Pecat Ketua Dewas Tirta Asasta, Idris Digugat Mantan Sekda Depok

Senin, 22 Maret 2021 - 07:03 WIB
loading...
Pecat Ketua Dewas Tirta...
Kuasa Hukum , Hardiono, Fitrijansjah Toisutta. Foto: Istimewa
A A A
JAKARTA - Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Shomad digugat mantan Sekretaris Daerah (Sekda)-nya Hardiono. Kader PKS itu digugat bukan karena persoalan Pilkada Kota Depok yang dimenangkannya, melainkan masalah di pemerintahan.

Orang nomor 1 di Kota Depok itu memberhentikan mantan Sekda Kota Depok Hardiono dari ketua dewan pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Asasta Kota Depok Periode 2019-2022. Tidak terima, Hardiono pun akan menggugat Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Shomad ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN).

Padahal, masa kerja Hardiono adalah sampai 2022. Hardiono sendiri diberhentikan dengan Surat Keputusan Walikota Depok No: 800/47/Kpts/Ek/Huk/2021 tentang Pemberhentian dengan hormat Drg. Hardiono, Sp. BM dari ketua dewan pengawas Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Asasta Kota Depok Periode 2019-2022.

Lewat kuasa hukumnya, Fitrijansjah Toisutta, Hardiono pun melayangkan surat somasi dua kali ke Wali Kota Depok, Idris. Somasi yang pertama dilayangkan pada 10 Maret 2021 dan kedua, 19 Maret 2021. Tampaknya, tidak ada itikat baik dari walikota Depok untuk menanggapi surat somasi itu.

"Hingga kini, belum ada tanggapan serius dari mereka (walikota Depok dan PDAM Tirta Asasta). Kami sudah layangkan somasi ke-2 atau terakhir. Sampai tujuh hari tidak ada tanggapan, kami akan ambil langkah hukum mengugat Walikota Depok, Mohammad Idris ke PTUN," ungkap Fitrijansjah dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

Menurut dia, Idris telah melakukan pelanggaran. "Pertama, pelanggaran Pasal 28 jo Pasal 30, Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 54/2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kedua, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37/2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dewan pengawas dan direksi. Lalu, melanggar Perda No.10/2011," bebernya.

"Serta, melanggar sumpah jabatan yang diatur di Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 16/2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 18 angka 1 dan 3," sambungnya.

Diterangkan Fitrijansjah, surat keputusan wali kota tentang pemberhentian Hardiono sebagai ketua dewan pengawas PDAM Tirta Asasta cacat hukum karena melanggar aturan (hukum yang ada).

"Dalam somasi ke-2 ini kami sampaikan bahwa keputusan tentang pemberhentian ketua dewan pengawas dengan alasan pensiun itu melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 10/2011, Pasal 9, Ayat 2 bahwa pengangkatan dewan pengawas dan direksi itu dibuat oleh Peraturan Wali Kota," tukasnya.

Menurut dia, terjadi kesalahan, Peraturan Wali Kota tentang pengangkatan dan pemberhentian itu tidak diakui dalam Perda. "Yang diakui cuma pengangkatan. Artinya, surat Peraturan Walikota No 30/2015 itu cacat hukum dan harus dicabut," katanya.

Sehingga, masih kata Fitrijansjah, surat pemberhentian terhadap ketua dewan pengawas cacat hukum. "Akibat yang ditimbulkan pun cacat hukum juga," paparnya.

Dia pun menegaskan, kliennya telah mengembalikan emas LM 16 gram dan cek tunai Rp169 juta ke wali kota dan PDAM.

"Tapi, ditolak oleh mereka. Hanya surat somasi 1 dan 2 yang diterima. Klien kami mengembalikan emas dan cek tunai itu karena hal tersebut ada indikasi jebakan. Mengapa? Karena, secara de facto dan de jure, itu cacat hukum. Itu bukan milik klien kami. Makanya, kami kembalikan ke wali kota," terangnya.

Dia mengatakan, Idris melanggar beberapa pasal dan dalam gugatan di PTUN nanti, di petitum, pihaknya akan meminta agar wali kota Depok dicopot.

"Supaya DPRD melakukan interpelasi sehingga wali kota dipecat. Kami juga akan minta ahli dan pakar hukum untuk menyikapi cacat hukumnya wali kota Depok dalam kasus ini," pungkasnya.

Hardiono sendiri merasa ada keanehan dan keganjilan dalam surat pemberhentiannya. "Terkait SK saya, SK saya dikeluarkan tanggal 1 Februari 2021. Tapi, diberikannya pada 2 Maret 2021. Mengapa jauh sekali, 1 bulan baru diberikan?" tanyanya heran.

Menurut bakal calon walikota yang gagal maju di Pilkada Depok 2020 karena "diganjal" (akibat surat pengunduran dirinya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) alias Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak disetujui walikota incumbent Idris) ini, dirinya pun sangat heran dan bertanya-tanya mengapa ia diberhentikan di tengah jalan (2021) padahal masa tugasnya sampai 2022.

"Kalau ditanya kenapa? Ya dugaan saya, kemungkinan pak wali kota yang baru terpilih akan mengganti dengan orang-orangnya, itu dugaann saya saja," tukasnya.

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Syahidin,menilai, pemberhentian Ketua Dewan Pengawas (Dewas PDAM Tirta Asasta) Depok, Hardiono itu tidak tepat. Kata dia, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap aturan dan perundang-undangan yang mengatur hal itu.

"Jika pemberhentian itu dilakukan tanpa adanya mekanisme yang benar, artinya itu sudah melanggar ketentuan," ucap Syahidin ketika dihubungi wartawan melalui via selular pribadinya

Guru besar UPI ini juga menjelaskan, somasi yang dilayangkan Hardiono ke wali kota hanya memperpanjang waktu. Ia menyarankan persoalan pelanggaran administrasi bisa dilakukan langsung melalui gugatan ke PTUN. "Kita bisa mempelajari dan melihat dari aspek-aspeknya, kan. Jika sudah jelas bisa langsung layangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," jelasnya.

Terpisah, pengamat kebijakan publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah menilai, langkah mantan Sekda Kota Depok, Hardiono menggugat Idris ke PTUN sudah tepat. Karena, kata Amir, Hardiono sangat dirugikan dengan pencopotannya sebagai ketua dewan pengawas PDAM.

"Tidak perlu menunggu somasi ke-2 selesai. Sekarang, langsung gugat saja ke PTUN sambil menunggu somasi terakhir itu," tegasnya.

Amir menerangkan, dalam UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan/kebijakan pejabat, publik bisa melakukan gugatan lewat PTUN. Saat ditanya mengenai kemungkinan Walikota Depok bisa diberhentikan dari jabatannya jika hakim memutuskan dia bersalah secara hukum, Amir menjawab, hal itu tidak langsung otomatis seperti itu.

"Keputusan hakim tidak bisa memberhentikan dia sebagai walikota. Tetapi, bisa membatalkan surat keputusan pemberhentian Hardiono sebagai ketua dewan pengawas PDAM," tandasnya.

Nah, lanjut pengamat senior tersebut, persoalan hal tersebut berimplikasi politis, itu sangat bisa terjadi melalui anggota dewan. "Jadi dewan (anggota DPRD Kota Depok) bisa mengajukan interpelasi ke wali kota. Tergantung dewan mau tidak melakukan hal itu," tuturnya.
(mhd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1977 seconds (0.1#10.140)