut aturan terkait kewenangan penyidikan Satpol PP, kewenangan penyelidikan oleh Satpol PP. Sebab, dikhawatirkan hal itu dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian dalam penegakan peraturan di daerah.

Menurut Kent, pidana kurungan belum membuktikan secara statistik untuk memberikan efek jera bagi seseorang, bahkan akibatnya dapat mendorong rasa ingin melakukan pelanggaran kembali atau bahkan kejahatan, apabila ternyata dalam penjara ada pengaruh buruk dari per group atau teman sekamar.

"Saya sangat setuju adanya sanksi pidana, tetapi harus pidana yang efektif, humanis dan bertujuan untuk membina serta bisa memberi efek jera bagi pelaku dengan pola-pola dan konsep yang manusiawi dan bermanfaat bermanfaat bagi pelaku. Bukanlah sanksi kurungan yang menjadi prioritas, karena di sisi lain, untuk sebagian orang, penjara adalah untuk mengatasi masalah kehidupan akibat kesulitan hidup yang sangat berat, sehingga mereka merasa lebih aman dan terjamin di penjara," tuturnya.

Kata Kent, memberikan sanksi pidana penjara bagi pelanggar prokes merupakan kebijakan yang tidak humanis, karena masyarakat melanggar karena alasan mencari nafkah. Sebaiknya lebih cocok diberikan sanksi pidana yang lebih humanis dan memiliki manfaat.

"Harus lebih humanis dan memiliki manfaat seperti menjadi satgas Covid-19 atau melayani pasien Covid-19 untuk waktu yang ditentukan, supaya para pelanggar prokes tau bahwa Covid-19 itu nyata, dan bisa menimbulkan efek jera bagi pelanggar tersebut," tegas Kent.

Kent juga meminta kepada Pemprov DKI Jakarta agar persuasif kepada masyarakat dengan menjamin keterbukaan informasi, dan penyebaran informasi yang merata terkait penanganan Covid-19 dan akses terhadap jaminan sosial, ketimbang merevisi Perda Covid-19.

"Sebagai sebuah perbandingan, di Kalimantan Barat dimana perorangan yang tidak mengenakan masker dapat dikenai sanksi berupa, teguran lisan atau teguran tertulis; kerja sosial selama 15 menit; denda administratif sebesar Rp200 ribu; dan dikarantina sampai keluarnya hasil swab PCR," kata Kent.

"Perlu adanya upaya-upaya yang bersifat preventif dalam mencegah penularan Covid-19 melalui beberapa bentuk penanggulangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang ada," pungkasnya.

Perlu diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sejak dua pekan lalu menerapkan PPKM Darurat, yang kini telah diperpanjang hingga 2 Agustus 2021. Hal itu merupakan upaya mengerem laju penambahan kasus aktif penyebaran Covid-19.

Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta menggulirkan bantuan sosial terhadap warga yang terdampak Covid-19. Hal itu bentuk tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta sebagai bagian dari negara dalam menjaga keseimbangan penanggulangan Covid-19 dengan ikhtiar penerapan PPKM Darurat.

Pada November 2020 lalu, Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta menetapkan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai payung hukum Pemprov DKI Jakarta dalam menjalankan tanggung jawab memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat dari penyebaran COVID-19, serta melakukan pelindungan sosial dan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi COVID-19. Muatan pokok mengenai sanksi dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020 adalah melalui sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Dalam pelaksanaannya, baik ketentuan sanksi administratif maupun pidana belum efektif memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan penanggulangan COVID-19 .

Hal tersebut ditandai dengan peningkatan data kasus orang terkonfirmasi COVID-19 dan orang yang meninggal karena COVID-19. Hal itu menjadi pertimbangan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk mengajukan usulan Perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2020.

Perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2020 sangat perlu dan mendesak mengingat pandemi COVID-19 telah menyebabkan kondisi darurat yang telah berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, sosial ekonomi, dan pelayanan publik di DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta menyampaikan usulan materi dalam Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2020 terkait beberapa hal.

Perlu diketahui, usai membacakan Pidato Gubernur DKI Jakarta, materi usulan Raperda Perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 tersebut, secara simbolis diserahkan oleh Wagub Ariza kepada Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik. Kemudian. Dalam keterangan pers, M Taufik mengatakan, pembahasan usulan Raperda tersebut akan dilanjutkan pada Kamis 29 Juli 2021.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2085 seconds (0.1#10.140)