Faktor Ini yang Memicu Jakarta Tidak Nyaman
A
A
A
JAKARTA - Survei Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyatakan Jakarta menjadi kota tidak aman diduga akibat arus urbanisasi yang begitu kuat.
Penilaian ini disampaikan pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati. Menurut Devie, ketika Jakarta menjadi kota tujuan mencari nafkah, maka konsekuensinya adalah arus urbanisasi meningkat.
Bersamaan dengan itu maka tingkat kriminalitas juga meningkat karena masyarakat yang tidak memiliki keahlian. Kaum urban yang terlanjur berada di Jakarta pun mencari alternatif guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Semua orang ke kota. Tapi, ketika ekpektasi mereka tidak sesuai maka mereka pun mencari caranya sendiri sehingga melakukan tindakan kriminalitas.Permasalahannya bukan pada kriminalitasnya tetapi efek dari urbanisasinya," kata Devie kepada wartawan di Depok.
Devie menuturkan, Jakarta hingga saat ini masih menjadi idola karena kota sekitar tidak mampu memberikan harapan yang cukup akan pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga masyarakat masih tetap bertahan dengan segala permasalahan Jakarta.
"Mereka mencoba beradaptasi dan akhirnya mencoba untuk memaklumi.Sudah banyak yang mengeluh tidak nyaman dengan Jakarta. Tapi faktanya kita terperangkap bersama-sama. Karena kita tahu persis wilayah di luar Jakarta sulit untuk mencari uang," papar dosen Vokasi UI itu.
Devie menjabarkan, Jakarta dengan segala permasalahan yang ada membuat warganya menjadi lebih egois. Maksudnya, mereka berupaya mendahulukan haknya dibandingkan kewajiban mereka.
Mereka menginginkan agar bisa lebih cepat sampai di tempat tujuan namun kondisi di lapangan membuat mereka terburu-buru.
"Kondisi inilah yang membuat masyarakat menjadi lebih emosional untuk bisa sampai di kantor. Mereka tahu mereka tidak nyaman tapi semua itu dicoba untuk dimaklumi," katanya. Devie menuturkan, kota yang nyaman bukan hanya dilihat dari warga yang bisa memiliki benda-benda secara materi saja. Misalnya, memiliki motor, mobil atau properti.
Namun mereka tidak memiliki kualitas yang baik dengan keluarga. "Faktor nonmateri juga menjadi pertimbangan mengapa sebuah kota disebut nyaman," ujarnya.
Penilaian ini disampaikan pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati. Menurut Devie, ketika Jakarta menjadi kota tujuan mencari nafkah, maka konsekuensinya adalah arus urbanisasi meningkat.
Bersamaan dengan itu maka tingkat kriminalitas juga meningkat karena masyarakat yang tidak memiliki keahlian. Kaum urban yang terlanjur berada di Jakarta pun mencari alternatif guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Semua orang ke kota. Tapi, ketika ekpektasi mereka tidak sesuai maka mereka pun mencari caranya sendiri sehingga melakukan tindakan kriminalitas.Permasalahannya bukan pada kriminalitasnya tetapi efek dari urbanisasinya," kata Devie kepada wartawan di Depok.
Devie menuturkan, Jakarta hingga saat ini masih menjadi idola karena kota sekitar tidak mampu memberikan harapan yang cukup akan pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga masyarakat masih tetap bertahan dengan segala permasalahan Jakarta.
"Mereka mencoba beradaptasi dan akhirnya mencoba untuk memaklumi.Sudah banyak yang mengeluh tidak nyaman dengan Jakarta. Tapi faktanya kita terperangkap bersama-sama. Karena kita tahu persis wilayah di luar Jakarta sulit untuk mencari uang," papar dosen Vokasi UI itu.
Devie menjabarkan, Jakarta dengan segala permasalahan yang ada membuat warganya menjadi lebih egois. Maksudnya, mereka berupaya mendahulukan haknya dibandingkan kewajiban mereka.
Mereka menginginkan agar bisa lebih cepat sampai di tempat tujuan namun kondisi di lapangan membuat mereka terburu-buru.
"Kondisi inilah yang membuat masyarakat menjadi lebih emosional untuk bisa sampai di kantor. Mereka tahu mereka tidak nyaman tapi semua itu dicoba untuk dimaklumi," katanya. Devie menuturkan, kota yang nyaman bukan hanya dilihat dari warga yang bisa memiliki benda-benda secara materi saja. Misalnya, memiliki motor, mobil atau properti.
Namun mereka tidak memiliki kualitas yang baik dengan keluarga. "Faktor nonmateri juga menjadi pertimbangan mengapa sebuah kota disebut nyaman," ujarnya.
(whb)