War Takjil Komunikasi Penuh Kedamaian sebagai Ciri Budaya Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Media sosial (medsos) menjadi sarana utama bagi masyarakat Indonesia untuk berbagi pengalaman, tren, dan informasi dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk saat bulan suci Ramadan 1445 Hijriah.
Pada Ramadan kali ini, medsosmenjadi medium seru-seruan terutama dalam memberikan informasi seputar makanan dan minuman berbuka puasa atau takjil. Apalagi, Indonesia kaya akan budaya berbuka yang unik dan menarik seputar makanan berbuka puasa.
Fenomena berburu takjil merajai perbincangan di media sosial dan para kreator pun beramai-ramai menyemarakkan bulan Ramadan dengan berbagai konten menarik seputar pengalaman berburu takjil, makanan favorit saat berbuka puasa, resep menu makanan berbuka dan tempat menarik berburu takjil.
Bahkan, pengalaman seru berburu takjil tak hanya dilakukan masyarakat Muslim saja, namun juga masyarakat non-Muslim yang ikut tertarik menikmati menu-menu berbuka puasa yang mayoritas hanya ada saat bulan Ramadan. Menariknya fenomena war takjil membuat suasana lebih adem, terutama setelah berbagai war politic setelah pemilu.
Fenomena War Takjil ini dibahas dalam acara Obral-Obrol LiTerasi Digital yang mengangkat topik "Budaya Ramadan: War Takjil di Sosial Media" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pengurus Pusat GP Ansor, Mabrur L Banuna mengatakan perubahan perilaku konsumsi dan tradisi keagamaan masyarakat selama Ramadan sangat terpengaruh oleh perkembangan dunia digital.
"Bahkan, kehidupan beragama juga tak lepas dari pengaruh dunia digital. Karena itu, seringkali terjadi perdebatan yang tidak didasari ilmu," ujarnya, Minggu (24/3/2024).
Menurut dia, ketika media sosial melakukan perang di media sosial, sering membawa nama agama. Namun, dengan adanya war takjil suasana jadi lebih mencair dan no heart feeling.
"War takjil justru berbicara persoalan inti dalam beragama. Karena berbicara soal rangkaian ibadah puasa. Dan ternyata umat beragama di Indonesia bisa cair kalau enggak bawa-bawa agama ke politik,” jelas Mabrur.
Pada Ramadan kali ini, medsosmenjadi medium seru-seruan terutama dalam memberikan informasi seputar makanan dan minuman berbuka puasa atau takjil. Apalagi, Indonesia kaya akan budaya berbuka yang unik dan menarik seputar makanan berbuka puasa.
Fenomena berburu takjil merajai perbincangan di media sosial dan para kreator pun beramai-ramai menyemarakkan bulan Ramadan dengan berbagai konten menarik seputar pengalaman berburu takjil, makanan favorit saat berbuka puasa, resep menu makanan berbuka dan tempat menarik berburu takjil.
Bahkan, pengalaman seru berburu takjil tak hanya dilakukan masyarakat Muslim saja, namun juga masyarakat non-Muslim yang ikut tertarik menikmati menu-menu berbuka puasa yang mayoritas hanya ada saat bulan Ramadan. Menariknya fenomena war takjil membuat suasana lebih adem, terutama setelah berbagai war politic setelah pemilu.
Fenomena War Takjil ini dibahas dalam acara Obral-Obrol LiTerasi Digital yang mengangkat topik "Budaya Ramadan: War Takjil di Sosial Media" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pengurus Pusat GP Ansor, Mabrur L Banuna mengatakan perubahan perilaku konsumsi dan tradisi keagamaan masyarakat selama Ramadan sangat terpengaruh oleh perkembangan dunia digital.
"Bahkan, kehidupan beragama juga tak lepas dari pengaruh dunia digital. Karena itu, seringkali terjadi perdebatan yang tidak didasari ilmu," ujarnya, Minggu (24/3/2024).
Menurut dia, ketika media sosial melakukan perang di media sosial, sering membawa nama agama. Namun, dengan adanya war takjil suasana jadi lebih mencair dan no heart feeling.
"War takjil justru berbicara persoalan inti dalam beragama. Karena berbicara soal rangkaian ibadah puasa. Dan ternyata umat beragama di Indonesia bisa cair kalau enggak bawa-bawa agama ke politik,” jelas Mabrur.