Ahli Pidana Ungkap 2 Aspek Penentu Mario Dandy Bisa Didakwa Pasal Penganiayaan Berat Terencana

Selasa, 11 Juli 2023 - 12:05 WIB
loading...
Ahli Pidana Ungkap 2 Aspek Penentu Mario Dandy Bisa Didakwa Pasal Penganiayaan Berat Terencana
Pakar Hukum Pidana Materil Ahmad Sofian dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus penganiayaan D (17) dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023). Foto: SINDOnews/Ari Sandita
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Materil dari Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus penganiayaan D (17) dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023). Ahli menyebutkan terdapat dua aspek penentu untuk mendakwa Mario Dandy dan Shane Lukas .

Jaksa awalnya menanyakan pendapat Ahmad tentang Pasal Penganiayaan 351 KUHP dan seterusnya, serta unsur-unsur apa yang ada di bab penganiayaan tersebut. Ahmad lantas menjelaskan, penganiayaan diatur dalam Pasal 351 KUHP, yang disebut penganiayaan biasa.

Lalu, ada juga Pasal 353 KUHP yang disebut penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu. Kemudian ada Pasal 354 KUHP yang disebut penganiayaan berat, serta Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan.



"Ada 2 aspek untuk membedakan antara penganiayaan biasa, penganiayaan yang direncanakan, penganiayaan berat, dan penganiayaan berat dengan direncanakan terlebih dahulu. Dua aspek itu terletak pada aspek subjektif dan aspek objektifnya," ujar Ahmad.

Ahmad menjelaskan, aspek objektif meliputi dari orangnya atau sikap batin orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Sedangkan aspek objektifnya terletak pada akibatnya, yakni akibat dari perbuatan pidana tersebut.

"Sikap batin seseorang menentukan kualifikasi apakah itu masuk dalam tindak pidana penganiayaan biasa, atau tindak pidana penganiayaan yang direncanakan, atau tindak pidana penganiayaan berat, atau tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu," katanya.

Penganiayaan secara doktrinal, lanjut dia, disebut juga delik materil, juga termasuk dalam aspek objektif. Delik materil artinya tindak pidana itu selesai setelah akibatnya mucul. Misalnya dari lukanya apakah biasa sehingga nantinya bisa masuk dalam konteks penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.

"Atau luka berat, atau timbulnya kematian, nah itu dari sisi materilnya, dari sisi akibatnya," katanya.

Jadi, lanjut dia, dua aspek itulah yang menentukan apakah perbuatan Mario Dandy termasuk dalam kategori pasal-pasal tentang penganiayaan tersebut.



Jaksa juga sempat bertanya pendapat saksi ahli, apakah saat pelaku ymenyuruh seseorang melakukan sikap tobat termasuk dalam bagian suatu penganiayaan meski akibatnya waktu itu belum ada. Sikap tobat itu mengartikan merendahkan seseorang.

Ahmad menerangkan, manakala itu bagian dari skenario yang ada dalam pikiran si pelaku, yakni batin jahat pelaku, maka bisa dikategorikan masuk proses penganiayaan.

Dia mencontohkan, dalam mewujudkan tindak pidana pelaku memulainya dari menjemput, memperlakukan orang dengan jongkok, tiarap, hingga memukulinya.

"Kalau memang sikap itu bagian perbuatan, itu bagian skenario yang disusun maka itu bagian proses penganiayaan," tuturnya.

Diketahui, sebelum melakukan penganiayaan terhadap anak D, Mario Dandy menyuruh korban melakukan push up sebanyak 50 kali. Anak D juga disuruh Mario melakukan sikap tobat. Hanya saja anak D tidak sanggup melakukannya hingga akhirnya kembali disuruh melakukan push up.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2260 seconds (0.1#10.140)