Mengenal Gong Si Bolong, Legenda Kesenian Depok Media Syiar Agama Islam
loading...
A
A
A
DEPOK - Warisan budaya Gong Si Bolong yang berasal dari Kota Depok ditetapkan sebagai salah satu Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional oleh pemerintah. Gong Si Bolong merupakan legenda seni musik warga Kota Depok.
Pada era tahun 1970, pementasan Gong si Bolong pernah mengalami kejayaan. Daerah persebaran musik Gong si Bolong di antaranya Depok, Pondok Jengkol, Kunciran, Pondok Kacang, Pondok Aren, Pamulang Barat serta Pamulang Timur. Gong si Bolong biasa dimainkan untuk memeriahkan pesta khitanan, perkawinan, maupun acara lamaran.
Awalnya kesenian ini digunakan untuk syiar agama Islam di kawasan Curugan dan Kukusan. Saat itu warga sekitar menganut paham animisme dan Hindu. Lalu, Raden Sanin yang sudah memeluk agama Islam melakukan syiar menggunakan media Gong Si Bolong ini.
"Dulunya alat musik Gong Si Bolong ini digunakan untuk menyiarkan agama Islam. Dulunya di daerah Curug Kukusan Beji umumnya beragaman Hindu, menganut animisme, juga berbarengan dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran di Serang oleh Kesultanan Banten pada tahun 1475," ujar Haji Bahrudin alias H Bagol yang merupakan keturunan ahli waris dari Sanggar Perkumpulan Gong Si Bolong.
H Bagol merupakan cicit dari Kong Jerah setelah Buang Jayadi alias Kong Buang. Dia sekarang bertugas menjaga dan melestarikan Gong Si Bolong. Kebudayaan ini sudah berusia ratusan tahun. Gong Si Bolong ini memiliki suara unik dan khas, tidak sama dengan alat musik serupa dari daerah lain.
"Tidak ada perangkat alat musik lain yang menyamai suaranya dengan perangkat musik Gong Si Bolong. Ditambah sebagai pendamping gamelan serta wayang kulit, ditambah perpaduan musik instrumen campur penyakit sinden, jadi tambah luar biasa," kata H Bagol.
Musik Gong Si Bolong ini dimainkan oleh banyak pemain terompet. Lagu yang dilantunkan digunakan sebagai buat penggiring permainan wayang kulit dan tari-tarian, seperti Tari Payung dan Renggong. Seiring berjalannya waktu, regenerasi dianggap perlu dilakukan agar warisan seni budaya ini tetap terjaga. Saat ini belum ada yang bisa memainkan warisan budaya ini selain generasi yang memang memegang Gong Si Bolong ini.
"Selain dari yang menjaga dan memegang alat Gong Si Bolong, dalam memainkan musik khas tidak ada yang bisa memainkannya. Karena dari dulu-dulu tidak ada yang mau regenerasi ke yang muda. Namun dalam melestarikan nilai budaya zaman saya, akan dicoba meregenerasi, diajarkan kepada anak muda sehingga ke depannya akan terus diingat sampai kapan pun Gong Si Bolong itu," tukasnya.
Saat ini ada 20 remaja sekolah SMA diajarkan bagaimana cari mempergunakan alat musik Gong Si Bolong di Sanggar Perkumpulan Gong Si Bolong. Semua perlengkapan alat musik Gong Si Bolong ditempatkan rumah Adi Suryadi di Alfira Sport Center, Jalan Raya Tanah Baru, Beji.
H Bagol mengaku senang masih ada anak muda yang mau meneruskan warisan budaya ini di tengah derasnya terpaan budaya asing. "Senang dan bangga alat musik tradisional yang sudah turun temurun beberapa generasi dan regenerasi dari cucu hingga cicit ini dapat dinobatkan sebagai kekayaan warisan budaya tak benda dan skala tingkat nasional," ucapnya.
Ketua Forum Baru Kebangsaan Kota Depok Entong Manisyah Boy menyebut Gong si Bolong memiliki ritual kepercayaan, yakni konon harus dibersihkan atau dimandikan pada malam Maulid atau Suro. Adapun kondisi Gong si Bolong asli saat ini sudah tidak bagus. Sebab pada sekitar tahun 1960 Gong Si Bolong pernah terjatuh dan rusak.
"Rusak di bagian bawah, telat naruh air, sudah rusak. Dicoba perbaiki tidak bisa, sehingga kita pergunakan replika untuk memainkannya," katanya.
Budayawan Depok Nuroji juga turut bangga warisan Gong Si Bolong ditetapkan sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional. Kendati demikian, ia sedikit kecewa lantaran dalam perjalanan pemeliharaannya, tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah.
"Bangga kita sebagai warga Kota Depok pemerintah pusat telah menetapkan alat musik Gong Si Bolong asli milik warga Curugan Tanah Baru ditetapkan Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional, satu tingkat di bawah UNESCO," katanya.
Dia menceritakan, selama ini Gong Si Bolong dijaga dan dirawat oleh Buang Jayadi atau akrab disapa Kong Jayadi yang kini sudah meninggal dunia. Lalu diturunkan kepada ahli waris, H Bagol, untuk melestarikan dan menjaganya. Dia sering mendapat cerita dari almarhum Kong Buang perihal pahitnya perjuangan mempertahankan budaya ini. Bahkan para pemain seni budaya ini kerap dipandang sebelah mata saat pentas dengan dibayar tidak sesuai.
Dia berharap agar Pemkot Depok memberikan perhatian besar terhadap warisan seni budaya ini sebagai identitas Kota Depok. "Harapan kita agar selain mendapatkan penghargaan, juga paling tidak sebagai pimpinan daerah Kota Depok dipanggil atau ucapan. karena sesuai Undang-Undang pemerintah daerah harus mengayomi," pungkasnya.
