War Takjil Komunikasi Penuh Kedamaian sebagai Ciri Budaya Indonesia

Minggu, 24 Maret 2024 - 22:35 WIB
loading...
War Takjil Komunikasi Penuh Kedamaian sebagai Ciri Budaya Indonesia
Obral-Obrol LiTerasi Digital yang mengangkat topik Budaya Ramadan: War Takjil di Sosial Media yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Media sosial (medsos) menjadi sarana utama bagi masyarakat Indonesia untuk berbagi pengalaman, tren, dan informasi dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk saat bulan suci Ramadan 1445 Hijriah.

Pada Ramadan kali ini, medsosmenjadi medium seru-seruan terutama dalam memberikan informasi seputar makanan dan minuman berbuka puasa atau takjil. Apalagi, Indonesia kaya akan budaya berbuka yang unik dan menarik seputar makanan berbuka puasa.



Fenomena berburu takjil merajai perbincangan di media sosial dan para kreator pun beramai-ramai menyemarakkan bulan Ramadan dengan berbagai konten menarik seputar pengalaman berburu takjil, makanan favorit saat berbuka puasa, resep menu makanan berbuka dan tempat menarik berburu takjil.

Bahkan, pengalaman seru berburu takjil tak hanya dilakukan masyarakat Muslim saja, namun juga masyarakat non-Muslim yang ikut tertarik menikmati menu-menu berbuka puasa yang mayoritas hanya ada saat bulan Ramadan. Menariknya fenomena war takjil membuat suasana lebih adem, terutama setelah berbagai war politic setelah pemilu.

Fenomena War Takjil ini dibahas dalam acara Obral-Obrol LiTerasi Digital yang mengangkat topik "Budaya Ramadan: War Takjil di Sosial Media" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Pengurus Pusat GP Ansor, Mabrur L Banuna mengatakan perubahan perilaku konsumsi dan tradisi keagamaan masyarakat selama Ramadan sangat terpengaruh oleh perkembangan dunia digital.

"Bahkan, kehidupan beragama juga tak lepas dari pengaruh dunia digital. Karena itu, seringkali terjadi perdebatan yang tidak didasari ilmu," ujarnya, Minggu (24/3/2024).

Menurut dia, ketika media sosial melakukan perang di media sosial, sering membawa nama agama. Namun, dengan adanya war takjil suasana jadi lebih mencair dan no heart feeling.

"War takjil justru berbicara persoalan inti dalam beragama. Karena berbicara soal rangkaian ibadah puasa. Dan ternyata umat beragama di Indonesia bisa cair kalau enggak bawa-bawa agama ke politik,” jelas Mabrur.

Sementara itu, Konten Kreator Ibob Tarigan melihat war takjil sebagai sesuatu yang diperlukan saat ini di seluruh dunia. Jika ada istilah make peace not war maka war takjil menjadi fenomena yang menguntungkan, berbagai pihak baik pedagang maupun pembeli.

"War takjil menjadi sebuah cara komunikasi penuh kedamaian sebagai ciri budaya dari Indonesia," ucapnya.

Karena itu, dalam membuat konten di media sosial, terdapat dua hal yang sering menjadi landasan, yaitu konten yang menyenangkan dan menginspirasi, terutama konten yang memiliki relasi pada audience.

"Jadi bermain sebagai konten kreator harus perhatian dua hal, fun dan inspiring agar objektifnya jelas,” kata Ibob.

Sosial media merupakan media untuk bersosialisasi karena itu sebaiknya tidak menggunakan objektifnya secara individual, seperti mencari followers, likes atau share lebih banyak. Sehingga, mengurangi substansi bersosial media.

"War takjil menjadi salah satu bentuk keberhasilan literasi digital dan telah merambah masyarakat untuk bisa lebih santai dalam menanggapi isu di sosial media. Masyarakat telah mengerti mana konten yang dapat dinikmati sebagai ilmu, dan mana yang harus dinikmati secara santai,” papar Ibob.

Digital Kreator dan Psikolog, Rahmi Kamila mengatakan banyak peluang baru dalam media sosial untuk memperkuat hubungan antarkomunitas. Media sosial tak hanya menciptakan peluang untuk belajar hal baru, tapi juga mengembangkan bisnis.

"Karena itu, media sosial merupakan salah satu sarana untuk menciptakan kebaikan," ucapnya.

Manusia memiliki eskalasi atau selalu memiliki keinginan lebih, contohnya jika membagikan sesuatu yang baik dan mendapatkan tanggapan positif maka ingin melakukan lagi hal tersebut.



"Apalagi di momen Ramadan itu menurut aku satu sisi yang memang hukum untuk tarik menarik kebaikan itu cukup besar baget. Puasa merupakan ibadah yang tak kasat mata, dan hanya diri kita yang dapat meregulasi perbuatan dan perasaan kita," tutupnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2328 seconds (0.1#10.140)