Wagub DKI: Dipermalukan di Depan Umum, Saya Juga Marah

Jum'at, 29 April 2016 - 08:49 WIB
Wagub DKI: Dipermalukan di Depan Umum, Saya Juga Marah
Wagub DKI: Dipermalukan di Depan Umum, Saya Juga Marah
A A A
JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat kembali mengungkapkan pandangannya soal kepemimpinan saat memberikan sambutan di Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka (Uhamka).

Menurut Djarot, sikap kepemimpinan pertama yang harus dimiliki adalah mampu turun ke bawah untuk berkomunikasi sehingga dapat meyakinkan orang melakukan sesuai kebijakan pemerintah dengan sukarela.

"Saya waktu di Blitar enak, semua warga saya kenal. Waktu mau bebasin lahan untuk bikin jalan tembus dan harus menggusur rumah warga, saya datang naik sepeda ngomong ke warga bahwa rumah mereka akan terkena proyek jalan tembus. Kami akan berikan ganti rugi, warga pun mau," ujarnya, Kamis 28 April 2016.

Berkomunikasi untuk negosiasi menurut Djarot adalah seni kepimpinan. Terlihat seorang pemimpin apakah bisa mengendalikan emosinya saat berkomunikasi dan berkomunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Selanjutnya, pemimpin harus tegas tetapi tidak harus dengan suara keras. Sikap tegas merupakan suatu sikap yang mampu memutuskan suatu kebijakan meskipun itu sulit, tapi dia mampu memutuskan suatu kebijakan dengan bijaksana. (Baca: PDIP Sebut Rustam Effendi Tak Ingin Diinjak-injak Ahok)

Mantan Wali Kota Blitar itu juga menyebut seorang pemimpin tidak mempermalukan orang yang dipimpinnya di depan orang banyak. Seorang pemimpin yang baik akan memilih memarahi anak buahnya di dalam ruangan daripada mempermalukan orang di depan publik.

"Saya punya budaya jangan mempermalukan orang di depan orang banyak. Itu bukan budaya kita. Mungkin di depan orang dia bilang iya, iya. Tapi di dalam hati mungkin saja dia bisa tertekan. Kalau dipermalukan di depan umum, saya juga marah dong," paparnya.

Kemudian, seorang pemimpin harus mampu menyentuh hati orang yang dipimpinnya. Ketika anak buahnya melakukan kesalahan, maka pemimpin itu bisa mampu berbicara dari hati ke hati sehingga anak buahnya mau berubah.

"Kalau saya, ketika anak buah saya melakukan kesalahan, maka saya panggil ke dalam ruangan. Saya kasih dua pilihan, dipecat atau dinonjobkan untuk berubah," ungkapnya. (Baca: Rustam Effendi Beberkan Alasannya Mundur dari Jabatan Wali Kota)

Terakhir, seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dan menyembunyikan emosinya. Karena seorang pemimpin tidak boleh mengeluh, sekalipun sedang sakit, kepada orang-orang yang dipimpinnya.

"Pemimpin harus bisa membangkitkan semangat, memberikan motivasi dan memberikan teladan baik tidak hanya bagi orang-orang yang dipimpinnya, tetapi juga dapat menguatkan masyarakatnya," papar Djarot.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2083 seconds (0.1#10.140)