30 Kukang Jawa Dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Rabu, 23 Desember 2020 - 00:19 WIB
loading...
30 Kukang Jawa Dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Balai Besar KSDA Jawa Barat melepasliarkan sebanyak 30 ekor kukang jawa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor, Jawa Barat.Foto/dok Balai Besar KSDA Jawa Barat
A A A
BOGOR - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat melepasliarkan sebanyak 30 ekor kukang jawa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor, Jawa Barat. Pelepasliaran atas kerjasama Balai Besar KSDA Jawa Barat, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (IAR) Indonesia ini terbagi ke dalam dua tahap.

Tahap pertama 15 ekor dan tahap kedua 15 ekor. Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ammy Nurwati menjelaskan, sebanyak 30 individu kukang yang dilepasliarkan ini merupakan satwa hasil serahan masyarakat ke sejumlah wilayah dan dititipkan di Pusat Rehabilitasi Primata milik Yayasan IAR Indonesia di Bogor.

"Sebelum dilepasliarkan kukang menjalani pemulihan dan rehabilitasi untuk menstimulasi kembali perilaku alamiahnya. Mulai dari karantina dan pemeriksaan medis, observasi perilaku hingga dinyatakan sehat dan siap ditranslokasi untuk jalani habituasi," kata Ammy dalam keterangannya, Selasa (22/12/2020).

Proses panjang ini harus mereka jalani untuk mengembalikan sifat liar alami dan menjamin bahwa mereka bisa bertahan hidup dan berkembang biak di habitat alaminya. Tahap akhir sebelum pelaksanaan pelepasliaran adalah habituasi atau pembiasaan di rumah sementara adalah proses kukang ditempatkan di sekitar lokasi pelepasliaran di area terbuka yang dikelilingi jaring dan fiber di dalam kawasan TNGHS.

Di area habituasi itu tumbuh berbagai jenis pepohonan untuk pakan alami dan naungan kukang. Proses habituasi ini memakan waktu selama sekitar dua minggu untuk memberikan waktu kukang beradaptasi dan mengenal lingkungan barunya. (Baca: Corona di Kota Bogor Melonjak, Bima Arya Perpanjang PSBMK hingga 8 Januari 2021)

"Selama masa habituasi tim di tetap mengamati dan mencatat perkembangan setiap malamnya. Jika selama masa habituasi semua kukang aktif dan tidak ada perilaku abnormal, maka barulah mereka benar-benar bisa dilepasliarkan ke alam bebas," ungkapnya.

Program pelepasliaran kukang jawa ini, selain memberikan kesempatan kedua bagi kukang hasil serahan, juga menjadi salah satu upaya untuk mendukung keberlangsungan proses ekologis di dalam kawasan konservasi. Juga untuk menjaga dan meningkatkan populasi jenis primata sebagai satwa endemik yang jumlahnya kian menurun.

Sementara, Kepala Balai TNGHS, Ahmad Munawir mengatakan pelepasliaran satwa hasil rehabilitasi atau satwa konflik di kawasan TNGHS telah menjadi salah satu program penting dalam rangka penyelamatan satwa liar. Kukang merupakan salah satu satwa liar yang memiliki peran penting untuk keseimbangan ekosistem di kawasan TNGHS.

"Karena itu, pelepasliaran 30 ekor kukang ini menjadi penting dan mengapresiasi semua pihak yang membantu lancarnya kegiatan ini," ucap Munawir. Kawasan di wilayah Resort Gunung Salak I, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II TNGHS dipilih sebagai lokasi pelepasliaran dari penilaian kesesuaian habitat yang dilakukan sebelumnya.

Area ini memiliki ekosistem yang dinilai cocok sebagai tempat pelestarian dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup kukang dilihat dari aspek keamanan kawasan, ketersediaan pakan dan naungan, daya dukung habitat serta tingkat ancaman predator.

"Harapannya dengan pelepasliaran ini, kukang-kukang itu dapat berkembang biak dan melangsungkan hidupnya dengan baik di alam bebas," tutupnya. Diketahui, Kukang atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Kukang, primata yang masuk dalam daftar 25 primata terancam punah di dunia ini juga dilindungi oleh peraturaninternasional dalam Apendiks I oleh Convention International on Trade of Endangered Species (CITES) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
(hab)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0788 seconds (0.1#10.140)