Riwayat Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Mengenang 3 Aria Utusan Kesultanan Banten Melawan Belanda

Senin, 08 Maret 2021 - 07:05 WIB
loading...
Riwayat Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Mengenang 3 Aria Utusan Kesultanan Banten Melawan Belanda
Tugu Aria atau Tumenggung di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Foto: kabtangerang.pks.id
A A A
JAKARTA - Tigaraksa , sebuah kecamatan yang juga ibu kota Kabupaten Tangerang memiliki rekam jejak perlawanan terhadap penjajah Belanda .

Berdasarkan ppid.tangerangkab.go.id yang dikutip SINDOnews, Senin (8/3/2021), dalam riwayat diceritakan saat Kesultanan Banten terdesak oleh Agresi Militer Belanda pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat Tumenggung untuk mem¬buat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia.

Tiga Tumenggung itu yakni Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera mem¬bangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai kawasan Tigaraksa.
Baca juga: Pelanggan PDAM Kabupaten Tangerang Menjerit, Tagihan Membengkak 600%

Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu.
Riwayat Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Mengenang 3 Aria Utusan Kesultanan Banten Melawan Belanda

Peta Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Foto: abouttng.com

Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda.

Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul” berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”.

Yang berarti ”Dengan nama Allah Yang Maha Kuasa/Dari Kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan tugu/untuk mempertahankan batas Timur Cipamungas (Cisadane) dan Barat Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang".

Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
Baca juga: Mengenal Riwayat Jakarta Selatan, Kota Paling Kaya di Wilayah Jakarta

Dikisahkan bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau ”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda. Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang bupati.

Para Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1114 seconds (0.1#10.140)