Pecat Ketua Dewas Tirta Asasta, Idris Digugat Mantan Sekda Depok
Senin, 22 Maret 2021 - 07:03 WIB
Menurut dia, terjadi kesalahan, Peraturan Wali Kota tentang pengangkatan dan pemberhentian itu tidak diakui dalam Perda. "Yang diakui cuma pengangkatan. Artinya, surat Peraturan Walikota No 30/2015 itu cacat hukum dan harus dicabut," katanya.
Sehingga, masih kata Fitrijansjah, surat pemberhentian terhadap ketua dewan pengawas cacat hukum. "Akibat yang ditimbulkan pun cacat hukum juga," paparnya.
Dia pun menegaskan, kliennya telah mengembalikan emas LM 16 gram dan cek tunai Rp169 juta ke wali kota dan PDAM.
"Tapi, ditolak oleh mereka. Hanya surat somasi 1 dan 2 yang diterima. Klien kami mengembalikan emas dan cek tunai itu karena hal tersebut ada indikasi jebakan. Mengapa? Karena, secara de facto dan de jure, itu cacat hukum. Itu bukan milik klien kami. Makanya, kami kembalikan ke wali kota," terangnya.
Dia mengatakan, Idris melanggar beberapa pasal dan dalam gugatan di PTUN nanti, di petitum, pihaknya akan meminta agar wali kota Depok dicopot.
"Supaya DPRD melakukan interpelasi sehingga wali kota dipecat. Kami juga akan minta ahli dan pakar hukum untuk menyikapi cacat hukumnya wali kota Depok dalam kasus ini," pungkasnya.
Hardiono sendiri merasa ada keanehan dan keganjilan dalam surat pemberhentiannya. "Terkait SK saya, SK saya dikeluarkan tanggal 1 Februari 2021. Tapi, diberikannya pada 2 Maret 2021. Mengapa jauh sekali, 1 bulan baru diberikan?" tanyanya heran.
Menurut bakal calon walikota yang gagal maju di Pilkada Depok 2020 karena "diganjal" (akibat surat pengunduran dirinya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) alias Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak disetujui walikota incumbent Idris) ini, dirinya pun sangat heran dan bertanya-tanya mengapa ia diberhentikan di tengah jalan (2021) padahal masa tugasnya sampai 2022.
"Kalau ditanya kenapa? Ya dugaan saya, kemungkinan pak wali kota yang baru terpilih akan mengganti dengan orang-orangnya, itu dugaann saya saja," tukasnya.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Syahidin,menilai, pemberhentian Ketua Dewan Pengawas (Dewas PDAM Tirta Asasta) Depok, Hardiono itu tidak tepat. Kata dia, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap aturan dan perundang-undangan yang mengatur hal itu.
Sehingga, masih kata Fitrijansjah, surat pemberhentian terhadap ketua dewan pengawas cacat hukum. "Akibat yang ditimbulkan pun cacat hukum juga," paparnya.
Dia pun menegaskan, kliennya telah mengembalikan emas LM 16 gram dan cek tunai Rp169 juta ke wali kota dan PDAM.
"Tapi, ditolak oleh mereka. Hanya surat somasi 1 dan 2 yang diterima. Klien kami mengembalikan emas dan cek tunai itu karena hal tersebut ada indikasi jebakan. Mengapa? Karena, secara de facto dan de jure, itu cacat hukum. Itu bukan milik klien kami. Makanya, kami kembalikan ke wali kota," terangnya.
Dia mengatakan, Idris melanggar beberapa pasal dan dalam gugatan di PTUN nanti, di petitum, pihaknya akan meminta agar wali kota Depok dicopot.
"Supaya DPRD melakukan interpelasi sehingga wali kota dipecat. Kami juga akan minta ahli dan pakar hukum untuk menyikapi cacat hukumnya wali kota Depok dalam kasus ini," pungkasnya.
Hardiono sendiri merasa ada keanehan dan keganjilan dalam surat pemberhentiannya. "Terkait SK saya, SK saya dikeluarkan tanggal 1 Februari 2021. Tapi, diberikannya pada 2 Maret 2021. Mengapa jauh sekali, 1 bulan baru diberikan?" tanyanya heran.
Menurut bakal calon walikota yang gagal maju di Pilkada Depok 2020 karena "diganjal" (akibat surat pengunduran dirinya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) alias Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak disetujui walikota incumbent Idris) ini, dirinya pun sangat heran dan bertanya-tanya mengapa ia diberhentikan di tengah jalan (2021) padahal masa tugasnya sampai 2022.
"Kalau ditanya kenapa? Ya dugaan saya, kemungkinan pak wali kota yang baru terpilih akan mengganti dengan orang-orangnya, itu dugaann saya saja," tukasnya.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Syahidin,menilai, pemberhentian Ketua Dewan Pengawas (Dewas PDAM Tirta Asasta) Depok, Hardiono itu tidak tepat. Kata dia, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap aturan dan perundang-undangan yang mengatur hal itu.
tulis komentar anda