Remaja Unggah Tawuran di IG: Normal Baru?
loading...
A
A
A
Kemiskinan merupakan salah satu hal yang relevan dalam perilaku tawuran anak dan remaja, namun bukan satu-satunya sumber persoalan. Perilaku anak dan remaja dalam menggunakan media sosial dan telepon pintar ternyata sedikit banyak juga berpengaruh dalam perilaku tawuran hari-hari ini.
Terkait itu, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang fokus pada perkembangan dan masalah anak-anak (Unicef/United Nations Children’s Fund), enam tahun lalu melaporkan bahwa anak dan remaja Indonesia yang menggunakan internet mencapai 30 juta yang tersebar baik di wilayah urban maupun rural.
Pada masa normal baru ini, ketika interaksi virtual lebih dominan dibandingkan interaksi fisik maka relasi anak dan remaja dengan lingkungan sosialnya lebih banyak dilakukan dalam jaringan (daring). Media sosial menjadi platform yang memfasilitasi keterhubungan para remaja dengan lingkungan pertemanannya. Untuk selalu hadir (eksis) dalam percakapan di media sosial, para pengguna internet dari kalangan anak dan remaja ini harus terus menghasilkan konten yang dapat dilihat dan direspons oleh lingkungan pertemanan mereka. Semakin tidak biasa kontennya, semakin berpotensi seorang anak atau remaja mendapatkan atensi, tanda suka (likes atau loves) dari pengguna lain, ataupun menjadi viral.
Problemnya adalah pada dua tawuran di Jakarta pekan lalu, anak dan remaja menggunakan platform media sosial mereka untuk saling menunjukkan eksistensi diri dan kelompok pertemanan mereka, namun dengan materi percakapan yang menyinggung perasaan. Ucapan saling singgung dan saling tantang dalam dunia maya, kemudian berujung pada perkelahian fisik di dunia riil. (Baca juga: Provokasi di Media Sosial Berbuntuk Saling Serang Dua Kelompok Remaja di Jakbar
Tawuran fisik di dunia nyata tersebut kemudian kembali dimanfaatkan oleh anak dan remaja pengguna media sosial sebagai materi konten yang ditayangkan dalam akun-akun media sosial mereka. Tujuannya tetap sama: menunjukkan eksistensi dan atensi dari kelompok pertemanan virtualnya.
Penggunaan Narkoba
Di samping problem kelas sosial dan dampak sosial normal baru saat pandemi, aspek lain yang perlu diperhatikan adalah faktor penggunaan narkoba oleh anak dan remaja tersebut. Pada kasus tawuran anak dan remaja di Tanah Abang, salah satu remaja yang terlibat dan diperiksa oleh kepolisian diketahui positif menggunakan narkoba jenis ganja. Hal yang sama juga ditemukan pada kasus kedua. Pada perkelahian geng Romusha versus geng Pesing di Jakarta Barat, sejumlah pelaku diketahui menggunakan narkoba jenis sabu.
Meskipun secara teoretis keterkaitan antara penggunaan narkoba dan perilaku kekerasan masih diperdebatkan pengaruhnya satu sama lain (Parker & Aurehahn, 1998), fakta yang sejauh ini diketahui adalah sebagian mereka yang terlibat dalam dua tawuran tersebut melakukan aksinya dalam keadaan menggunakan substansi narkoba, sehingga langkah antisipasi tawuran ke depan perlu diintegrasikan dengan upaya pencegahan penggunaan narkoba di kalangan anak dan remaja.
Hindari Melabel
Orang dewasa perlu melihat masalah tawuran anak dan remaja sebagai efek samping dari situasi normal baru yang mungkin saja ditiru dan dilakukan oleh anak dan remaja lain. Ini artinya, kompleksitas penyebab tawuran harus dijadikan pertimbangan agar proses hukum terhadap anak dan remaja yang terlibat perkelahian dan melanggar hukum harus tetap dijalankan sesuai prosedur hukum yang adil dan memenuhi prinsip perlindungan anak. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)
Terkait itu, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang fokus pada perkembangan dan masalah anak-anak (Unicef/United Nations Children’s Fund), enam tahun lalu melaporkan bahwa anak dan remaja Indonesia yang menggunakan internet mencapai 30 juta yang tersebar baik di wilayah urban maupun rural.
Pada masa normal baru ini, ketika interaksi virtual lebih dominan dibandingkan interaksi fisik maka relasi anak dan remaja dengan lingkungan sosialnya lebih banyak dilakukan dalam jaringan (daring). Media sosial menjadi platform yang memfasilitasi keterhubungan para remaja dengan lingkungan pertemanannya. Untuk selalu hadir (eksis) dalam percakapan di media sosial, para pengguna internet dari kalangan anak dan remaja ini harus terus menghasilkan konten yang dapat dilihat dan direspons oleh lingkungan pertemanan mereka. Semakin tidak biasa kontennya, semakin berpotensi seorang anak atau remaja mendapatkan atensi, tanda suka (likes atau loves) dari pengguna lain, ataupun menjadi viral.
Problemnya adalah pada dua tawuran di Jakarta pekan lalu, anak dan remaja menggunakan platform media sosial mereka untuk saling menunjukkan eksistensi diri dan kelompok pertemanan mereka, namun dengan materi percakapan yang menyinggung perasaan. Ucapan saling singgung dan saling tantang dalam dunia maya, kemudian berujung pada perkelahian fisik di dunia riil. (Baca juga: Provokasi di Media Sosial Berbuntuk Saling Serang Dua Kelompok Remaja di Jakbar
Tawuran fisik di dunia nyata tersebut kemudian kembali dimanfaatkan oleh anak dan remaja pengguna media sosial sebagai materi konten yang ditayangkan dalam akun-akun media sosial mereka. Tujuannya tetap sama: menunjukkan eksistensi dan atensi dari kelompok pertemanan virtualnya.
Penggunaan Narkoba
Di samping problem kelas sosial dan dampak sosial normal baru saat pandemi, aspek lain yang perlu diperhatikan adalah faktor penggunaan narkoba oleh anak dan remaja tersebut. Pada kasus tawuran anak dan remaja di Tanah Abang, salah satu remaja yang terlibat dan diperiksa oleh kepolisian diketahui positif menggunakan narkoba jenis ganja. Hal yang sama juga ditemukan pada kasus kedua. Pada perkelahian geng Romusha versus geng Pesing di Jakarta Barat, sejumlah pelaku diketahui menggunakan narkoba jenis sabu.
Meskipun secara teoretis keterkaitan antara penggunaan narkoba dan perilaku kekerasan masih diperdebatkan pengaruhnya satu sama lain (Parker & Aurehahn, 1998), fakta yang sejauh ini diketahui adalah sebagian mereka yang terlibat dalam dua tawuran tersebut melakukan aksinya dalam keadaan menggunakan substansi narkoba, sehingga langkah antisipasi tawuran ke depan perlu diintegrasikan dengan upaya pencegahan penggunaan narkoba di kalangan anak dan remaja.
Hindari Melabel
Orang dewasa perlu melihat masalah tawuran anak dan remaja sebagai efek samping dari situasi normal baru yang mungkin saja ditiru dan dilakukan oleh anak dan remaja lain. Ini artinya, kompleksitas penyebab tawuran harus dijadikan pertimbangan agar proses hukum terhadap anak dan remaja yang terlibat perkelahian dan melanggar hukum harus tetap dijalankan sesuai prosedur hukum yang adil dan memenuhi prinsip perlindungan anak. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)