Fahri Bachmid Bakal Jadi Saksi Ahli Terkait Dugaan Mafia Tanah di BPN Depok
loading...
A
A
A
Kasus inilah yang dialami seorang ibu bernama Farida, (56), yang menjadi korban para mafia tanah. Sebuah lahan yang ada di kawasan Sawangan, Depok, dan ia miliki dengan bukti kepemilikan SK Kinag, ternyata direbut setelah sebelumnya dinilai cacat administrasi sehingga dibatalkan.
Melalui kuasa hukumnya, Bernard Paulus Simanjuntak SH. MH menduga, ada oknum dari pegawai BPN yang terlibat dalam pembuatan sertifikat di lahan tersebut. Pasalnya, lahan yang tengah menjalani proses hukum tiba-tiba muncul sebuah surat yang dikeluarkan dari kantor BPN Depok.
"Ini sangat aneh, apalagi kami juga menemukan banyak kejanggalan dari terbitnya surat tersebut," katanya, Rabu 22 Desember 2022.
Diceritakan Benard, kasus ini bermula saat ibu Farida mencoba mengelola lahan yang ada di Sawangan tersebut. Berbekal Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (Sk-Kinag), si ibu mendaftarkan hal tersebut ke BPN dan penetapan Pengadilan Negeri.
"Dari hal itu, Ibu Ida melakukan pembebasan sekaligus memberi kompensasi bagi penggarap, hingga akhirnya terbit SHM," ujarnya.
Setelah SHM didapat, mulai lah muncul permasalahan, di mana pada lahan itu juga muncul sertifikat atas nama PT Pakuan yang dipecah menjadi sembilan. Karena hal itu, sertifikat keduanya pun akhirnya dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017 lalu.
“Sejak saat itu, terjadilah sengketa kepemilikan lahan yang diketahui memiliki luas 50 hektar," ungkapnya.
Melalui kuasa hukumnya, Bernard Paulus Simanjuntak SH. MH menduga, ada oknum dari pegawai BPN yang terlibat dalam pembuatan sertifikat di lahan tersebut. Pasalnya, lahan yang tengah menjalani proses hukum tiba-tiba muncul sebuah surat yang dikeluarkan dari kantor BPN Depok.
"Ini sangat aneh, apalagi kami juga menemukan banyak kejanggalan dari terbitnya surat tersebut," katanya, Rabu 22 Desember 2022.
Diceritakan Benard, kasus ini bermula saat ibu Farida mencoba mengelola lahan yang ada di Sawangan tersebut. Berbekal Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (Sk-Kinag), si ibu mendaftarkan hal tersebut ke BPN dan penetapan Pengadilan Negeri.
"Dari hal itu, Ibu Ida melakukan pembebasan sekaligus memberi kompensasi bagi penggarap, hingga akhirnya terbit SHM," ujarnya.
Setelah SHM didapat, mulai lah muncul permasalahan, di mana pada lahan itu juga muncul sertifikat atas nama PT Pakuan yang dipecah menjadi sembilan. Karena hal itu, sertifikat keduanya pun akhirnya dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017 lalu.
“Sejak saat itu, terjadilah sengketa kepemilikan lahan yang diketahui memiliki luas 50 hektar," ungkapnya.
(mhd)