Mengenal Gong Si Bolong, Legenda Kesenian Depok Media Syiar Agama Islam
loading...
A
A
A
Saat ini ada 20 remaja sekolah SMA diajarkan bagaimana cari mempergunakan alat musik Gong Si Bolong di Sanggar Perkumpulan Gong Si Bolong. Semua perlengkapan alat musik Gong Si Bolong ditempatkan rumah Adi Suryadi di Alfira Sport Center, Jalan Raya Tanah Baru, Beji.
H Bagol mengaku senang masih ada anak muda yang mau meneruskan warisan budaya ini di tengah derasnya terpaan budaya asing. "Senang dan bangga alat musik tradisional yang sudah turun temurun beberapa generasi dan regenerasi dari cucu hingga cicit ini dapat dinobatkan sebagai kekayaan warisan budaya tak benda dan skala tingkat nasional," ucapnya.
Ketua Forum Baru Kebangsaan Kota Depok Entong Manisyah Boy menyebut Gong si Bolong memiliki ritual kepercayaan, yakni konon harus dibersihkan atau dimandikan pada malam Maulid atau Suro. Adapun kondisi Gong si Bolong asli saat ini sudah tidak bagus. Sebab pada sekitar tahun 1960 Gong Si Bolong pernah terjatuh dan rusak.
"Rusak di bagian bawah, telat naruh air, sudah rusak. Dicoba perbaiki tidak bisa, sehingga kita pergunakan replika untuk memainkannya," katanya.
Budayawan Depok Nuroji juga turut bangga warisan Gong Si Bolong ditetapkan sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional. Kendati demikian, ia sedikit kecewa lantaran dalam perjalanan pemeliharaannya, tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah.
"Bangga kita sebagai warga Kota Depok pemerintah pusat telah menetapkan alat musik Gong Si Bolong asli milik warga Curugan Tanah Baru ditetapkan Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional, satu tingkat di bawah UNESCO," katanya.
Dia menceritakan, selama ini Gong Si Bolong dijaga dan dirawat oleh Buang Jayadi atau akrab disapa Kong Jayadi yang kini sudah meninggal dunia. Lalu diturunkan kepada ahli waris, H Bagol, untuk melestarikan dan menjaganya. Dia sering mendapat cerita dari almarhum Kong Buang perihal pahitnya perjuangan mempertahankan budaya ini. Bahkan para pemain seni budaya ini kerap dipandang sebelah mata saat pentas dengan dibayar tidak sesuai.
Dia berharap agar Pemkot Depok memberikan perhatian besar terhadap warisan seni budaya ini sebagai identitas Kota Depok. "Harapan kita agar selain mendapatkan penghargaan, juga paling tidak sebagai pimpinan daerah Kota Depok dipanggil atau ucapan. karena sesuai Undang-Undang pemerintah daerah harus mengayomi," pungkasnya.
H Bagol mengaku senang masih ada anak muda yang mau meneruskan warisan budaya ini di tengah derasnya terpaan budaya asing. "Senang dan bangga alat musik tradisional yang sudah turun temurun beberapa generasi dan regenerasi dari cucu hingga cicit ini dapat dinobatkan sebagai kekayaan warisan budaya tak benda dan skala tingkat nasional," ucapnya.
Ketua Forum Baru Kebangsaan Kota Depok Entong Manisyah Boy menyebut Gong si Bolong memiliki ritual kepercayaan, yakni konon harus dibersihkan atau dimandikan pada malam Maulid atau Suro. Adapun kondisi Gong si Bolong asli saat ini sudah tidak bagus. Sebab pada sekitar tahun 1960 Gong Si Bolong pernah terjatuh dan rusak.
"Rusak di bagian bawah, telat naruh air, sudah rusak. Dicoba perbaiki tidak bisa, sehingga kita pergunakan replika untuk memainkannya," katanya.
Budayawan Depok Nuroji juga turut bangga warisan Gong Si Bolong ditetapkan sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional. Kendati demikian, ia sedikit kecewa lantaran dalam perjalanan pemeliharaannya, tidak ada campur tangan dari pemerintah daerah.
"Bangga kita sebagai warga Kota Depok pemerintah pusat telah menetapkan alat musik Gong Si Bolong asli milik warga Curugan Tanah Baru ditetapkan Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional, satu tingkat di bawah UNESCO," katanya.
Dia menceritakan, selama ini Gong Si Bolong dijaga dan dirawat oleh Buang Jayadi atau akrab disapa Kong Jayadi yang kini sudah meninggal dunia. Lalu diturunkan kepada ahli waris, H Bagol, untuk melestarikan dan menjaganya. Dia sering mendapat cerita dari almarhum Kong Buang perihal pahitnya perjuangan mempertahankan budaya ini. Bahkan para pemain seni budaya ini kerap dipandang sebelah mata saat pentas dengan dibayar tidak sesuai.
Dia berharap agar Pemkot Depok memberikan perhatian besar terhadap warisan seni budaya ini sebagai identitas Kota Depok. "Harapan kita agar selain mendapatkan penghargaan, juga paling tidak sebagai pimpinan daerah Kota Depok dipanggil atau ucapan. karena sesuai Undang-Undang pemerintah daerah harus mengayomi," pungkasnya.
(thm)