Stasiun Jakarta Kota; Misteri Sebutan Beos, 2 Kepala Kerbau, dan Filosofi Yunani

Sabtu, 24 April 2021 - 05:30 WIB
loading...
Stasiun Jakarta Kota; Misteri Sebutan Beos, 2 Kepala Kerbau, dan Filosofi Yunani
Foto Udara Stasiun Jakarta Kota © [KNILM] [Frans Johan Louwrens] [Hendrik] (sumber: colonialarchitecture.eu)
A A A
Bangunan Stasiun Jakarta Kota yang berdiri kokoh saat ini memang bukan stasiun pertama yang dibangun di Batavia. Namun, stasiun yang berada di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat ini, merupakan stasiun terbesar di Indonesia dan tersibuk di Asia Tenggara.

Stasiun dan jalur kereta pertama yang dibangun di Batavia (Jakarta) adalah Stasiun Batavia Noord yang didirikan perusahaan swasta Netherland Indische Spoorweg Maatchappij (NIS) pada 1869. Stasiun yang melayani rute Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) ini sudah tidak ada dan bekas bangunannya berada di belakang gedung Bank BNI kawasan Kota Tua.

Selanjutnya ada Stasiun Batavia Zuid atau Batavia Selatan yang dibangun pada 1870 oleh Bataviache Ooster Spoorweg Maatchappij (BEOS). Stasiun Batavia Zuid melayani rute Bekasi hingga Kedunggedeh (Karawang). (Baca juga; Jejak Batavia Noord, Stasiun Pertama dan Tertua Cikal Bakal Pengembangan Jalur KRL Jakarta-Bogor )

Namun, pada 1898 jalur dan stasiun Batavia Zuid dijual oleh Bataviache Ooster Spoorweg Maatchappij kepada pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan negara Staats Spoorwegen (SS). Kemudian pada 1913 giliran Stasiun Batavia Noord dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan Netherland Indische Spoorweg Maatchappij fokus pada operasional kereta api di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Staats Spoorwegen (SS) pada saat itu mengelola jalur dan stasiun kereta api Tanjung Priuk dan Jatinegara. Saat itu, wilayah Tanjung Priuk dan Jatinegara yang dikenal dengan Mesteer Cornelis belum masuk wilayah Gemeente Batavia (Kotapraja Batavia). (Baca juga; Stasiun Cibatu Saksi Kemesraan Charlie Chaplin dan Dua Kekasihnya yang Cantik )

Agar pengelolaan dua stasiun dan jalur kereta api di Batavia lebih efesien, pemerintah Hindia Belanda pada 1914 berencana merenovasi dan membangun satu stasiun yang megah sesuai dengan tata kota. Kemudian pilihan lokasi jatuh di Stasiun Batavia Zuid yang terletak sekitar 200 meter di sebelah selatan Stasiun Batavia Noord.
Stasiun Jakarta Kota; Misteri Sebutan Beos, 2 Kepala Kerbau, dan Filosofi Yunani

Bataviasche Oosterspoorweg Maatschappij/Batavia Zuid Staatsspoorwegen (sumber: colonialarchitecture.eu)

Baru pada 1926 rencana renovasi dan pembangunan stasiun baru dilaksanakan, sehingga operasional Stasiun Batavia Zuid resmi ditutup. Untuk sementara aktivitas dipindahkan ke Stasiun Batavia Noord. Tepat pada 19 Agustus 1929 pengerjaan bangunan stasiun Batavia yang baru karya arsitektur Belanda kelahiran Tulung Agung (Jawa Timur) Franz Johan Lauwrens Ghijsels selesai.

Pengoperasian stasiun tersebut diresmikan Gubernur Jenderal Hindia Belanda JHR A C D de Graeff pada hari Senin 8 Oktober 1929 melalui rangkaian acara yang meriah. Pada pagi hari, para pegawai mengadakan upacara selamatan di stasiun lama (Batavia Noord). (Baca juga; Terowongan Lampegan dan Misteri Hilangnya Penari Ronggeng )

Kemudian, pada siang harinya dilaksanakan penguburan dua kepala kerbau untuk melindungi bangunan Stasiun Kota yang baru dari bencana oleh de Graeff (Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa pada 1926 – 1931). Kepala kerbau pertama dikubur di antara tugu jam dan pintu masuk stasiun, sementara kepala kerbau lainnya di sisi belakang bangunan stasiun baru.

