Raperda Pepasaran Rampung, 2.174 Ritel di DKI Harus Ditutup
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan Rancangan peraturan daerah (Raperda) Perpasaran telah rampung. Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI akan mendjawalkan sidang paripurna untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) pekan depan.
Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Mohamad Ongen Sangaji mengatakan, eksekutf harus menjalankan regulasi tersebut untuk menutup ritel yang tak berizin dalam waktu tiga bulan setelah Perda Perpasaran disahkan menjadi aturan.
Dalam revisi Perda Nomor 2/2002 tentang Perpasaran, lanjut Ongen, poin penting dari aturan itu adalah jarak antara ritel modern dengan pasar rakyat (tradisional) dan antar toko swalayan sejenis, mengacu pada ketentuan RT/RW, RDTR, dan peraturan zonasi yang berlaku. "’Jaraknya, harus 400 meter. Sekarang, kalau hanya 100 meter jaraknya wajib ditutup dalam waktu tiga bulan," kata Ongen di Jakarta Kamis, 16 November 2017 kemarin.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura DKI itu menjelaskan, dalam Pasal 64 ayat 2 hasil revisi Perda Perpasaran menyatakan, apabila minimarket yang tak berizin diberikan waktu tiga bulan untuk urus izin maka harus dicabut perizinannya.
Sebab, berdasar data Biro Perekonomian Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) DKI ada sebanyak 2.672 mini market. Dari jumlah tersebut 498 berizin dan sisanya ada 2.174 tak memiliki izin usaha. Menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI ini, temuan tersebut sangat mengejutkan karena tak memiliki izin.
"Implikasinya mematikan pedagang kecil tradisonal dan warung-waung di kampung. Karena itu, Pemprov harus tegas jika dalam waktu tiga bulan tak mengurus izin harus ditutup. Ini harus tega. Aturan sudah ada, jumlah 2.174 itu banyak. Siapa itu yang berikan izin," tegasnya.
Ongen menuturkan, dalam waktu dekat akan meminta langsung ke Gubernur-Wakil Gubernur DKI agar menindak oknum PNS yang memberikan izin tersebut. Sebab, telah menghilangkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sumber tersebut. "Ritel tak berizin harus ditindak tindak tegas. Anies mesti tahu masalah ini. Ke depan jangan terulang lagi" tegasnya
Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Mohamad Ongen Sangaji mengatakan, eksekutf harus menjalankan regulasi tersebut untuk menutup ritel yang tak berizin dalam waktu tiga bulan setelah Perda Perpasaran disahkan menjadi aturan.
Dalam revisi Perda Nomor 2/2002 tentang Perpasaran, lanjut Ongen, poin penting dari aturan itu adalah jarak antara ritel modern dengan pasar rakyat (tradisional) dan antar toko swalayan sejenis, mengacu pada ketentuan RT/RW, RDTR, dan peraturan zonasi yang berlaku. "’Jaraknya, harus 400 meter. Sekarang, kalau hanya 100 meter jaraknya wajib ditutup dalam waktu tiga bulan," kata Ongen di Jakarta Kamis, 16 November 2017 kemarin.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura DKI itu menjelaskan, dalam Pasal 64 ayat 2 hasil revisi Perda Perpasaran menyatakan, apabila minimarket yang tak berizin diberikan waktu tiga bulan untuk urus izin maka harus dicabut perizinannya.
Sebab, berdasar data Biro Perekonomian Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) DKI ada sebanyak 2.672 mini market. Dari jumlah tersebut 498 berizin dan sisanya ada 2.174 tak memiliki izin usaha. Menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI ini, temuan tersebut sangat mengejutkan karena tak memiliki izin.
"Implikasinya mematikan pedagang kecil tradisonal dan warung-waung di kampung. Karena itu, Pemprov harus tegas jika dalam waktu tiga bulan tak mengurus izin harus ditutup. Ini harus tega. Aturan sudah ada, jumlah 2.174 itu banyak. Siapa itu yang berikan izin," tegasnya.
Ongen menuturkan, dalam waktu dekat akan meminta langsung ke Gubernur-Wakil Gubernur DKI agar menindak oknum PNS yang memberikan izin tersebut. Sebab, telah menghilangkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sumber tersebut. "Ritel tak berizin harus ditindak tindak tegas. Anies mesti tahu masalah ini. Ke depan jangan terulang lagi" tegasnya
(whb)