Makam Keramat Tajug dan Kisah Putra Sultan Ageng Tirtayasa Mengislamkan Tangerang
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Wangi bakaran dupa dan kemenyan menyeruak di sekitar makam Keramat Tajug. Di sinilah putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten yakni TB Raden Wetan Muhammad Atif atau lebih dikenal TB Atif disemayamkan.
Panglima Perang Kesultanan Banten ini mangkat pada tahun 1721 lantaran sakit tua. Jenazahnya dipendam di dalam musala atau tajug kecil berukuran 8x8 meter. Di sampingnya tampak makam Ratu Ayu, adik kandungnya yang meninggal lebih dulu.
Baca juga: Makam Keramat Punden Nyai Ronggeng Beraroma Mistis, Jarang Sepi dari Sesaji
Makam Keramat Tajug memiliki dua gedung. Pada gedung pertama digunakan untuk berziarah. Di dalam gedung ini hanya terdapat satu ruang yang selalu tertutup. Di dalam ruang itulah makam TB Atif dan Ratu Ayu berada saling bersebelahan.
Kemudian, pada gedung kedua ada musala yang biasa digunakan untuk ibadah. Di depan pintu masuk musala, terdapat satu makam tua. Dari makam itu, menjulur pohon Kamboja berusia puluhan tahun.
Juru Kunci Makam Keramat Tajug, M Haris (kiri) dan Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra (baju hitam) berada di makam TB Atif, Keramat Tajug, Cilenggang, Serpong, Tangsel, Jumat (23/4/2021). Foto: SINDOnews/Hasan Kurniawan
Sekilas bangunan gedung Keramat Tajug tidak ada yang istimewa. Pada 1998, kedua gedung dipugar total. Gedung utama diperluas hingga mencapai 12x11,5 meter persegi sehingga tidak terlihat lagi jejak Kesultanan Banten yang sangat mashyur itu.
Di depan dua gedung utama itu, terdapat bangunan kecil. Di depannya berdiri tiang bendera dengan bendera merah putih kecil yang tampak kusam. Sedang di sekitarnya terhampar sekitar 7.000-10.000 makam dengan pohon-pohon tua rindang.
Baca juga: Dikenalkan 1962 Atas Perintah Presiden Soekarno, Metromini Kini Tinggal Kenangan
Juru Kunci Makam Keramat Tajug, M Haris (61) mengatakan, makam ini berdiri di atas tanah sekitar 2 hektare persegi. Jika dilihat dari kejauhan dan atas, makam yang berada di atas bukit ini bentuknya tampak menyerupai burung puyuh.
"Kalau Ramadhan malah hampir gak ada, ramainya itu pas Syawal atau 1 Minggu sebelum puasa," ujar Haris di Makam Keramat Tajug, Cilenggang, Serpong, Tangsel, Jumat (23/4/2021).
Haris yang telah menjadi penunggu makam keramat sejak 1994 ini ternyata masih keturunan TB Atif. Setiap hari, dia berangkat dari rumahnya di wilayah Pamulang. "Para peziarah banyak yang dari seberang Cisadane, Suradita, Cikoleang, Rumpin, ada dari Bali, Bogor, Sarua, Puncak, Jakarta, Rempoa, Cirebon, Bekasi, Banten, Kalimantan, Brunei, hingga Mesir," jelasnya.
Yang membuat Makam Keramat Tajug menarik para peziarah adalah jejak sejarah TB Atif sebagai Panglima Perang Kesultanan Banten, putra Sultan Ageng Tirtayasa, dan penyebar ajaran agama Islam di wilayah Cilenggang, Serpong, Tangerang, Banten.
"TB Atif yang membawa agama Islam dari Banten ke Cilenggang. Jadi menurut cerita-cerita orang tua dulu, Cilenggang itu basisnya orang Hindu. Jadi setelah beliau datang ke sini, alhamdulillah jadi banyak yang memeluk agama Islam," ujar Haris.
