Sidang Kasus Penipuan Rp20 Miliar, Pengacara Timothy Giring Hakim ke Ranah Perdata

Kamis, 17 Juni 2021 - 20:49 WIB
loading...
Sidang Kasus Penipuan...
Sidang kasus penipuan sebesar Rp20 miliar yang menjerat CEO Black Boulder Capital Timothy Tandiokusuma memasuki babak baru. Foto: SINDOnews/Hasan Kurniawan
A A A
TANGERANG - Sidang kasus penipuan sebesar Rp20 miliar yang menjerat CEO Black Boulder Capital Timothy Tandiokusuma memasuki babak baru.

Dalam sidang lanjutan yang digelar di PN Tangerang, Rabu (16/6/2021), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Desti Novita menyampaikan tanggapannya/replik terkait pembelaan/pledoi yang dibacakan kuasa hukum terdakwa.
Baca juga: Kasus Penipuan Investasi Rp20 Miliar, Terdakwa Timothy: Saya Terdampak Pandemi

Tanggapan pertama yang disampaikan Jaksa dalam sidang kali ini terkait pembelaan Kuasa Hukum Timothy, Sumarso yang menyoroti kekeliruan pengetikan dalam pemisahan unsur Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Padahal, menurut Jaksa, hal itu telah dijelaskan secara cermat dan jelas dalam surat tuntutan JPU.

Yang kedua, Jaksa juga menanggapi niat terdakwa untuk menyelesaikan kewajibannya kepada saksi korban SF yang sampai saat ini tidak menemui titik temu karena tidak sesuai kerugian yang diderita SF.

Berdasarkan KUHP, permohonan maaf dengan menyelesaikan kewajiban tidak bisa menghapuskan dan atau menggugurkan perbuatan pidana yang telah dia lakukan.

“Niat baik tidak dapat dijadikan sebagai alasan menghapuskan pidana karena yang dilihat bukan pengembalian kerugian dengan bentuk aset yang ditawarkan terdakwa tapi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan terdakwa,” ujar Desti dalam replik yang dibacakannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Arief Budi Cahyono.

Yang terakhir, dia juga menanggapi pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyebut bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana melainkan perbuatan perdata.

Menurut Desti, penasehat hukum terdakwa berupaya mencampuradukkan permasalahan perkara pidana dengan perkara perdata. Sehingga, fakta-fakta persidangan yang membuktikan adanya fakta-fakta hukum yang terjadi dalam perkara ini terlihat kabur dan tidak jelas.

“Menurut hukum pidana, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian perbuatan terdakwa Timothy dapat dikatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang karena telah memenuhi semua unsur perbuatan sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat Tuntutan Penuntut Umum (PDM-24/M.6.16/Eoh.2/02/2021) tanggal 3 Juni 2021,” jelas Desti.

Karena itu, tidak terdapat adanya “alasan pemaaf” maupun “alasan pembenar’ yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan terdakwa sehingga berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, maka terdakwa harus dijatuhi pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan kesalahan terdakwa.
Baca juga: Ini Wajah Timothy Tandiokusuma, Pengusaha Muda yang Diduga Gelapkan Uang Nasabah Rp20 Miliar

“Dengan mengingat ketentuan perundang-undangan, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan memohon kiranya Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut: Pertama, Menolak Nota Keberatan (Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya. Kedua, mengabulkan Surat Tuntutan Penuntut,” kata Desti.

Kuasa hukum Timothy, Sumarso mengatakan, ada perbedaan pandangan antara JPU dan kuasa hukum terdakwa dalam menilai perbuatan yang dituntut di persidangan ini. “Jaksa ini kan pendapatnya sama dengan yang dituntutan. Jadi beliau kan berpendapat bahwa itu bukan perbuatan perdata. Tentu kami juga tetap pada pembelaan kami bahwa ini tidak masuk ke ranah pidana, tapi masuk ke ranah perdata. Perjanjiannya jelas kok. Kalau memang tindak pidananya penggelapan, itu bukan uang dititipkan. Ini investasi. Makanya kita buktikanlah nanti,” ujarnya.

Menanggapi itu, korban SF meluruskan bahwa perjanjian yang dibuatnya dengan Timothy adalah perjanjian pengelolaan dana. Timothy lah yang menginvestasikan dana dari dirinya ke berbagai bidang usaha. Karena itu, dia menilai risiko pemilihan investasi inilah yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan Timothy.

“Perjanjiannya pengelolaan dana. Saya menitipkan dana untuk dikelola Timothy dengan cek senilai dana yang saya keluarkan sebagai penjaminnya. Kemudian Timothy yang memutuskan akan berinvestasi ke mana. Jadi jangan lempar tanggung jawab dengan memutarbalikkan fakta. Tanggung jawab soal cek penjaminnya saja sudah bermasalah. Dari sini saja (cek penjamin) sudah bisa terlihat (unsur penipuan). Cek yang seharusnya menjamin keamanan dana saya ternyata tidak menjamin apa-apa karena tidak bisa dicairkan ketika dia mulai berulah,” ujar SF.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1398 seconds (0.1#10.140)