Sejak diresmikan sampai saat ini Stasiun Batavia atau sekarang dikenal Stasiun Jakarta Kota merupakan stasiun terbesar di Indonesia. Uniknya, masyarakat umum sampai saat ini punya sebutan tersendiri untuk Stasiun Jakarta Kota, yaitu Stasiun Beos. (Baca juga; Misteri Stasiun Cipeundeuy, Semua KA Wajib Berhenti )

Ada dua versi asal usul sebutan Stasiun Beos, pertama diambil dari singkatan Batavia Spoorweg Maatschaappij (BEOS) atau Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur. Kedua berasal dari istilah Batavia en Omstreken (BEOS) atau daerah Batavia dan sekitarnya.
Stasiun Jakarta Kota; Misteri Sebutan Beos, 2 Kepala Kerbau, dan Filosofi Yunani

Het spoorwegstation Kota in aanbouw, Batavia/1929. Hoofdingang. steigerwerk en formeelen © Asselbergs F.B.H.; Ghijsels F.J.L. (Frans Johan Louwrens) Ir.; Hes H.A. (Hendrik); Aiko fotografisch atelier (sumber: colonialarchitecture.eu)

Stasiun Beos yang dirancang Arsitek dari biro konsultan Algemeen Ingenieurs- en Architectenbureau (AIA), Franz Johan Lauwrens Ghijsels, memiliki kesan sederhana namun cantik. Ciri khas gaya Arsitek lulusan Technische Hogeschool Delft, Belanda ini ditandai dengan pilar-pilar sederhana digabungkan pada dinding bangunan putih yang monumental.

Dengan balutan art deco yang kental, stasiun rancangan Ghijsels terkesan sederhana sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan. Prinsip Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen, melahirkan karya perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dengan bentuk-bentuk tradisional setempat.

Bangunan Stasiun Jakarta Kota terdiri dari unit kepala, sayap, gerbang masuk utama, dan peron. Sekilas konfigurasi itu membentuk huruf T. Kesederhanaan ini yang membuat bangunan Stasiun Jakarta Kota yang memiliki 12 peron terlihat unik dan cantik. (Baca juga; Si Bon-Bon Simbol Elektrifikasi Jalur Kereta di Tanah Air )

Pada setiap bagian pintu masuk terdapat jendela kaca besar dan merupakan ciri khas Stasiun Jakarta Kota. Bagian atap barrel-vault terlihat jelas pada hall utama yang ditopang pilar-pilar baja yang dipesan langsung dari negeri Belanda. Begitu juga rangka ke-12 peron berupa kanopi memanjang dengan atap berbentuk huruf V yang disangga struktur kantilever kolom tunggal dari baja.
Stasiun Jakarta Kota; Misteri Sebutan Beos, 2 Kepala Kerbau, dan Filosofi Yunani

https://heritage.kai.id/

Lunette berbentuk busur semisirkular dengan unit bukaan vertikal sebanyak tujuh buah pada bagunan utama stasiun sebagai jalan cahaya masuk ke hall utama. Dinding Hall Concourse atau konter loket dilapisi keramik kuning ke hijauan berpola waffel. Lantai stasiun menggunakan ubin berwarna kuning dan abu-abu, sekarang diganti keramik. Lantai asli terlihat di lantai dua dan terdapat anak tangga dari kayu jati.

Konstruksi Stasiun Jakarta Kota dilakukan oleh Hollandsche Beton Maatschappij. Sampai saat ini semua masih terlihat kokoh berdiri dan menjadi saksi perkembangan transportasi kota Jakarta. Pada 25 April 2005 Stasiun Jakarta Kota ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.

Diolah dari berbagai sumber; heritage.kai.id, wikipedia.org, kelananusantara.com.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0965 seconds (0.1#10.140)