Dalam menyebarkan Islam, TB Atif menggunakan cara kasih sayang dengan mendatangi warga dari pintu ke pintu dan merangkulnya sambil tetap berperang melawan penjajah kolonial Belanda.
Baca juga: Asal Usul Nama Depok Berasal dari Padepokan yang Didirikan Embah Raden Wujud
Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra mengatakan, jejak sejarah TB Atif di Cilenggang bisa dirunut sejak terjadinya perubahan nama Benteng menjadi Tangerang pada 15 Oktober 1954 kemudian membangun benteng selatan.
"Ketika Benteng diganti dengan sebutan Tangerang, Belanda kompeni lari ke benteng bagian selatan (sekarang Tangsel). Mereka membuat benteng di sepanjang Cisadane pada 1654 dan kembali menjajah masyarakat," katanya.
Melihat kesewenang-wenangan Belanda itulah akhirnya pada 1667 Sultan Ageng Tirtayasa mengutus putranya yang nomor enam TB Raden Wetan Muhammad Atif ke Cilenggang untuk menghancurkan benteng Belanda di bagian selatan.
Setibanya di Cilenggang, Atif yang membawa panji Islam mendapatkan perlawanan dari golongan Hindu yang merupakan penduduk asli di sana. Sehingga, Atif tidak hanya mengemban misi perang terhadap Belanda, tapi juga menyebarkan Islam.
Perjuangan TB Atif dalam menyebarkan Islam akhirnya berhasil setelah sejumlah tokoh Hindu berhasil ditaklukkan dan memeluk Islam. Setelah itu, Atif pun hendak kembali lagi ke Banten.
"Tetapi dia ditahan oleh para pengikutnya. Lalu, TB Atif menikah dengan orang Cilenggang, Siti Almiah pada 1667. Mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas. Dari hasil perkawinannya dengan Siti Almiah, mereka akhirnya dikarunia empat anak," ujar TB Sos Rendra.
Empat anaknya yakni Tubagus Romadon, Tubagus Arpah, Tubagus Raje, dan Tubagus Arya. Mereka masing-masing mengikuti jejak ayahnya dalam berjuang di bawah naungan panji-panji Islam.
"Saat terjadi perang antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji, TB Atif datang ke kerajaan. Tetapi kata Sultan Ageng, kamu tidak usah ikut campur. Kalau kamu bantu bapak, berarti akan perang sama kakak, kalau bantu kakak perang sama bapak," katanya.
Bak seperti buah simalakama, TB Atif tidak kuasa. Dia akhirnya mengikuti keinginan bapaknya kembali ke Cilenggang dan tidak ikut campur perang keluarga. Bersama Atif, adik perempuannya Ratu Ayu ikut bersama dan akhirnya tinggal di Cilenggang.
"Akhirnya mereka berdua tinggal di Cilenggang dan membawa tutup pusar milik TB Atif dan milik Sultan Ageng. Saat ini tutup pusar itu masih ada. Setiap 13 Maulid dicuci di Makam Keramat Tajug," kata Sos Rendra.
Baca juga: Riwayat Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Mengenang 3 Aria Utusan Kesultanan Banten Melawan Belanda
Berada dalam posisi perang keluarga membuat Atif terpukul. Ditambah adik kesayangannya Ratu Ayu meninggal dunia. Kepada istri dan anak-anaknya, TB Atif lalu berpesan jika saat meninggal nanti dimakamkan di dalam tajug di samping adiknya.
Pada 1721, Atif mangkat. Jenazahnya dikebumikan sesuai permintaan semasa hidup di dalam tajug di samping makam Ratu Ayu. Pada saat itu terjadi peristiwa alam. Tanah makam mereka seluas sekitar 2 hektare naik hingga setinggi 77 meter.