Pada era tahun 1970, pementasan Gong si Bolong pernah mengalami kejayaan. Daerah persebaran musik Gong si Bolong di antaranya Depok, Pondok Jengkol, Kunciran, Pondok Kacang, Pondok Aren, Pamulang Barat serta Pamulang Timur. Gong si Bolong biasa dimainkan untuk memeriahkan pesta khitanan, perkawinan, maupun acara lamaran.
Awalnya kesenian ini digunakan untuk syiar agama Islam di kawasan Curugan dan Kukusan. Saat itu warga sekitar menganut paham animisme dan Hindu. Lalu, Raden Sanin yang sudah memeluk agama Islam melakukan syiar menggunakan media Gong Si Bolong ini.
"Dulunya alat musik Gong Si Bolong ini digunakan untuk menyiarkan agama Islam. Dulunya di daerah Curug Kukusan Beji umumnya beragaman Hindu, menganut animisme, juga berbarengan dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran di Serang oleh Kesultanan Banten pada tahun 1475," ujar Haji Bahrudin alias H Bagol yang merupakan keturunan ahli waris dari Sanggar Perkumpulan Gong Si Bolong.
H Bagol merupakan cicit dari Kong Jerah setelah Buang Jayadi alias Kong Buang. Dia sekarang bertugas menjaga dan melestarikan Gong Si Bolong. Kebudayaan ini sudah berusia ratusan tahun. Gong Si Bolong ini memiliki suara unik dan khas, tidak sama dengan alat musik serupa dari daerah lain.
"Tidak ada perangkat alat musik lain yang menyamai suaranya dengan perangkat musik Gong Si Bolong. Ditambah sebagai pendamping gamelan serta wayang kulit, ditambah perpaduan musik instrumen campur penyakit sinden, jadi tambah luar biasa," kata H Bagol.
Musik Gong Si Bolong ini dimainkan oleh banyak pemain terompet. Lagu yang dilantunkan digunakan sebagai buat penggiring permainan wayang kulit dan tari-tarian, seperti Tari Payung dan Renggong. Seiring berjalannya waktu, regenerasi dianggap perlu dilakukan agar warisan seni budaya ini tetap terjaga. Saat ini belum ada yang bisa memainkan warisan budaya ini selain generasi yang memang memegang Gong Si Bolong ini.
"Selain dari yang menjaga dan memegang alat Gong Si Bolong, dalam memainkan musik khas tidak ada yang bisa memainkannya. Karena dari dulu-dulu tidak ada yang mau regenerasi ke yang muda. Namun dalam melestarikan nilai budaya zaman saya, akan dicoba meregenerasi, diajarkan kepada anak muda sehingga ke depannya akan terus diingat sampai kapan pun Gong Si Bolong itu," tukasnya.
Saat ini ada 20 remaja sekolah SMA diajarkan bagaimana cari mempergunakan alat musik Gong Si Bolong di Sanggar Perkumpulan Gong Si Bolong. Semua perlengkapan alat musik Gong Si Bolong ditempatkan rumah Adi Suryadi di Alfira Sport Center, Jalan Raya Tanah Baru, Beji.
H Bagol mengaku senang masih ada anak muda yang mau meneruskan warisan budaya ini di tengah derasnya terpaan budaya asing. "Senang dan bangga alat musik tradisional yang sudah turun temurun beberapa generasi dan regenerasi dari cucu hingga cicit ini dapat dinobatkan sebagai kekayaan warisan budaya tak benda dan skala tingkat nasional," ucapnya.
Ketua Forum Baru Kebangsaan Kota Depok Entong Manisyah Boy menyebut Gong si Bolong memiliki ritual kepercayaan, yakni konon harus dibersihkan atau dimandikan pada malam Maulid atau Suro. Adapun kondisi Gong si Bolong asli saat ini sudah tidak bagus. Sebab pada sekitar tahun 1960 Gong Si Bolong pernah terjatuh dan rusak.
"Rusak di bagian bawah, telat naruh air, sudah rusak. Dicoba perbaiki tidak bisa, sehingga kita pergunakan replika untuk memainkannya," katanya.
Budayawan Depok Nuroji juga turut bangga warisan Gong Si Bolong ditetapkan sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional. Kendati demikian, ia sedikit kecewa lantaran dalam perjalanan pemeliharaannya, tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah.
"Bangga kita sebagai warga Kota Depok pemerintah pusat telah menetapkan alat musik Gong Si Bolong asli milik warga Curugan Tanah Baru ditetapkan Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional, satu tingkat di bawah UNESCO," katanya.
Dia menceritakan, selama ini Gong Si Bolong dijaga dan dirawat oleh Buang Jayadi atau akrab disapa Kong Jayadi yang kini sudah meninggal dunia. Lalu diturunkan kepada ahli waris, H Bagol, untuk melestarikan dan menjaganya. Dia sering mendapat cerita dari almarhum Kong Buang perihal pahitnya perjuangan mempertahankan budaya ini. Bahkan para pemain seni budaya ini kerap dipandang sebelah mata saat pentas dengan dibayar tidak sesuai.
Dia berharap agar Pemkot Depok memberikan perhatian besar terhadap warisan seni budaya ini sebagai identitas Kota Depok. "Harapan kita agar selain mendapatkan penghargaan, juga paling tidak sebagai pimpinan daerah Kota Depok dipanggil atau ucapan. karena sesuai Undang-Undang pemerintah daerah harus mengayomi," pungkasnya.
(thm)