Mengapa Jakarta Disebut Batavia? Simak Sejarah dan Latar Belakangnya
Sabtu, 02 September 2023 - 16:00 WIB
Sebab fungsi-fungsi kota diatur sedemikian rupa, mulai dari pelabuhan, galangan kapal, pusat pemerintahan, area pemukiman, pasar, gudang, hingga taman kota sebagai area publik. Keindahan penataan kota dan bangunannya membuat Batavia ketika itu dijuluki Queen of the East (Ratu dari Timur).
Pada akhir abad ke-18, Benteng Batavia berubah total. Kawasan ini tidak lagi nyaman bagi penghuninya akibat sampah. Benteng Batavia akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan. Hal ini mendorong Belanda melakukan perluasan wilayah dan memindahkan pusat kota ke bagian Selatan.
Pembangunan wilayah bagian Selatan Batavia mulai berlangsung secara serius ketika Herman Willem Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal Batavia (1808-1811). Daendels memerintah secara otoriter dan sentralistik sehingga seluruh unsur birokrasi berada di bawah kendalinya.
VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada 31 Desember 1799. Hampir bersamaan Belanda jatuh ke tangan Perancis. Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19 kemudian membawa berbagai pembaharuan, khususnya di Batavia. Salah satunya melalui kebijakan pemindahan pusat kota dari Benteng Batavia ke Weltevreden, yakni permukiman orang-orang Eropa yang lokasinya sekitar 10 km dari Batavia lama mengarah Selatan.
Hal ini juga sebagai upaya mewujudkan perintah dari Raja Louis. Pada abad ke-19, pandangan orang-orang Eropa pun tertuju ke Weltevreden sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman yang baru. Weltevreden kembali mengangkat nama Batavia sebagai sebuah kota kolonial yang diperhatikan pembangunannya, terutama dalam hal penataan kota serta keindahannya.
Weltevreden dibangun berbasis multikultur. Dasar utama pembangunan Weltevreden adalah memberikan ruang yang sama kepada semua kelompok untuk hidup bersama. tanpa menganggap rendah atau menghilangkan perbedaaan agama atau etnis tertentu.
Walaupun berbasis multikultur, dalam pembangunan Weltevreden bangsa penguasa tetap berada dalam kelompok paling tinggi. Hal itu ditandai dari kawasan tempat tinggal. Seperti kawasan Rijswijk (sekarang Jalan Veteran) dan Noordwijk (sekarang Jalan Ir H Juanda).
Keduanya merupakan kawasan Eropa yang penuh dengan kemewahan. Sedangkan pendatang China, Arab, dan India yang berprofesi sebagai pedagang kelas menengah ke atas, banyak mendiami daerah Glodok. Sedangkan masyarakat pribumi tinggal di perkampungan-perkampungan dengan rumah tidak permanen, dan kumuh.
Pada akhir abad ke-18, Benteng Batavia berubah total. Kawasan ini tidak lagi nyaman bagi penghuninya akibat sampah. Benteng Batavia akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan. Hal ini mendorong Belanda melakukan perluasan wilayah dan memindahkan pusat kota ke bagian Selatan.
Pembangunan wilayah bagian Selatan Batavia mulai berlangsung secara serius ketika Herman Willem Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal Batavia (1808-1811). Daendels memerintah secara otoriter dan sentralistik sehingga seluruh unsur birokrasi berada di bawah kendalinya.
VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada 31 Desember 1799. Hampir bersamaan Belanda jatuh ke tangan Perancis. Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19 kemudian membawa berbagai pembaharuan, khususnya di Batavia. Salah satunya melalui kebijakan pemindahan pusat kota dari Benteng Batavia ke Weltevreden, yakni permukiman orang-orang Eropa yang lokasinya sekitar 10 km dari Batavia lama mengarah Selatan.
Hal ini juga sebagai upaya mewujudkan perintah dari Raja Louis. Pada abad ke-19, pandangan orang-orang Eropa pun tertuju ke Weltevreden sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman yang baru. Weltevreden kembali mengangkat nama Batavia sebagai sebuah kota kolonial yang diperhatikan pembangunannya, terutama dalam hal penataan kota serta keindahannya.
Weltevreden dibangun berbasis multikultur. Dasar utama pembangunan Weltevreden adalah memberikan ruang yang sama kepada semua kelompok untuk hidup bersama. tanpa menganggap rendah atau menghilangkan perbedaaan agama atau etnis tertentu.
Walaupun berbasis multikultur, dalam pembangunan Weltevreden bangsa penguasa tetap berada dalam kelompok paling tinggi. Hal itu ditandai dari kawasan tempat tinggal. Seperti kawasan Rijswijk (sekarang Jalan Veteran) dan Noordwijk (sekarang Jalan Ir H Juanda).
Keduanya merupakan kawasan Eropa yang penuh dengan kemewahan. Sedangkan pendatang China, Arab, dan India yang berprofesi sebagai pedagang kelas menengah ke atas, banyak mendiami daerah Glodok. Sedangkan masyarakat pribumi tinggal di perkampungan-perkampungan dengan rumah tidak permanen, dan kumuh.
(thm)
tulis komentar anda