"Peninggalan TB Atif setelah hampir 400 tahun yang masih ada itu beduk di Masjid Al Ikhlas. Itu sudah berusia ratusan tahun. Selain itu, bukti sejarah perang seperti senjata dan tutup pusar. Kemudian bendera perang yang masih tersimpan," ucapnya.
Panglima Perang Kesultanan Banten ini mangkat pada tahun 1721 lantaran sakit tua. Jenazahnya dipendam di dalam musala atau tajug kecil berukuran 8x8 meter. Di sampingnya tampak makam Ratu Ayu, adik kandungnya yang meninggal lebih dulu.
Baca juga: Makam Keramat Punden Nyai Ronggeng Beraroma Mistis, Jarang Sepi dari Sesaji
Makam Keramat Tajug memiliki dua gedung. Pada gedung pertama digunakan untuk berziarah. Di dalam gedung ini hanya terdapat satu ruang yang selalu tertutup. Di dalam ruang itulah makam TB Atif dan Ratu Ayu berada saling bersebelahan.
Kemudian, pada gedung kedua ada musala yang biasa digunakan untuk ibadah. Di depan pintu masuk musala, terdapat satu makam tua. Dari makam itu, menjulur pohon Kamboja berusia puluhan tahun.
Juru Kunci Makam Keramat Tajug, M Haris (kiri) dan Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra (baju hitam) berada di makam TB Atif, Keramat Tajug, Cilenggang, Serpong, Tangsel, Jumat (23/4/2021). Foto: SINDOnews/Hasan Kurniawan
Sekilas bangunan gedung Keramat Tajug tidak ada yang istimewa. Pada 1998, kedua gedung dipugar total. Gedung utama diperluas hingga mencapai 12x11,5 meter persegi sehingga tidak terlihat lagi jejak Kesultanan Banten yang sangat mashyur itu.
Di depan dua gedung utama itu, terdapat bangunan kecil. Di depannya berdiri tiang bendera dengan bendera merah putih kecil yang tampak kusam. Sedang di sekitarnya terhampar sekitar 7.000-10.000 makam dengan pohon-pohon tua rindang.
Baca juga: Dikenalkan 1962 Atas Perintah Presiden Soekarno, Metromini Kini Tinggal Kenangan
Juru Kunci Makam Keramat Tajug, M Haris (61) mengatakan, makam ini berdiri di atas tanah sekitar 2 hektare persegi. Jika dilihat dari kejauhan dan atas, makam yang berada di atas bukit ini bentuknya tampak menyerupai burung puyuh.
"Kalau Ramadhan malah hampir gak ada, ramainya itu pas Syawal atau 1 Minggu sebelum puasa," ujar Haris di Makam Keramat Tajug, Cilenggang, Serpong, Tangsel, Jumat (23/4/2021).
Haris yang telah menjadi penunggu makam keramat sejak 1994 ini ternyata masih keturunan TB Atif. Setiap hari, dia berangkat dari rumahnya di wilayah Pamulang. "Para peziarah banyak yang dari seberang Cisadane, Suradita, Cikoleang, Rumpin, ada dari Bali, Bogor, Sarua, Puncak, Jakarta, Rempoa, Cirebon, Bekasi, Banten, Kalimantan, Brunei, hingga Mesir," jelasnya.
Yang membuat Makam Keramat Tajug menarik para peziarah adalah jejak sejarah TB Atif sebagai Panglima Perang Kesultanan Banten, putra Sultan Ageng Tirtayasa, dan penyebar ajaran agama Islam di wilayah Cilenggang, Serpong, Tangerang, Banten.
"TB Atif yang membawa agama Islam dari Banten ke Cilenggang. Jadi menurut cerita-cerita orang tua dulu, Cilenggang itu basisnya orang Hindu. Jadi setelah beliau datang ke sini, alhamdulillah jadi banyak yang memeluk agama Islam," ujar Haris.
Dalam menyebarkan Islam, TB Atif menggunakan cara kasih sayang dengan mendatangi warga dari pintu ke pintu dan merangkulnya sambil tetap berperang melawan penjajah kolonial Belanda.
