Balita di Jakbar Alami Gizi Buruk, Anggota DPRD DKI: Ini Sangat Dramatis dan Miris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth mengaku miris mengetahui adanya balita di Jakarta Barat yang mengalami gizi buruk.
"Saya selaku anggota DPRD DKI Jakarta yang terpilih dari daerah pemilihan Jakarta Barat merasa sangat sedih dan terpukul. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika pemimpinnya fokus dalam memperhatikan warganya," ujar Kenneth dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).
Diketahui, seorang balita berusia 2 tahun di Jalan Lingkungan Hidup III, Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, mengalami gizi buruk sejak awal bulan April 2022. Hal itu membuat Dinas Kesehatan Jakarta Barat bergerak cepat dan langsung melakukan penanganan.
Kenneth tak habis pikir, sekelas kota besar seperti Jakarta yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbanyak jika dibandingkan dengan provinsi lain, tetapi masih ditemukan balita yang mengalami gizi buruk.
"Ini peristiwa yang sangat dramatis dan sangat miris, sekelas kota besar seperti Jakarta masih ada seorang balita yang mengalami gizi buruk," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada 2020, jumlah balita yang memiliki kekurangan gizi di Ibu Kota sebanyak 6.047 balita. Wilayah Jakarta Timur menyumbang kasus balita gizi kurang tertinggi, yaitu sebanyak 1.826 kasus.
Lalu Jakarta Barat sebanyak 1.823 balita, Jakarta Pusat sebanyak 989 balita, Jakarta Selatan sebanyak 803 kasus, dan Jakarta Utara sebanyak 498 balita.
Menurut Kent-sapaan akrab Hardiyanto Kenneth, banyak faktor yang membuat banyak balita di Jakarta menderita gizi buruk, salah satunya faktor ekonomi yang mendera keluarga saat pandemi Covid-19.
"Kita ketahui bersama bahwa pandemi Covid-19 membuat sejumlah warga di Jakarta mengalami kesulitan ekonomi. Hal itu berdampak terhadap pemberian nutrisi kepada anak-anak balita. Nutrisi yang kurang diberikan kepada balita ini akan memiliki dampak negatif yang sangat panjang. Hal ini secara otomatis akan mengakibatkan balita di DKI Jakarta rentan terkena penyakit," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP DKI Jakarta itu.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu menilai hal tersebut bukan murni kesalahan dari Dinas Kesehatan Jakarta Barat. Akan tetapi timbul karena ketidakpekaan dari Camat dan Lurah Kalideres terhadap kasus tersebut.
"Menurut saya bahwa Ini bukan sepenuhnya kesalahan Dinkes Jakbar, mereka sifatnya hanya menerima laporan dan segera langsung melakukan penanganan. Secara prinsip kan tidak mungkin Dinkes Jakbar mengetahui orang yang sakit kalau tidak ada aduan. Seharusnya Camat dan Lurah Kalideres bisa lebih sensitif, mereka bisa memaksimalkan peran RT, RW dan FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) di wilayahnya masing masing," beber Kent.
Menurut Kent, jika Camat dan Lurah bekerja maksimal pasti bisa diantisipasi dari awal dan tidak perlu adanya balita yang terjangkit gizi buruk di Kalideres. Sebab tupoksi cegah dini dan deteksi dini ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG), serta menjadi katalisator program pemerintah daerah, secara otomatis melekat di badan organisasi RT, RW, dan FKDM.
"Tugas Camat dan Lurah lah yang harus mengontrol serta memaksimalkan peran mereka, karena RT, RW dan FKDM pasti mempunyai data yang valid di wilayah masing masing," tukannya.
"Saran saya, Camat dan Lurah Kalideres harus bertanggung jawab dan harus dievaluasi kinerjanya. Kalau perlu dicopot dari jabatannya karena tidak becus bekerja. Masa ada yang kena gizi buruk di wilayahnya, mereka enggak tau? Berarti kan enggak jalan komunikasi Camat dan Lurah ini," sambung Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu.
Selain itu, Kent pun sangat menyayangkan sikap Gubernur Anies yang saat ini terus membanggakan Jakarta Internasional Stadiun (JIS) dan perhelatan ajang balap Formula E, disaat banyak balita di Jakarta mengalami gizi buruk.
Yang paling dramatis, Anies masih berani dan tidak malu membanggakan JIS dan Formula E, tapi rakyatnya masih ada yang kekurangan gizi. Anies tidak fokus untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak perduli kepada warganya," tutupnya.
