PPKM Darurat, Begini Pedoman Pelaksanaan Ibadah Kurban
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan taushiyah tentang pelaksanaan Ibadah Salat Idul Adha dan penyelenggaraan kurban saat PPKM Darurat. Taushiyah merekomendasikan sejumlah pedoman pelaksanaan Salat Idul Adha dan penyelenggaraan kurban selama masa PPKM Darurat yang berlangsung 3 hingga 20 Juli 2021.
”Untuk pelaksanaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban saat wabah COVID-19 diserahkan kepada pemerintah dengan dasar mewujudkan kemaslahatan dan mencegah terjadinya mafsadat,” kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (3/7/2021).
Menurut dia, ibadah kurban berdimensi sosial yang perlu dioptimalkan sebagai penguat gizi masyarakat. Tentu saja dalam pelaksanaannya harus memastikan sesuai syariah dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban, perlu diperhatikan mulai dari tata cara, waktu, lokasi penyembelihan.
Demi keamanan, untuk wilayah yang COVID-19 tidak terkendali, MUI mengusulkan agar penyembelihan hewan kurban diserahkan kepada rumah potong hewan (RPH) saja. Ini sudah sesuai dengan Fatwa MUI No 12/2009 tentang Standard Sertifikasi Penyembelihan Halal. (Baca juga; Keliling Pulau Jawa Sowan Para Kiai, Menag Jelaskan Prokes Salat Idul Adha dan Kurban )
”Pengurus masjid dapat mengkoordinasikan pelaksanaan dengan RPH dan tempat Penyembelihan yang tidak mengundang konsentrasi jamaah. Jadi kurban disalurkan kepada jamaah yang terdampak COVID-19. Bahkan bagi yang belum mampu membeli hewan kurban, bisa berderma kepada masyarakat yang terdampak COVID-19,” ungkapnya.
Jika dipotong sendiri oleh masjid, maka harus memperhatikan aspek disiplin protokol kesehatan yang ketat dan higienitas. Bentuk penerapan protokol kesehatan itu dengan menjaga jarak fisik, menghindari kerumunan, petugas memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan kebersihan sanitasi.
Terkait waktu, MUI menyarankan agar penyembelihan tidak dilakukan dalam satu hari saja. Penyembelihan perlu dibagi menjadi empat hari mulai 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, sehingga mengurangi kerumunan. Terkait tempat, MUI menyarankan agar lokasi terbuka sehingga mengurangi kerumunan. (Baca juga; Berkurban Hukumnya Wajib Bagi yang Mampu, Benarkah Demikian? )
Pelaksana diminta menjaga jarak fisik, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dalam pendistribusian daging kurban. MUI juga meminta kepada pemerintah untuk ikut serta menjaga dan mengawasi sehingga pelaksanaan ibadah kurban tetap sesuai syariah namun disiplin protokol kesehatan.
Sedangkan untuk pendistribusian daging kurban, MUI menyarankan agar daging disalurkan dalam bentuk olahan. Misalnya dengan memfasilitasi pengolahan seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya serta didistrubisikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.
Sesuai dengan Fatwa MUI No 37/2019 tentang Hukum Pengawetan dan Pendistribusian Daging Qurban dalam Bentuk Olahan, Pemerintah dapat mengoptimalkan manfaat daging kurban untuk kemaslahatan umat yang terdampak COVID-19.
”Untuk pelaksanaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban saat wabah COVID-19 diserahkan kepada pemerintah dengan dasar mewujudkan kemaslahatan dan mencegah terjadinya mafsadat,” kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (3/7/2021).
Menurut dia, ibadah kurban berdimensi sosial yang perlu dioptimalkan sebagai penguat gizi masyarakat. Tentu saja dalam pelaksanaannya harus memastikan sesuai syariah dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban, perlu diperhatikan mulai dari tata cara, waktu, lokasi penyembelihan.
Demi keamanan, untuk wilayah yang COVID-19 tidak terkendali, MUI mengusulkan agar penyembelihan hewan kurban diserahkan kepada rumah potong hewan (RPH) saja. Ini sudah sesuai dengan Fatwa MUI No 12/2009 tentang Standard Sertifikasi Penyembelihan Halal. (Baca juga; Keliling Pulau Jawa Sowan Para Kiai, Menag Jelaskan Prokes Salat Idul Adha dan Kurban )
”Pengurus masjid dapat mengkoordinasikan pelaksanaan dengan RPH dan tempat Penyembelihan yang tidak mengundang konsentrasi jamaah. Jadi kurban disalurkan kepada jamaah yang terdampak COVID-19. Bahkan bagi yang belum mampu membeli hewan kurban, bisa berderma kepada masyarakat yang terdampak COVID-19,” ungkapnya.
Jika dipotong sendiri oleh masjid, maka harus memperhatikan aspek disiplin protokol kesehatan yang ketat dan higienitas. Bentuk penerapan protokol kesehatan itu dengan menjaga jarak fisik, menghindari kerumunan, petugas memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan kebersihan sanitasi.
Terkait waktu, MUI menyarankan agar penyembelihan tidak dilakukan dalam satu hari saja. Penyembelihan perlu dibagi menjadi empat hari mulai 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, sehingga mengurangi kerumunan. Terkait tempat, MUI menyarankan agar lokasi terbuka sehingga mengurangi kerumunan. (Baca juga; Berkurban Hukumnya Wajib Bagi yang Mampu, Benarkah Demikian? )
Pelaksana diminta menjaga jarak fisik, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dalam pendistribusian daging kurban. MUI juga meminta kepada pemerintah untuk ikut serta menjaga dan mengawasi sehingga pelaksanaan ibadah kurban tetap sesuai syariah namun disiplin protokol kesehatan.
Sedangkan untuk pendistribusian daging kurban, MUI menyarankan agar daging disalurkan dalam bentuk olahan. Misalnya dengan memfasilitasi pengolahan seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya serta didistrubisikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.
Sesuai dengan Fatwa MUI No 37/2019 tentang Hukum Pengawetan dan Pendistribusian Daging Qurban dalam Bentuk Olahan, Pemerintah dapat mengoptimalkan manfaat daging kurban untuk kemaslahatan umat yang terdampak COVID-19.
(wib)