Hakim PN Jaktim Tolak Eksepsi Kasus Lord Luhut, Haris Protes Putusan Tanpa Rujukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa sidang pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan , Haris Azhar keberatan atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menolak eksepsinya. Alasannya, kata Haris, karena tidak adanya rujukan hukum yang disampaikan Majelis Hakim dalam pertimbangannya.
Haris mengatakan, keputusan hakim itu merugikan hukum di Indonesia, sebab penyelidikan tidak dianggap bagian dari pro justitia. Ia pun menyinggung keputusan tersebut tanpa landasan hukum yang jelas.
"Jadi uji fakta terhadap argumentasi hakim tidak terlihat dalam keputusan hakim," ujar Haris selepas menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur di Jalan Dr Sumarno, Penggilingan, Jakarta Timur, Senin (22/5/2023).
Meski demikian, dia mengaku siap untuk menghadapi berjalannya sidang ke depan. Ia pun menyinggung pendapat Komnas HAM yang perlu menghadirkan korban pelanggaran HAM di pengadilan.
"Ada satu fakta hukum yang disembunyikan oleh majelis hakim dan harusnya ini menjadi pertimbangan tetapi tidak," jelas Haris.
Adapun yang dimaksudkan Haris adalah pemaparan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yakni jika terkait dugaan pelanggaran HAM maka patut didengarkan oleh majelis hakim. Namun Haris menyampaikan, majelis hakim tidak menyampaikan hal tersebut di persidangan.
"Jadi secara hukum acara maupun secara subtansi majelis hakim menolak pendapat lembaga negara yang namanya Komnas HAM," ujar Haris.
Sebelumnya diketahui, Ketua Majelis Hakim, Cokorda Gede Arthana menolak nota keberatan Haris maupun Fatia.
"Mengadili menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," ujar Cokorda di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (22/5/2023).
Cokorda menuturkan, seluruh keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima maka pemeriksaan terhadap terdakwa harus dilanjutkan sebagaimana Pasal 156 ayat 2 KUHAP.
"Memerintahkan pemeriksaan perkara pidana nomor 202/pidsus/2023/PN Jaktim untuk dilanjutkan," tegas Cokorda.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
Haris mengatakan, keputusan hakim itu merugikan hukum di Indonesia, sebab penyelidikan tidak dianggap bagian dari pro justitia. Ia pun menyinggung keputusan tersebut tanpa landasan hukum yang jelas.
"Jadi uji fakta terhadap argumentasi hakim tidak terlihat dalam keputusan hakim," ujar Haris selepas menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur di Jalan Dr Sumarno, Penggilingan, Jakarta Timur, Senin (22/5/2023).
Meski demikian, dia mengaku siap untuk menghadapi berjalannya sidang ke depan. Ia pun menyinggung pendapat Komnas HAM yang perlu menghadirkan korban pelanggaran HAM di pengadilan.
"Ada satu fakta hukum yang disembunyikan oleh majelis hakim dan harusnya ini menjadi pertimbangan tetapi tidak," jelas Haris.
Adapun yang dimaksudkan Haris adalah pemaparan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yakni jika terkait dugaan pelanggaran HAM maka patut didengarkan oleh majelis hakim. Namun Haris menyampaikan, majelis hakim tidak menyampaikan hal tersebut di persidangan.
"Jadi secara hukum acara maupun secara subtansi majelis hakim menolak pendapat lembaga negara yang namanya Komnas HAM," ujar Haris.
Sebelumnya diketahui, Ketua Majelis Hakim, Cokorda Gede Arthana menolak nota keberatan Haris maupun Fatia.
"Mengadili menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," ujar Cokorda di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (22/5/2023).
Cokorda menuturkan, seluruh keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima maka pemeriksaan terhadap terdakwa harus dilanjutkan sebagaimana Pasal 156 ayat 2 KUHAP.
"Memerintahkan pemeriksaan perkara pidana nomor 202/pidsus/2023/PN Jaktim untuk dilanjutkan," tegas Cokorda.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(mhd)