"Saya selaku anggota DPRD DKI Jakarta yang terpilih dari daerah pemilihan Jakarta Barat merasa sangat sedih dan terpukul. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika pemimpinnya fokus dalam memperhatikan warganya," ujar Kenneth dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).
Diketahui, seorang balita berusia 2 tahun di Jalan Lingkungan Hidup III, Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, mengalami gizi buruk sejak awal bulan April 2022. Hal itu membuat Dinas Kesehatan Jakarta Barat bergerak cepat dan langsung melakukan penanganan.
Kenneth tak habis pikir, sekelas kota besar seperti Jakarta yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbanyak jika dibandingkan dengan provinsi lain, tetapi masih ditemukan balita yang mengalami gizi buruk.
"Ini peristiwa yang sangat dramatis dan sangat miris, sekelas kota besar seperti Jakarta masih ada seorang balita yang mengalami gizi buruk," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada 2020, jumlah balita yang memiliki kekurangan gizi di Ibu Kota sebanyak 6.047 balita. Wilayah Jakarta Timur menyumbang kasus balita gizi kurang tertinggi, yaitu sebanyak 1.826 kasus.
Lalu Jakarta Barat sebanyak 1.823 balita, Jakarta Pusat sebanyak 989 balita, Jakarta Selatan sebanyak 803 kasus, dan Jakarta Utara sebanyak 498 balita.
Menurut Kent-sapaan akrab Hardiyanto Kenneth, banyak faktor yang membuat banyak balita di Jakarta menderita gizi buruk, salah satunya faktor ekonomi yang mendera keluarga saat pandemi Covid-19.
"Kita ketahui bersama bahwa pandemi Covid-19 membuat sejumlah warga di Jakarta mengalami kesulitan ekonomi. Hal itu berdampak terhadap pemberian nutrisi kepada anak-anak balita. Nutrisi yang kurang diberikan kepada balita ini akan memiliki dampak negatif yang sangat panjang. Hal ini secara otomatis akan mengakibatkan balita di DKI Jakarta rentan terkena penyakit," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP DKI Jakarta itu.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu menilai hal tersebut bukan murni kesalahan dari Dinas Kesehatan Jakarta Barat. Akan tetapi timbul karena ketidakpekaan dari Camat dan Lurah Kalideres terhadap kasus tersebut.
"Menurut saya bahwa Ini bukan sepenuhnya kesalahan Dinkes Jakbar, mereka sifatnya hanya menerima laporan dan segera langsung melakukan penanganan. Secara prinsip kan tidak mungkin Dinkes Jakbar mengetahui orang yang sakit kalau tidak ada aduan. Seharusnya Camat dan Lurah Kalideres bisa lebih sensitif, mereka bisa memaksimalkan peran RT, RW dan FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) di wilayahnya masing masing," beber Kent.
Menurut Kent, jika Camat dan Lurah bekerja maksimal pasti bisa diantisipasi dari awal dan tidak perlu adanya balita yang terjangkit gizi buruk di Kalideres. Sebab tupoksi cegah dini dan deteksi dini ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG), serta menjadi katalisator program pemerintah daerah, secara otomatis melekat di badan organisasi RT, RW, dan FKDM.
"Tugas Camat dan Lurah lah yang harus mengontrol serta memaksimalkan peran mereka, karena RT, RW dan FKDM pasti mempunyai data yang valid di wilayah masing masing," tukannya.
"Saran saya, Camat dan Lurah Kalideres harus bertanggung jawab dan harus dievaluasi kinerjanya. Kalau perlu dicopot dari jabatannya karena tidak becus bekerja. Masa ada yang kena gizi buruk di wilayahnya, mereka enggak tau? Berarti kan enggak jalan komunikasi Camat dan Lurah ini," sambung Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu.
Selain itu, Kent pun sangat menyayangkan sikap Gubernur Anies yang saat ini terus membanggakan Jakarta Internasional Stadiun (JIS) dan perhelatan ajang balap Formula E, disaat banyak balita di Jakarta mengalami gizi buruk.
Yang paling dramatis, Anies masih berani dan tidak malu membanggakan JIS dan Formula E, tapi rakyatnya masih ada yang kekurangan gizi. Anies tidak fokus untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak perduli kepada warganya," tutupnya.
(thm)