Sidang Mafia Tanah di Tangerang, Terdakwa Pakai 3 Dokumen Berbeda untuk Kuasai Lahan

Senin, 02 Agustus 2021 - 22:12 WIB
loading...
A A A
"Kalo saya iya kan Ponpes yang saya pimpin, kemudian kakek bapak saya itu dulu numpang di sana. Makanya saya bilang, berarti ponpes numpang ? Padahal itu tanah punya saya," ujar Zuhri.
Baca juga: 2 Saksi Bongkar Dokumen Palsu pada Sidang Mafia Tanah di PN Tangerang

"Kalimat itu saya gak terima. Berarti saya menyetujui kalo Darmawan itu yang punya lahan. Padahal, itu lahan pesantren atas nama saya, istri saya, buyut saya dan ayah saya," tambahnya.

Saat itu, Darmawan mengiming-imingi Zuhri dengan lahan untuk pembangunan perluasan Ponpes bila merestui pembebasan lahan 45 hektare itu. Namun, karena banyak kejanggalan Zuhri menolaknya. "Dia (Darmawan) janji tanah yang dipake oleh pesantren tidak akan digusur tapi akan ditambahkan lagi. Saya pikir itu lahan siapa. Maka, saya tolak," ungkapnya.

Zuhri sempat bersitegang dengan hakim yang terus mencecar banyak pertanyaan. Terutama soal memperlihatkan sertifikat hak milik (SHM) yang dimiliki Zuhri serta peta lokasinya. Namun, tak berlangsung lama sidang pun kembali normal.

Saksi Franky mengaku mengenal Darmawan, namun tidak ada hubungan khusus. Dia menjelaskan upaya Darmawan dalam menguasai lahan tersebut sudah terjadi sejak 2017 lalu. Upaya itu dilakukan tiga kali dengan tiga dokumen yang berbeda.

"Sekitar tujuh atau enam tahun lalu tiba-tiba datang Darmawan mengklaim tanah dibeli dari masyarakat, kemudian kelompok," ujar Franky

"Darmawan datang dengan rombongannya menyatakan dan ingin menguasai bidang yang kami punya. Dia perlihatkan Girik, tahun 2017," tambahnya.

Franky pun terkejut dan menyelidiki Girik yang digunakan sebagai bukti kepemilikan tersebut. Tenyata saat dicek Girik itu tidak terdaftar di Kelurahan baik di Kelurahan Cipete, Kunciran maupun Pinang. "Nomor girik tidak terdaftar di Kelurahan. Itu keterangan dari camat dan lurah emang tidak tercatat," ucapnya.

Setelah gagal, Darmawan kembali mencoba menguasai lahan dengan modal SK Residence Banten pada 2018. Namun, lagi-lagi SK tersebut tidak dapat dibuktikan keasliannya. "Saya pertanyakan ke Kecamatan bahwa tidak ada keterangan apapun. Saya temukan dokumen lama yang menyatakan SK itu dibatalkan. Ada di keterangan itu sudah dicabut," ujar Franky.

Puncaknya terjadi pada 2020, Darmawan menggunakan sertifikat Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1 sampai 9 yang masing-masing seluas 5 hektare. Itu pun juga tidak dapat dibuktikan keasliannya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2076 seconds (0.1#10.140)