Ormas Gerah Ingatkan KPK Jangan Jadi Alat Kekuasaan Kelompok Tertentu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Reformasi Hukum (Gerah) Tantan Taufiq Lubis menilai pemberantasan korupsi di Indonesia seperti menggarami lautan. Sebab, korupsi itu dilakukan secara sistematik.
"Upaya pemberantasan korupsi saat ini dapat diilustrasikan bagaikan upaya menggarami lautan sepertinya akan sia-sia belaka," ujarnya, Kamis (15/4/2021).
Baca juga: Soal Dugaan Korupsi Sepatu, Pejabat Damkar Depok Penuhi Panggilan Polrestro Depok
Pasalnya, saat ini masalah korupsi di Indonesia merupakan tuntutan hadirnya demokrasi sehingga membuat orang berlomba-lomba mengambil kesempatan ikut serta dalam hajatan politik merebut kekuasaan. Imbasnya banyak yang menjadikan hal itu sebagai investasi politik.
"Dengan pendekatan investasi, maka perebutan kekuasaan itu harus memiliki return of investment atau mengembalikan investasi itu sendiri," katanya.
Karena itu, tak mengherankan di era demokrasi saat ini rakyat yang bisa memilih pemimpinnya sendiri menjadi pragmatis. Tak heran pemodal yang paling diuntungkan baik secara langsung mencalonkan dirinya maupun mencari wayang untuk dicalonkan sebagai kandidat kepala daerah.
"Terlepas dari siapapun yang akan dicalonkan, tapi return atau pengembalian investasi itu harus dapat dilakukan tentunya harus berlipat-lipat," ujar Tantan.
Baca juga: Bongkar Dugaan Korupsi Damkar Depok, Tjahjo Kumolo: ASN Boleh Laporkan Atasan dan Dilindungi
Dia melihat sesungguhnya korupsi itu terjadi secara masif akibat dari keberadaan sistem politik yang mendorong terjadinya kegiatan untuk menyalahgunakan jabatan guna pengembalian investasi politik.
Kondisi demikian membuat pemberantasan korupsi dangan cara partial seperti saat ini dinilainya tak efektif selama sistem yang koruptif tak ditangani.
"Aparat penegak hukum hanya akan menangkap mereka yang ketahuan semata, padahal hampir semua akibat penerapan sistem itu diduga berpotensi melakukan hal yang sama," ungkap Tantan.
Terlebih, situasi ini akan membuat mudahnya kekuasaan melakukan politisasi hukum yang pada akhirnya melahirkan penegakan hukum yang tebang pilih sesuai selera subjektivitas. "Kita harus menjaga dan menjauhkan KPK agar tidak menjadi pembunuh bayaran dalam kontestasi demokrasi dan proses berbangsa dan bernegara," ucapnya.
"Upaya pemberantasan korupsi saat ini dapat diilustrasikan bagaikan upaya menggarami lautan sepertinya akan sia-sia belaka," ujarnya, Kamis (15/4/2021).
Baca juga: Soal Dugaan Korupsi Sepatu, Pejabat Damkar Depok Penuhi Panggilan Polrestro Depok
Pasalnya, saat ini masalah korupsi di Indonesia merupakan tuntutan hadirnya demokrasi sehingga membuat orang berlomba-lomba mengambil kesempatan ikut serta dalam hajatan politik merebut kekuasaan. Imbasnya banyak yang menjadikan hal itu sebagai investasi politik.
"Dengan pendekatan investasi, maka perebutan kekuasaan itu harus memiliki return of investment atau mengembalikan investasi itu sendiri," katanya.
Karena itu, tak mengherankan di era demokrasi saat ini rakyat yang bisa memilih pemimpinnya sendiri menjadi pragmatis. Tak heran pemodal yang paling diuntungkan baik secara langsung mencalonkan dirinya maupun mencari wayang untuk dicalonkan sebagai kandidat kepala daerah.
"Terlepas dari siapapun yang akan dicalonkan, tapi return atau pengembalian investasi itu harus dapat dilakukan tentunya harus berlipat-lipat," ujar Tantan.
Baca juga: Bongkar Dugaan Korupsi Damkar Depok, Tjahjo Kumolo: ASN Boleh Laporkan Atasan dan Dilindungi
Dia melihat sesungguhnya korupsi itu terjadi secara masif akibat dari keberadaan sistem politik yang mendorong terjadinya kegiatan untuk menyalahgunakan jabatan guna pengembalian investasi politik.
Kondisi demikian membuat pemberantasan korupsi dangan cara partial seperti saat ini dinilainya tak efektif selama sistem yang koruptif tak ditangani.
"Aparat penegak hukum hanya akan menangkap mereka yang ketahuan semata, padahal hampir semua akibat penerapan sistem itu diduga berpotensi melakukan hal yang sama," ungkap Tantan.
Terlebih, situasi ini akan membuat mudahnya kekuasaan melakukan politisasi hukum yang pada akhirnya melahirkan penegakan hukum yang tebang pilih sesuai selera subjektivitas. "Kita harus menjaga dan menjauhkan KPK agar tidak menjadi pembunuh bayaran dalam kontestasi demokrasi dan proses berbangsa dan bernegara," ucapnya.
(jon)