Nelayan Muara Angke Tak Lanjutkan Gugatan Kasus Reklamasi
A
A
A
JAKARTA - Nelayan di Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara tidak akan melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta terkait kasus reklamasi pulau G. Sehingga putusan pengadilan banding ini sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Ketua RW11 Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Haji Khafidin mengatakan, para penggugat tidak akan memperpanjang gugatan hukum tersebut. Dua warga RW11, termasuk di antara lima nelayan yang menggugat izin reklamasi di luar dua lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurutnya, putusan nelayan menggugat Pemprov DKI ketika itu karena tidak adanya sosialisasi yang cukup seputar proyek pada masyarakat. Saat itu, baik Pemprov DKI maupun para pengembang kurang berkomunikasi dengan warga di kawasan pesisir tersebut.
"Makanya, awalnya kami menolak reklamasi," ujarnya di Jakarta, Kamis 3 November 2016.
Menurutnya, setelah terjalin komunikasi dan sosialisasi, warga Muara Angke bisa memahami proyek itu. Saat ini, jelas dia, situasi dan kondisi warga Muara Angke juga lebih tenang setelah adanya komitmen dari pengembang untuk masyarakat sekitar.
Dia berharap, situasi ini bisa terus terjadi sehingga tidak menimbulkan keresahan seperti beberapa waktu lalu. "Karena pihak luar tidak perlu ikut campur. Karena untuk apa juga mereka ikut campur," tuturnya.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat lain di Muara Angke, Haji Syarifuddin Baso menerangkan, masalah di Muara Angke lebih baik diserahkan ke warga untuk menyelesaikan. Oleh karena itu, dia meminta, LSM dan kelompok kepentingan tidak menghasut dan memecah belah warga Muara Angke terkait isu reklamasi.
"Jangan ikut campur, biarkan kami perjuangkan nasib sendiri bukan dari orang luar. Kami tidak mau disetir sama orang lain," katanya.
Sekedar diketahui, PTTUN Jakarta pada 13 Oktober 2016 telah mengabulkan banding Pemrov DKI terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G. Putusan banding ini menjadi dasar kegiatan pembangunan Pulau G dapat dilanjutkan kembali.
Ketua RW11 Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Haji Khafidin mengatakan, para penggugat tidak akan memperpanjang gugatan hukum tersebut. Dua warga RW11, termasuk di antara lima nelayan yang menggugat izin reklamasi di luar dua lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurutnya, putusan nelayan menggugat Pemprov DKI ketika itu karena tidak adanya sosialisasi yang cukup seputar proyek pada masyarakat. Saat itu, baik Pemprov DKI maupun para pengembang kurang berkomunikasi dengan warga di kawasan pesisir tersebut.
"Makanya, awalnya kami menolak reklamasi," ujarnya di Jakarta, Kamis 3 November 2016.
Menurutnya, setelah terjalin komunikasi dan sosialisasi, warga Muara Angke bisa memahami proyek itu. Saat ini, jelas dia, situasi dan kondisi warga Muara Angke juga lebih tenang setelah adanya komitmen dari pengembang untuk masyarakat sekitar.
Dia berharap, situasi ini bisa terus terjadi sehingga tidak menimbulkan keresahan seperti beberapa waktu lalu. "Karena pihak luar tidak perlu ikut campur. Karena untuk apa juga mereka ikut campur," tuturnya.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat lain di Muara Angke, Haji Syarifuddin Baso menerangkan, masalah di Muara Angke lebih baik diserahkan ke warga untuk menyelesaikan. Oleh karena itu, dia meminta, LSM dan kelompok kepentingan tidak menghasut dan memecah belah warga Muara Angke terkait isu reklamasi.
"Jangan ikut campur, biarkan kami perjuangkan nasib sendiri bukan dari orang luar. Kami tidak mau disetir sama orang lain," katanya.
Sekedar diketahui, PTTUN Jakarta pada 13 Oktober 2016 telah mengabulkan banding Pemrov DKI terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G. Putusan banding ini menjadi dasar kegiatan pembangunan Pulau G dapat dilanjutkan kembali.
(mhd)