Ojol Diperbolehkan Angkut Penumpang, MTI Nilai Sangat Berisiko Tularkan Covid-19

Selasa, 09 Juni 2020 - 17:05 WIB
loading...
Ojol Diperbolehkan Angkut...
Ojek berbasis daring atau ojek online (ojol) angkut penumpang di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Senin (8/6/2020). Foto: SINDOnews/Okto Rizki Alpino
A A A
JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyoroti kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan menerapkan kembali ganjil genap di beberapa ruas jalan. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif, Kebijakan.

Rencananya, penerapan kebijakan ganjil genap dengan pengecualian, tidak termasuk ojek daring, tentunya tidak akan bermakna lagi sebagai program pembatasan mobilitas kendaraan pribadi di jalan raya. Pasalnya, populasi sepeda motor sekitar 75 persen dari kendaran bermotor yang ada. Ojek daring tidak termasuk dalam pola transportasi makro (PTM) Kota Jakarta. (Baca juga: Mulai Dibolehkan Beroperasi, Ojol Tidak Boleh Masuk ke Wilayah PSBL)

Di lain hal, ada keputusan Kepala Dinas Perhubungan Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Surat Keputusan itu tertanggal 5 Juni 2020 yang membolehkan ojek daring membawa penumpang asal mengikuti protokol kesehatan.

“Membolehkan ojek daring membawa penumpang, menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap kesehatan bagi pengemudi dan penumpang. Namun sangat menguntungkan aplikator,” ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI, Djoko Setijowarno, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (9/6/2020).

Djoko menilai, kebijakan ojek daring membawa penumpang tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Walaupun diberikan penyekat, itu juga belum mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). (Baca juga: Masih Terlalu Berisiko, Pemkot Bogor Belum Bolehkan Ojol Angkut Penumpang)

Selain itu, lanjut dia, hingga sekarang belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Padahal, keselamatan serta keamanan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan. Sementara, berdasarkan data yang diketahuinya, saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se-Jabodetabek.

“Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan,” celetuk dia.

Dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menduga kebijakan membolehkan ojek daring lebih menguat karena kepentingan politis dan bisnis serta mengabaikan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

“Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojek daring, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan yang mengusulkan,” imbuhnya.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1325 seconds (0.1#10.140)