Baca juga: Asal Usul Nama Depok Berasal dari Padepokan yang Didirikan Embah Raden Wujud
Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra mengatakan, jejak sejarah TB Atif di Cilenggang bisa dirunut sejak terjadinya perubahan nama Benteng menjadi Tangerang pada 15 Oktober 1954 kemudian membangun benteng selatan.
"Ketika Benteng diganti dengan sebutan Tangerang, Belanda kompeni lari ke benteng bagian selatan (sekarang Tangsel). Mereka membuat benteng di sepanjang Cisadane pada 1654 dan kembali menjajah masyarakat," katanya.
Melihat kesewenang-wenangan Belanda itulah akhirnya pada 1667 Sultan Ageng Tirtayasa mengutus putranya yang nomor enam TB Raden Wetan Muhammad Atif ke Cilenggang untuk menghancurkan benteng Belanda di bagian selatan.
Setibanya di Cilenggang, Atif yang membawa panji Islam mendapatkan perlawanan dari golongan Hindu yang merupakan penduduk asli di sana. Sehingga, Atif tidak hanya mengemban misi perang terhadap Belanda, tapi juga menyebarkan Islam.
Perjuangan TB Atif dalam menyebarkan Islam akhirnya berhasil setelah sejumlah tokoh Hindu berhasil ditaklukkan dan memeluk Islam. Setelah itu, Atif pun hendak kembali lagi ke Banten.
"Tetapi dia ditahan oleh para pengikutnya. Lalu, TB Atif menikah dengan orang Cilenggang, Siti Almiah pada 1667. Mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas. Dari hasil perkawinannya dengan Siti Almiah, mereka akhirnya dikarunia empat anak," ujar TB Sos Rendra.
Empat anaknya yakni Tubagus Romadon, Tubagus Arpah, Tubagus Raje, dan Tubagus Arya. Mereka masing-masing mengikuti jejak ayahnya dalam berjuang di bawah naungan panji-panji Islam.
"Saat terjadi perang antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji, TB Atif datang ke kerajaan. Tetapi kata Sultan Ageng, kamu tidak usah ikut campur. Kalau kamu bantu bapak, berarti akan perang sama kakak, kalau bantu kakak perang sama bapak," katanya.
Bak seperti buah simalakama, TB Atif tidak kuasa. Dia akhirnya mengikuti keinginan bapaknya kembali ke Cilenggang dan tidak ikut campur perang keluarga. Bersama Atif, adik perempuannya Ratu Ayu ikut bersama dan akhirnya tinggal di Cilenggang.
"Akhirnya mereka berdua tinggal di Cilenggang dan membawa tutup pusar milik TB Atif dan milik Sultan Ageng. Saat ini tutup pusar itu masih ada. Setiap 13 Maulid dicuci di Makam Keramat Tajug," kata Sos Rendra.
Baca juga: Riwayat Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Mengenang 3 Aria Utusan Kesultanan Banten Melawan Belanda
Berada dalam posisi perang keluarga membuat Atif terpukul. Ditambah adik kesayangannya Ratu Ayu meninggal dunia. Kepada istri dan anak-anaknya, TB Atif lalu berpesan jika saat meninggal nanti dimakamkan di dalam tajug di samping adiknya.
Pada 1721, Atif mangkat. Jenazahnya dikebumikan sesuai permintaan semasa hidup di dalam tajug di samping makam Ratu Ayu. Pada saat itu terjadi peristiwa alam. Tanah makam mereka seluas sekitar 2 hektare naik hingga setinggi 77 meter.
"Peninggalan TB Atif setelah hampir 400 tahun yang masih ada itu beduk di Masjid Al Ikhlas. Itu sudah berusia ratusan tahun. Selain itu, bukti sejarah perang seperti senjata dan tutup pusar. Kemudian bendera perang yang masih tersimpan," ucapnya.
(jon)